Ardiansyah Sulaiman, Tukang Sapu yang Kini Jadi Bupati

Minggu 28-02-2021,15:00 WIB
Reporter : Disway Kaltim Group
Editor : Disway Kaltim Group

Nama Ardiansyah Sulaiman di Kutai Timur (Kutim) memang sudah banyak dikenal. Saat sosoknya maju di Pilkada Kutim 2020 pun tak sedikit yang menjagokan dia keluar jadi pemenang. Prediksi itu ternyata akurat. Kini dirinya hanya menunggu pelantikan saja untuk menjadi orang nomor satu di Kutim.

Oleh: HAFIDZ PRASETIYO (KUTIM)

TETAPI, tak banyak yang tahu mengenai cerita masa kecilnya. Apa saja yang pernah dilaluinya dan bagaimana awal mula dirinya terjun ke dunia politik. Awak media Disway Kaltim berkesempatan untuk bertemu dirinya pada Rabu, 30 Desember 2020 lalu. Bincang santai tersebut justru menguak cerita-cerita yang selama ini tak banyak terungkap itu.

Ardiansyah lahir pada 5 Februari 1964 di Muara Pahu (kini jadi kecamatan di Kutai Barat). Seperti anak kecil lainnya, bermain dan belajar adalah kegiatan utamanya saat itu. Tetapi di luar waktu bermain dan belajar. Ardiansyah juga turut membantu perekonomian keluarga. Dirinya jadi penjaja es dan kue buatan sang ibu. Ia berkeliling kampung menawarkan dagangannya setiap usai pulang sekolah.

Bahkan pada tahun 1975 setelah pindah ke Tenggarong Ardiansyah kecil masih tetap berjualan. Hampir tiap hari ia berkeliling dari kawasan Sukarame hingga pelabuhan depan Museum Tenggarong. Dari berjualan itu dirinya bisa memiliki uang sangu sendiri untuk ke sekolah.

“Dulu pegang uang Rp 50 bagi anak kecil sudah cukup banyak,” ucap Ardiansyah.

Menjajakan jualan dengan bertemu banyak orang membuat pemikirannya terbuka. Dirinya ingin terus mengembangkan diri dan haus akan ilmu dan pengalaman. Setelah lulus dari SD Teladan 05 Tenggarong, ia mengambil keputusan besar. Sebenarnya Ardiansyah diterima di SMPN 1 Tenggarong, tetapi jalan lain dipilihnya. Pilihannya jatuh ke SMP Muhammadiyah 1 Samarinda sebagai tempat melanjutkan pendidikan.

“Tidak tahu kenapa. Saya merasa hanya ingin menambah pengalaman saja,” tuturnya.

Di Kota Tepian, Ardiansyah tinggal bersama kakek dan neneknya. Pada masa SMP ini memang tak banyak cerita yang bisa dibagi. Karena ia memang hanya fokus belajar saja. Bergabung menjadi Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) pun hanya sebatas anggota. Tetapi untuk biaya sekolah ia tidak risau, karena mendapat beasiswa dari Pemprov Kaltim.

“Saya lupa saat itu gubernurnya siapa. Tapi Biro Sosial pak Hamri Haz yang menjabat,” katanya, mengenang.

Kemudian, masuk ke dunia SMA. Ardiansyah muda memilih SMA Negeri 2 Samarinda. Sekolah yang terletak di Jalan Kemakmuran Samarinda itu mempertemukan dirinya dengan Hadi Mulyadi. Yang di kemudian hari berperan penting dalam karier politiknya.

Masa SMA, dirinya kembali tak pusing soal biaya sekolah. Beasiswa kembali berhasil diraih. Untuk uang jajan dan kegilaannya dengan buku didapat dari membantu sang kakek menjaga toko bangunan. Sepulang sekolah ia habiskan di toko bangunan yang terletak di Jalan Lambung Mangkurat. Sembari menunggu pelanggan, ia gunakan kesempatan itu melahap buku.

“Mulai buku pelajaran, ilmiah, agama filsafat hingga psikologi saya baca. Uang bantu jaga toko ini saya belikan buku,” sebut Ardiansyah.

Masa remajanya memang tidak seperti remaja pada umumnya yang banyak menghabiskan waktu untuk kegiatan yang tak perlu. Dirinya justru banyak membaca buku yang baginya memiliki sisi asyik tersendiri. Tidak hanya buku lokal, buku berbahasa Inggris pun dibacanya. Hal ini pula yang membuat dirinya tertarik dengan sastra dari negara Ratu Elizabeth tersebut.

*

KULIAH, ORGANISASI, DAN BEKERJA

Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Ilmu Keguruan dan Pendidikan (FKIP) jadi bidikan Ardiansyah selanjutnya. Dirinya sempat ingin berangkat ke Malang. Terpilih jadi siswa yang diterima di IKIP Malang melalui jalur Penerimaan Minat dan Bakat. Karena terbentur biaya, akhirnya ia memilih FKIP Universitas Mulawarman (Unmul) untuk melanjutkan jenjang pendidikan.

Tags :
Kategori :

Terkait