Ardiansyah Sulaiman, Tukang Sapu yang Kini Jadi Bupati

Minggu 28-02-2021,15:00 WIB
Reporter : Disway Kaltim Group
Editor : Disway Kaltim Group

Meski telah bulat memilih Unmul, dirinya tetap harus memutar otak. Memikirkan bagaimana biaya kuliah dan ongkos hidup sehari-hari yang tentu semakin mahal. Tetapi berkat aktif di organisasi Pemuda Muhammadiyah, Ardiansyah dipercaya jadi perwakilan di Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Samarinda. Nah dari situ pula ia banyak kenal orang dari Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Samarinda.

Tawaran kerja datang. Ia diminta untuk membersihkan gedung bulutangkis pagi hari dan menutupnya pada malam hari. Upahnya per bulan Rp 50 ribu, sementara uang semester di FKIP Unmul kala itu Rp 27 ribu. Tak pikir panjang, ia langsung ambil pekerjaan itu.

“Karena sisanya sangat banyak. Bisa dipakai untuk kebutuhan lainnya,” ucap Ardiansyah.

Bangun pagi-pagi untuk membersihkan gedung bulutangkis itu dan membukanya. Kemudian untuk urusan siapa yang bermain dan jadwal, orang lain yang mengaturnya. Sehingga ia bisa pergi kuliah dan melakukan aktivitas lainnya. Malam, sekira pukul 22.00 dirinya kembali ke gedung bulutangkis untuk membersihkan kembali dan menutupnya.

“Menyapu, mengepel lantai hingga buang sampah saya lakukan semua,” imbuhnya.

Sehingga dirinya merasa sangat beruntung sekali, pekerjaan tersebut justru yang membiayai dirinya kuliah. Lama dirinya bekerja sebagai tukang bersih-bersih di gedung bulutangkis itu. Sama dengan lama masa studinya di FKIP Unmul. Hebatnya lagi, dirinya masih sempat menjadi ketua Pusat Studi Islam Mahasiswa (Pusdima) Unmul dua periode.

Walaupun kuliah sambil bekerja, Ardiansyah juga sosok aktivis kampus. Menjadi mahasiswa, Ardiansyah tak hanya disibukan dengan urusan tugas kuliah saja. Dirinya kerap membuka forum diskusi. Baik yang berbau keagamaan, kebangsaan hingga perkembangan kontemporer pada masanya. Kecintaan terhadap buku juga tidak luntur. Buktinya ia menggagas Forum Resensi Buku Samarinda di tahun 1988. Ratusan buku dibedah dan ditarik kesimpulannya hingga menjadi sebuah informasi bagi pembaca awam.

Di penghujung kuliah, dirinya sempat mengajar privat bahasa Inggris. Hanya sebagai bentuk mencari pengalaman saja baginya. Sekaligus menyiapkan diri sebelum terjun ke dunia kerja. Karena Ardiansyah kala itu memiliki target bisa masuk perusahaan skala nasional yang ada di Kaltim.

*

MENITI KARIER POLITIK

Menjadi sarjana pendidikan. Ardiansyah tak langsung bekerja sebagai guru. Tetapi dirinya justru diterima oleh PT BBE, Bukit Baiduri Enterprise kala itu namanya. Hanya saja Ardiansyah merasa itu bukan passion-nya. Hanya 6 bulan bekerja, ia kembali mengajar bahasa Inggris. Hingga kesempatan menjadi PNS datang di tahun 1992. Dirinya ditugaskan di Kecamatan Muara Ancalong.

Pada 1997, badai krisis moneter menghantam negara di Asia Tenggara. Pemerintah saat itu tak bisa meredam, hingga pada 1998 terjadi reformasi di Indonesia. Presiden Soeharto mengundurkan diri. Momen ini juga menjadi momen Ardiansyah terjun ke dunia politik.

Kala reformasi terjadi, banyak bermunculan partai politik dari berbagai platform. Termasuk pula remaja masjid, ingin menyatu dengan partai politik. Komunikasi aktif remaja masjid se-Indonesia massif berjalan. Sampai akhirnya terbentuk Partai Keadilan. Ardiansyah sendiri aktif sebagai remaja Masjid Baiturrahim, di Jalan Lambung Mangkurat. Selain itu, ia bersama Hadi Mulyadi juga jadi pengurus di remaja Masjid Al Ma’ruf di depan Mal Lembuswana Samarinda.

Saling berdiskusi, saling menguatkan dan memiliki satu visi yang sama, Ardiasnyah dan Hadi Mulyadi pun sepakat terjun ke dunia politik. Jabatan PNS selama 6 tahun yang disandang Ardiansyah pun dilepas. Lantaran ia dipercaya menjabat sekretaris Partai Keadilan wilayah Kutai saat itu. Sebagai partai dakwah, Partai Keadilan saat itu memang membutuhkan kader yang aktif sebagai remaja masjid. Baik di tingkat kampus maupun di masjid yang berada di lingkungan masyarakat.

Pasca reformasi, tatanan negeri ini coba disusun kembali. Pemilihan Umum pun dipercepat menjadi tahun 1999. Ardiansyah pun sebenarnya tidak terbayang untuk bisa menjadi anggota legislatif. Mewakili Kecamatan Sangatta, ia sebenarnya tanpa beban maju menjadi wakil rakyat.

“Jadi sebenarnya mengalir saja. Menjadi anggota dewan di Tenggarong juga saya jalani apa adanya,” paparnya.

Reformasi itu juga membuka keran otonomi daerah. Sehingga banyak wilayah yang memekarkan diri. Termasuk Kabupaten Kutai, dipecah menjadi Kutai Kartanegara, Kutai Barat dan Kutim sendiri. Pada 28 Oktober 1999 Kutim berdiri. Karena mewakili warga Sangatta di pemilu, maka Ardiansyah diminta untuk menjadi anggota DPRD Kutim. Bahkan pada tahun 2000 ia langsung dipercaya menjadi ketua Komisi C DPRD Kutim.

Tags :
Kategori :

Terkait