Gagasan dan Pendekatan

Senin 30-09-2019,09:04 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

MEJA nomor 15 terlihat paling ramai. Nada obrolannya lantang. Masing-masing mempertahankan argumennya. Seakan tak menghiraukan meja-meja lain di sekelilingnya. Warung kuliner itu lagi ramai-ramainya pengunjung. Pas jam makan siang. Si Pulan yang memulai duluan. Entah dari mana awalnya. Tiba-tiba berujar kurang lebih seperti ini. “Pokoknya, yang mumpuni jadi pemimpin memiliki basik sarjana teknik. Apapun itu”. Pulan memang Sarjana Teknik (ST). Kemudian melanjutkan kuliah S2 Manajemen. Dan saat ini masih menempuh studi S3. Kandidat Doktor. “Kamu teknik juga kan?” tanya Pulan, ke rekannya. Yang ditanya hanya mengangguk. Baim kurang terima dengan pendapat itu. Sarjana Ekonomi dari Auckland, Selandia Baru itu, menganggap bahwa Sarjana Ekonomi lah yang harus memimpin. “Dimana-mana orang menganalogikan pengelola perusahaan itu, ya manajemen,” katanya. Artinya, jurusan manajemenlah yang mumpuni untuk menjadi seorang leader. “Kan ada teknik industri. Disitu tertuang soal manajemen,” kata Pulan, kukuh dengan pendapatnya. Obrolan tak berhenti. Terus-terusan mencari argumen. Saling ngotot. Pokoke keluar. Harga mati. Kendati itu disampaikan dengan jenaka. Tapi, apapun itu. Berbasis Sarjana Teknik atau Manajemen. Memiliki ide cemerlang. Gagasan yang luar biasa hebatnya. Jika tidak berkomunikasi dengan baik. Jika pendekatannya kurang pas. Tentu pesannya tidak akan sampai dengan baik. Efeknya macam-macam. Bisa jadi gagasan yang baik itu tidak terealisasi. Justru bisa mendapat penolakan dari publik. Resistensi. Seperti yang kini sedang marak. Demo-demo mahasiswa dan dosen soal RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) itu. Pendekatan yang kurang baik, efeknya luar biasa dahsyat. Kerusuhan. Demonstrasi dimana-mana. Bahkan sudah ada korban nyawa. Dan akhirnya ini; delegitimasi terhadap pimpinan negara. Harus dipahami. Ketika wacana dilempar ke masyarakat interpretasinya bisa berbeda-beda. Latar belakang pendidikan, budaya hingga kepentingan akan memengaruhi persepsi publik. Apalagi jika yang beredar itu berpijak dari data yang tidak valid. Data lama. Atau yang belum diperbaharui. Analis paling hebat sekali pun, jika berpijak dari data dan fakta yang salah, hasilnya juga keliru. Nah, sekarang apa betul draft yang beredar di masyarakat itu sudah sesuai dengan yang dimaksud. Tertuang dalam RKUHP itu? Karena itu, DiswayKaltim.com secara bersambung akan mengulas pendapat dari praktisi hukum terkait RKUHP, mulai hari ini. Berikut review poin-poin yang ramai menjadi bahan perbincangan. Rangkuman pasal karet yang mengundang Polemik dalam RKUHP: 1. Pasal 52 & 54: penjahat di atas 75 tahun tidak dipenjara. 2. Pasal 218: pengkritik presiden dipenjara enam bulan. 3. Pasal 252: pelaku santet dipenjara tiga tahun. 4. Pasal 278: ayam peliharaan masuk ke kebun orang dan makan di kebun orang denda Rp 10 juta. 5. Pasal 291: bersikap tidak sopan di hadapan hakim dipenjara lima tahun. 6. Pasal 335: kenakalan para bad boy dikenakan hukuman pidana denda Rp 10 juta. 7. Pasal 419 ayat 1: setiap orang yang melakukan hidup bersama di luar pernikahan dipenjara enam bulan. 8. Pasal 432: wanita pulang malam atau hidup gelandangan terkena denda Rp 1 juta. 9. Pasal 480 ayat 1 & 2: suami perkosa istri sendiri dipenjara 12 tahun. Rangkuman 10 Pasal yang mengancam kebebasan Pers versi AJI dan LBH Pers: 1. Pasal 219 tentang penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden. 2. Pasal 241 tentang penghinaan terhadap pemerintah. 3. Pasal 247 tentang hasutan melawan penguasa. 4. Pasal 262 tentang penyiaran berita bohong. 5. Pasal 263 tentang berita tidak pasti. 6. Pasal 281 tentang penghinaan terhadap pengadilan. 7. Pasal 305 tentang penghinaan terhadap agama. 8. Pasal 354 tentang penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara. 9. Pasal 440 tentang pencemaran nama baik. 10. Pasal 444 tentang pencemaran orang mati. Menurut Dosen Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Balikpapan (Uniba), Dr Abdul Haris Semendawai, yang dikutip dari DiswayKaltim.com menilai, munculnya gelombang protes disebabkan kurangnya pemahaman masyarakat terhadap pasal-pasal dalam RKUHP. Karena itu, soal komunikasi dan pendekatan sangat penting. Apalagi dalam hal KUHP yang dampaknya akan dirasakan masyarakat luas. Momennya juga kurang pas. Saat hangat-hangatnya Revisi UU KPK. Yang banyak diprotes publik itu. Wajar saja, jika publik bertanya, “ada apa ini?”. Kenapa seolah pemerintah dan DPR kejar target. Padahal soal UU itu akan banyak dirasakan masyarakat. Atas dasar itu, pemerintah seyogianya melakukan pendekatan yang baik. Transparan. Karena sasaran dari aturan itu adalah khalayak. Mereka harus tahu dan paham. Langkah-langkah yang dilakukan misalnya, pertama mengclearkan dulu draft yang valid. Disampaikan ke masyarakat luas. Ini loh draft RKUHP yang dipakai !. Kemudian kedua, meminta masukan dari berbagai stakeholder yang bisa merefresentasikan khalayak. Akademisi, praktisi, LSM dsb. Tentu tak semua masukan bisa diakomodasi. Tapi paling tidak, bisa menjadi bahan pertimbangan. Kemudian memberikan jangka waktu. Hingga kapan proses penerimaan masukan dilakukan. Lalu kapan proses penggodokan tim kecil rampung. Sampai kapan dilakukan penetapan. Semuanya bisa disampaikan secara transparan. Jika semua prosesnya sudah dilalui, giliran pemerintah dan DPR yang memverifikasi. Pemerintah tentu punya hak dalam menimbang, menyesuaikan dan memutuskan. Kalau dalam perjalanannya ada kendala, kan bisa dievaluasi lagi. Direvisi lagi. Komunikasi yang baik, selain secara sirkuler melakukan sosialisasi, faktor waktu juga perlu diperhatikan. Karena pasti penolakan itu bukan hanya lantaran gagalnya proses komunikasi. Tapi bisa jadi karena faktor lain; kepentingan, ideologi bahkan mungkin soal perasaan. Nah, kembali ke perbincangan di awal tadi. Di meja no 15. Bagaimana dengan Anda? Apakah setuju pemimpin berbasis teknik, atau manajemen? Kalau saya sih, memilih kemampuan berkomunikasi yang baik... Wasalam   */Pemimpin Redaksi Disway Kaltim.

Tags :
Kategori :

Terkait