Samarinda, nomorsatukaltim.com - TIDAK terasa. Sepak bola Indonesia sudah mati suri selama 11 bulan. Periode yang cukup panjang tanpa adanya tontonan sepak bola dalam negeri. Untuk situasi yang sebenarnya masih bisa diakali. Demikian pemikiran gelandang Borneo FC Samarinda, Sultan Samma.
Harus diakui. Kalau sepak bola masih jadi olahraga paling populer di Indonesia. Sehebat apa pebulu tangkis Tanah Air berprestasi di ajang internasional. Seburuk apa pengelolaan sepak bola Indonesia. Karena kalau bicara prestasinya. Lebih buruk lagi. Tetap saja sepak bola digandrungi.
Tak hanya disukai. Sepak bola juga menjadi tumpuan banyak orang mengais rezeki. Dari mereka yang terlibat di lapangan. Sampai di luar stadion. Dampak domino ekonomi kerakyatannya sangat terasa.
Sedikit bisa jadi pemakluman. Bahwa Liga Indonesia musim 2020 dihentikan karena pandemi. Soal itu, pemain dan klub pun tahu diri. Tapi beda lagi cerita setelahnya. Karena liga sepak bola dunia pada akhirnya bisa dijalankan tanpa memberi dampak buruk yang berarti.
Tak usah jauh-jauh bicara sepak bola Eropa. Di Asean saja. Liga-liga di negeri tetangga bisa dijalankan. Vietnam jadi negara Asia Tenggara pertama yang melanjutkan kompetisi sepak bolanya. Disusul Thailand dan Malaysia.
Di Asia. Jepang, Korsel, China pun mampu menyelesaikan kompetisi di tengah pandemi. Tentunya dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat. Hal inilah yang beberapa kali membuat Sultan Samma iri.
"Harusnya memang bisa. Kalau regulasinya mengikuti prokes ketat, pemain pasti bisa menjalankannya,” kata pemain bernomor punggung 22 itu.
Menurut pemain pemilik 85 penampilan bersama Pesut Eta mini. Seluruh insan sepak bola pasti sudah rindu betul akan pertandingan sepak bola nasional. Pun para suporter yang sudah lama tak bisa menyaksikan para jagoannya berlaga. Walau hanya lewat layar kaca.
"Coba tanya masyarakat, pasti mereka juga rindu hiburan. Apalagi pemain dan seluruh komponennya di sepak bola Indonesia. Kalau penonton tak diperbolehkan ke stadion, mereka pasti mengikuti aturan dengan menyaksikan di televisi,” tambahnya.
Tapi pada akhirnya, Sultan menyadari kapasitasnya sebagai pemain. Yang hanya bisa kecewa dan menerima segala keputusan federasi dengan legawa. Ia pun berharap jika kekecewaan dari pemain ini bisa jadi energi tersendiri bagi PSSI dan PT LIB untuk lebih keras berusaha menggelar kompetisi lagi.
“Saat ini sebagai pemain, kami hanya bisa menunggu kapan PSSI menggelar kembali kompetisi beserta ijin kepolisiannya,” ujar Sultan.
Pemain 34 tahun itu mewanti-wanti agar PSSI tak lagi mengulur waktu lagi. Untuk segera mendapatkan izin keamanan dari kepolisian. Dilanjutkan dengan menyusun format dan regulasi liga musim 2021.
Karena mati suri selama 11 bulan saja sudah berat bagi klub dan pemain. Apalagi harus menanggung lebih lama lagi. Bukan hanya dari sisi finansial. Di mana kepercayaan sponsor bisa makin tipis. Tapi mental pemain juga bakal berpengaruh.
Belum lagi bicara pemain muda. Mereka butuh kompetisi untuk meningkatkan kapasitas. Yang sedikit banyak bakal mempengaruhi kualitas timnas pula.
"Bulan Januari sudah hampir selesai. Semoga ada kejelasan setelah ini. Mau dibuat menunggu sampai kapan lagi para pemain,” pungkasnya. (frd/ava)