Wanita ‘Besi’ di Tengah Pandemi
Selasa 09-03-2021,15:21 WIB
Reporter : admin12_diskal
Editor : admin12_diskal
Merebaknya wabah COVID-19 tak hanya menimbulkan duka lara di seluruh dunia. Pagebluk yang terjadi satu tahun terakhir, turut melahirkan pejuang – pejuang kemanusiaan. Para petugas medis, relawan, penggali jenazah, pengusaha, dan berbagai kelompok masyarakat lainnya. Dalam memeringati Hari Perempuan Internasional, kami menampilkan wanita-wanita Tangguh.
nomorsatukaltim.com - SELAIN memiliki kesamaan gender, para tokoh yang kami tampilkan ini punya karakter mirip: pelayan publik. Ketiganya, dr. Swandari Paramita M.Kes, dr. Andi Sri Juliarty, dan Siti Aminah Amd, Kebidanan.
Di luar profesi yang memaksa melayani orang lain (baca: pasien), mereka juga memahami pentingnya informasi. Itulah mengapa, tiga tokoh ini selalu ada waktu untuk menjawab pertanyaan pers.
Mereka menyadari, informasi di kala wabah sangat penting bagi masyarakat. Bukan sekadar meluruskan hoaks atau berita bohong. Juga memberi pemahaman segala hal tentang wabah.
Swandari Paramita misalnya. Di tengah kesibukannya yang meningkat, tak pernah absen merespons wawancara. “Untuk melawan hoaks tentang virus, atau vaksin, menjadi tugas kita untuk meluruskan,” kata Sekretaris Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Kalimantan Timur ini.
Perempuan kelahiran Malang 5 Juni 1976 ini, sejak awal, ikut bergerilya dalam penanganan pandemi. Laporan harian perkembangan kasus COVID-19 yang selalu diumumkan oleh dinas kesehatan (Diskes) kabupaten/kota di daerah, diinisiasi oleh IDI Kaltim.
"Akhirnya, saat ini kami mendata dokter dan nakes saja. Berapa yang terinfeksi, bagaimana perawatannya, hingga mendata dokter-dokter yang wafat karena COVID-19," ucap Swandari, Senin (8/3/2021).
Swandari tercatat sebagai Tim Ahli Satuan Tugas Penanganan COVID-19 di Kabupaten Kutai Kartanegara. Ia juga menjadi salah satu dari 150 peneliti yang tergabung dalam Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19. Yang dibentuk oleh Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN).
Para peneliti ini, mendapat pendanaan khusus untuk menghasilkan penemuan-penemuan yang dapat membantu pemerintah dalam penanggulangan COVID-19.
Dalam konsorsium itu, Swandari mewakili Universitas Mulawarman (Unmul) dengan penelitian yang bergerak dalam riset tanaman herbal khas Kaltim untuk suplemen coronavirus disease 19.
Meski memiliki gelar dokter umum, Swandari memilih mengabdikan hidupnya sebagai tenaga pengajar dan peneliti. Ia menjadi dosen di Fakultas Kedokteran (FK) Unmul. Dan aktif di bidang penelitian dan riset.
Swandari juga menjabat sebagai Ketua Pusat Unggulan Ipteks Perguruan Tinggi Obat dan Kosmetik dari Hutan Tropika Lembap (PUI-PT OKTAL). Di bawah naungan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat LP2M Unmul.
Memaknai Hari Perempuan Internasional tahun ini, Swandari membagikan perspektifnya tentang kondisi perempuan saat ini. Baginya, kesetaraan gender menjadi isu yang masih harus diperjuangkan oleh kaum perempuan. Meski pun di bidang kesehatan, ia mengakui keberadaan perempuan justru mendominasi.
"Hampir 70 persen kelompok nakes adalah perempuan. Mulai dari dokter, perawat, dan bidan. Tapi di luar itu, kan beda," terangnya.
Di bidang riset dan penelitian misalnya, Swandari menyebut, ketimpangan gender masih terjadi. Dilihat dari minimnya keterlibatan perempuan dalam bidang tersebut.
Swandari bahkan menjadi satu-satunya pembicara perempuan. Dalam Webinar Islamic Medicine and Treatment Post COVID-19 Pandemic. Yang digelar oleh Universiti Teknologi Mara Malaysia, Kamis 11 Maret mendatang.
"Itulah tantangannya. Di dunia peneliti, tokoh perempuan, masih sangat sedikit," imbuhnya.
Tantangan lain, yang ia alami sebagai perempuan adalah menyeimbangkan peran sebagai istri dan ibu rumah tangga. Yang harus mengurus keluarga. Dan menjalankan perannya di lingkup profesi.
Sebagai dosen dan peneliti. Swandari memiliki motto hidup yang menjadi motivasi dalam menjalani perannya itu. Yakni audere est facere atau to dare is to do. Yang berarti, untuk berani diperlukan tindakan.
Selama pandemi, Swandari juga mengaku menemui banyak perempuan yang menunjukkan kehebatan luar biasa. "Ada seorang ibu yang ditinggal suami meninggal akibat infeksi COVID-19. Setiap pekan, ia ke pemakaman untuk menyekar makam suaminya. Namun ia tetap tegar, demi anak-anak dan keluarga," kisahnya.
MINYAK KAYU PUTIH
Jurnalis yang memiliki desk liputan di Kantor Pemkot Balikpapan tak akan lupa. Di awal penemuan kasus terkonfirmasi positif, wajah Andi Sri Juliarty tampak kuyu. Bau minyak kayu putih selalu menyeruak ketika konferensi pers penanganan COVID-19 sedang berlangsung.
Andi Juliarty punya peran strategis menanggulangi bencana nonalam ini. Tiada hari tanpa rapat dan koordinasi. Ia menjadi sumber informasi dan tak boleh absen menyampaikan perkembangan kasus.
Karena kondisi itu, Ia mengakui jika waktunya lebih banyak dihabiskan untuk bekerja. "Hubungan sosial, silaturahmi, jadi terbatas juga. Ketika pulang ke rumah sudah lelah. Jadi harus mengatur waktu untuk istirahat," ungkapnya.
Bahkan waktu untuk keluarga juga habis. Sebagai keluarga dokter,-suami dan anak juga dokter, kondisi bisa dipahami. “Teman-teman wartawan harus jaga kesehatan,” katanya suatu kali.
Wabah itu memang menjadi ujian bagi dokter Dio, sapaannya. Ia belum lama dilantik sebagai Kepala Dinas Kesehatan ketika virus asal Wuhan Tiongkok, menyebar. Kepiawaiannya menjelaskan penanganan pandemi, membuatnya dipercaya sebagai Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Balikpapan.
“Untuk mengatasi pandemi ini harus dengan kerja sama semua pihak. Tidak bisa diserahkan ke tenaga kesehatan, rumah sakit, atau pemerintah,” katanya. Dalam setiap pertemuan, ia selalu mengingatkan penerapan protokol kesehatan.
Sebelum dipercaya menjadi Kepala Dinas Kesehatan, Dio meniti karier dari bawah. Sebagai dokter PTT (pegawai tidak tetap), sampai memimpin puskesmas. Kariernya melesat setelah sukses menangani program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) Balikpapan.
Program yang dibentuk tahun 2006 mendapat apresiasi pemerintah pusat. Bahkan, ketika memimpin UPT Jamkesda pada 2012, berhasil mendorong terbitnya Perda tentang Jamkesda.
RELAWAN LINTAS ZAMAN
Ketika orang seusianya memilih istirahat, Siti Aminah ‘keluyuran’ naik turun bukit. Nenek tiga cucu itu punya energi berlebih mencari para penyintas kenker. Dalam situasi pandemi seperti ini, tanggung jawabnya semakin bertambah. Ini karena rumah sakit lebih mengutamakan perawatan pasien COVID-19.
Paling tidak setiap pekan ia kunjungi penyintas kanker. Baik yang sedang menjalani rawat jalan di rumah sakit, maupun menyambangi mereka di rumahnya.
“Sebelum pandemi, setiap Rabu jadwal saya ke ruang kemo RSKD,” katanya.
Bukan untuk menjalani terapi, melainkan mendampingi para pasien kanker. Kondisi saat ini sedikit berbeda. Ia harus memastikan jadwal pasien sebelum mendampingi untuk terapi.
Siti Aminah selalu punya alasan untuk sibuk mendata: ada berapa pasien yang dirawat, di mana rumahnya, penyakit apa yang diderita. Selain karena tanggung jawab sebagai Sekretaris Yayasan Kanker Indonesia Cabang Balikpapan, ia merasa punya kewajiban memupuk semangat pasien.
Seringkali ia kunjungi pasien sekadar menemani ngobrol, memberikan dukungan, sampai memberikan bantuan. Kadang berupa uang, kadang berupa makanan pendamping.
Perempuan 65 tahun ini bergabung di YKI sejak tahun 2012. Keterlibatan peraih sejumlah penghargaan Pemerintah Kota Balikpapan ini bermula ketika melihat perempuan baya penderita kaker stadium lanjut.
Keinginan beristirahat setelah pensiun langsung buyar. Ia meminta maaf kepada anak cucu karena melanggar janji untuk di rumah saja selepas mengabdi kepada negara.
Aminah dan ibu-ibu sepuh lainnya masih rajin berkeliling. Menempuh perjalanan sulit di berbagai pelosok. Secara bergantian ia kunjungi pasien kanker otak di Karang Joang, atau remaja penderita kanker tulang di Kelurahan Gunung Bahagia.
Di Batakan, misalnya, Aminah menemui seorang pria yang divonis kanker kelenjar getah bening. Atau warga Kelurahan Sungai Nangka, yang terkena kanker mulut.
Bekas Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Balikpapan mengaku akan terus mendampingi para penderita kanker sampai tidak lagi memiliki kemampuan. “Selama saya masih bisa jalan, insyaallah saya akan terus lakukan,” katanya.
Mengutip Swandari Paramita, banyak perempuan yang sebelumnya biasa saja, menjadi sosok yang lebih kuat selama pandemi. Inilah kekuatan perempuan yang tersimpan di balik sikap lemah lembutnya. (krv/ryn/yos)
Tags :
Kategori :