“Jadi di manapun, kamu bisa dihargai dan menghargai orang lain.”
Saya tinggal di gang sempit. Di mana saat itu saya sekolah di sekolahannya anak orang kaya. Semua diantar sekolah naik mobil. Dan saya diantar pakai becak.
Dari kecil saya kok malu ya naik becak terus. Dan saya turun itu selalu jauh jaraknya dari sekolahan. Supaya teman-teman saya enggak tahu saya cuma naik becak.
Sampai akhirnya saya bermimpi dan bilang ke Papa “Pa, kapan kita ini punya mobil?”
“Kondisi tambak di Situbondo enggak memungkinkan kita punya mobil. Karena hutang Papa juga sangat banyak sekali,”
Entah kenapa dari kecil saya adalah seorang pemimpi. Setiap lihat orang naik mobil saya selalu bilang. Entar saya juga punya mobil. Selalu saya katakan seperti itu.
Sampai akhirnya waktu itu Papa saya jual tambak. Dan dibelikan mobil baru. Mobil enggak bagus tapi setidaknya mobil baru.
Dan ternyata saya juga bisa merasakan seperti teman-teman saya. Naik mobil turunnya tepat di depan pintu gerbang sekolahan.
Makanya saya sangat bersyukur. Walau saya tidak lahir dari orang tua konglomerat. Tapi Papa saya bisa berikan yang belum tentu orang tua lain berikan. Yakni petuah bahwa saya harus punya harga diri.
Dalam situasi apa pun kita harus bisa menjaga harga diri kita. Enggak harus cantik, harus kaya, dan harus pintar.
Sampai akhirnya nasib membawa saya ke Samarinda.
Dengan berat badan sekitar 90 kg. Saya dijodohkan dengan laki-laki Samarinda. Saya yakin orang tuanya bilang, “Ngapain, jauh-jauh (ke Surabaya) dapatnya tong minyak, drum minyak gini.”
Zaman dulu, Gaes. Ndak ada ponsel yang bisa video call. Ponselnya kecil cuma bisa SMS-an. Jadi saya itu dijodohkan dengan suami saya dari sepupu saya.
Di mana sepupu saya itu sangat berarti. Karena kalau tidak ada dia. Nasib saya tidak akan sebaik hari ini. Sampai kapan pun saya enggak akan pernah lupa bagaimana sepupu saya mengenalkan saya dengan suami saya.
Jadi suami saya bilang saat itu badannya gemuk. Saya bilang badan saya kurus. Padahal berat saya sekitar 90 kg.
Begitu ketemu mungkin dia shock ya. Mau cancel tapi enggak bisa karena ketemunya di bandara. Dia bilang. “Lho, kamu kok gendut. Kok seperti ini? Saya juga bilang, kamu kok seperti itu,”