Agus Khoirul Huda, Pendakwah Balikpapan yang Tak Jemu Berdakwah

Jumat 02-07-2021,16:05 WIB
Reporter : bayong
Editor : bayong

Balikpapan, nomorsatukaltim.com - Warga Balikpapan  tidak asing dengan pendakwah berkacamata ini. Orang asli Kota Beriman, mendedikasikan hidupnya menyampaikan kalam Tuhan. Ustaz Agus Khoirul Huda namanya.

Tapi jauh sebelum terjun ke dunia dakwah. Ustadz Agus sebenarnya punya cita-cita. Ketika itu usai menamatkan pendidikan dasarnya. Di SD favorit se-Balikpapan. SDN 001. Ia diberikan pilihan. Melanjutkan ke SMPN 1 Balikpapan. Atau masuk pondok pesantren. Nilainya saat itu selisih satu angka. Karena waktu itu masih seleksi berdasarkan nilai kelulusan SD. Jadi pilihannya hanya masuk pondok pesantren. Pondok pesantren Mambaus Solihin, Gresik jadi tujuan. “Sebenarnya umum saja sih tetap bisa jadi dokter walau lulusan pesantren. Tapi pak kiyai itu pesan kalau saya ini tidak cocok jadi dokter. Cocoknya jadi gurunya para dokter,” ingat alumnus Al Ahgaff University, Yaman tersebut. Nasehat kiyai membuka jalan dakwah sang ustaz di Balikpapan, kota kelahirannya. Tepatnya 2008 lalu. Sepulang dari Yaman. Di Yaman, Ustaz Agus menempuh studi jurusan syariah wal qonun. Aktif dakwah tahun 2005. Hampir seluruh rumah sakit di Kota Minyak disinggahinya. Jadwal kajiannya pun paling banyak di rumah sakit, selain masjid dan perkantoran. Namun sepulang masa studinya di Timur Tengah, Ustaz Agus justru ke Samarinda. Di sana ia menjadi pengajar di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Samarinda. Tapi berjalan tiga tahun saja, karena sang ayah ketika itu memintanya untuk pulang ke Balikpapan. “Dakwah pertama kali sebenarnya di Samarinda. Ngajar di IAIN, sekarang UIN Aji Muhammad Idris. Karena memang saya akademisi, jadi suka di kampus. Kemudian dapat tantangan dari SD. Ngajar di SD Bunga Bangsa,” terangnya. Selama di Samarinda, dakwahnya juga hingga Kutai Kartanegara. Bahkan dia sempat dicurigai sebagai pengajar aliran sesat. Namun dengan sendirinya fitnah tersebut bisa terbantahkan. “Karena beberapa masih melakukan ritual seperti memberikan persembahan pada pohon. Jadi diberhentikan dari petinggi situ,” ingat pria 42 tahun tersebut. Sekembalinya di Balikpapan tentu berproses. Karena memiliki beakcground sebagai akademisi ia kembali mengajar di Al Manar Balikpapan (sekarang Ashabul Badar). Dari situ, da’i kondang ini punya banyak jamaah. Khususnya dari para pekerja kantoran. Yang juga jadi jalan dakwahnya di kota kelahirannya. Soal latar belakang sebenarnya Ustaz Agus bukan dari kalangan pendakwah. Hanya saja mendiang ayahnya sangat dekat dengan para ulama. Maka beliau ingin ketiga anaknya termasuk Ustadz Agus bisa salah jalan. Maka ketiganya pun diarahkan memperdalam Islam. Walaupun nasibnya berbeda-beda. “Kakak saya bidan. Adik saya konsulat Indonesia di Mesir,” katanya. Selama di Balikpapan ia sangat menikmati. Berdakwah di kota tercinta menurutnya sangat nyaman dan tanpa hambatan. Ilmu keislaman sangatlah luas. Termasuk di Balikpapan yang punya beragam gerakan dakwah. Tapi bagi Ustaz Agus bukanlah sebuah musibah. Melainkan anugerah. Karena banyaknya perbedaan pendapat dalam Islam justru menjadikan sebuah keindahan. Selama tak bertentangan dengan syariat. “Secara ilmu agama, Balikpapan daerah paling plural. Bagi beberapa orang itu seperti musibah. Bagi saya justru itu anugerah. Ada semacam istilahnya menguatkan pendapat masing-masing. Makin bagus,” tambah pengasuh komunitas Balikpapan Mengaji itu. Disinggung soal tradisi pemberian amplop pada pendakwah, Ustaz Agus punya dua pandangan. Terpenting pendakwah itu tak boleh meminta-minta. Hingga memasang besaran tarif setiap kegiatan. “Kalau saya memahami itu dua sisi. Larangan seorang da’i meminta upah kepada muridnya. Sementara ada juga kewajiban seorang murid menghormati gurunya. Apabila ada murid yang memberikan, maka menerima. Seperti para sahabat memberikan sesuatu kepada Rasulullah SAW. Dan selalu diterima Rasulullah SAW,” tegas pendiri Komunitas Pecinta Fikih Moderat & Terbuka itu. Berdakwah sepertinya sudah menjadi "jalan ninja" suami dari Uswatun Hasanah ini. Dalam kondisi apapun dia selalu menyempatkan waktu untuk berdakwah. Seperti ketika ia positif COVID-19. Di ruang isolasi ia masih bisa syiar. Karena memang saat itu masih kajian secara virtual. “Istirahat-nya orang berdakwah itu di alam kuburnya. Tidak ada batasnya. Bukan seperti pekerjaan, ini sudah seperti kebutuhan bagi saya. Insyaallah,” tegasnya. (fdl/boy)  
Tags :
Kategori :

Terkait