Pemilih di Pilkada 2020 Kurang Bergairah

Jumat 11-12-2020,14:00 WIB
Reporter : admin12_diskal
Editor : admin12_diskal

BALIKPAPAN, nomorsatukaltim.com –Partisipasi masyarakat Balikpapan dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) tahun ini diperkirakan tak mencapai target. Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi memperkirakan jumlah pemilih tahun ini tak berbeda jauh dengan lima tahun silam.

Jika dilihat dari jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang mencapai sekitar 430 ribu lebih, maka ada sekitar 200 ribu DPT yang tidak memilih. "Dari segi pembiayaan rugi kita,” katanya. Untuk pilkada kali ini, Balikpapan menggelontorkan Rp 83 miliar. Kalau dibagi per suara, maka setiap suara berharga Rp 187 ribuan. Jika dikalkulasi dengan 200 ribu pemilih yang tidak mencoblos, maka kerugian ditaksir di angka Rp 35 miliar. Baca juga: Menanti Janji Sang Jawara "Saya curiga dia (pemilih) takut ke TPS karena COVID,” jelasnya. Meski begitu, wali kota dua periode ini menyatakan secara umum pelaksaan pilkada berhasil. “Cuma yang kurang menggembirakan tingkat partisipasi," imbuhnya. Rizal menyayangkan hal itu. Menurutnya, secara umum pelaksanaan pilkada berjalan lancar, aman dan tidak ada kejadian yang tak diharapkan. Selain soal partisipasi, pemerintah juga menerima informasi ada 8 ribu lebih suara rusak. Soal partisipasi pemilih, Rizal enggan menilai sejauh apa sosialisasi KPU dalam memaksimalkan jumlah partisipasi pemilih. "Saya belum melihat sampai di situ. Apakah karena KPU juga ganti-ganti, banyak yang terkonfirmasi positif sehingga sosialisasi kurang berhasil. Ya ini tanggungjawabnya bukan KPU saja tapi pemerintah daerah juga, kenapa sampai tingkat partisiasi rendah," sesalnya. Secara nasional, Rizal menganggap kondisi ini juga dialami daerah lain. Banyak orang yang was-was datang ke TPS karena Pilkada dilaksanakan di masa pandemi. "Itu mungkin yang menjadi catatan penting pelaksanaan pilkada," tambahnya. Jumlah pasangan calon juga dinilai berpengaruh terhadap tinggi rendahnya partisipasi pemilih. "Bisa jadi juga, karena pilihannya calon tunggal, orang tidak punya pilihan jadi agak kurang semangat. Tapi yang paling terasa mungkin soal COVID," terangnya. "Sayang tingkat partisipasi kurang. Padahal cuacanya bagus sekali kemarin, tidak hujan, tidak panas," imbuhnya. Ketua Partai NasDem Balikpapan itu berkomentar mengenai hasil perolehan sementara yang dimenangkan paslon. Sedangkan kolom kosong juga dinilai sangat baik bisa meraih sampai 37 persen. "Saya kira ini pelajaran politik yang bagus. Kita, kolom kosong ini baru terjadi. Dalam sejarah baru sekali ini," imbuhnya. Terkait partisipasi yang anjlok, Ketua KPU Balikpapan Noor Thoha angkat bicara. Menurutnya semua elemen masyarakat sudah paham mengenai masalah yang dihadapi daerah karena adanya pandemi. "Kita tidak mau mencari legitimasi atau pembenaran, tapi hampir di seluruh daerah partisipasi itu menjadi korban karena pandemi," ujarnya. Ia menilai KPU sudah berusaha sebaik mungkin dan melakukan apa yang harus dilakukan. Sosialisasi sudah dilakukan secara all out. Namun banyak faktor yang menjadikan partisipasi DPT turun. "Ada multi faktor, misalnya pandemi dan seperti yang kita tahu bahwa ada calon tunggal, kemudian faktor lain karena ideologi, karena keengganan masyarakat, faktor ekonomi, ada macam-macam," urainya. Ia mengakui jika demokrasi mestinya tercermin dari proses kompetisi dan partisipasi dalam pemilihan umum. Idealnya harus seimbang. Namun di sisi lain, nilai partisipasi, misalnya di bawah 50 persen, tidak membatalkan legitimasi kompetisi. "Itu tetap dihitung berdasarkan suara sah itu berapa sih. Partisipasi itu benar-benar kita kejar, tapi secara keabsahan di dalam pilkada itu tidak ada pengaruhnya," terangnya.

BUKAN UNTUNG RUGI

Thoha menolak jika penyelenggaran pilkada dilihat dari segi pembiayaan. KPU Balikpapan telah menganggarkan sekitar Rp 50 miliar untuk Pilkada 2020. Menurut Thoha, penggunaan anggaran itu bukan dinilai dari segi untung dan ruginya terhadap partisipasi masyarakat, layaknya seperti menggelar event. Khusus penyelenggaraan pemilihan umum, anggarannya dihitung sedetail mungkin sesuai dengan pengeluarannya. untuk membiayai hal-hal yang memang semestinya dibayarkan untuk penyelenggaraan kontestasi Pilkada 2020 di Balikpapan. "Misalnya jumlah anggota KPPS sekitar 13 ribu orang. Namun karena partisipasinya rendah kan tidak mungkin gajinya dipotong, begitu," katanya. Dalam konteks KPU sebagai penyelenggara, tidak menghitung rugi dan laba, tapi bagaimana penyelenggaraan Pilkada bisa sebaik-baiknya, lancar, aman, tertib, dan tentu saja syukur-syukur kalau partisipasinya tinggi. "Konsep KPU kan bukan seperti orang yang sedang Berniaga. Jadi tidak berdasarkan untung dan rugi, " imbuhnya. Selain itu, Thoha juga menjelaskan soal aplikasi real count atau quick count yang bernama Si Rekap. Aplikasi ini yang digadang-gadang mampu membantu KPU dalam menghitung cepat secara tepat dalam waktu yang singkat. Namun pada kenyataannya, Si Rekap masih dalam pengembangan dan belum sempurna 100 persen. "Jadi terlalu dini kalau saya sampaikan (hasil perhitungan cepat KPU) dari hasil kerja Si Rekap," katanya. Thoha menyebut, sampai kemarin pagi (kemarin lusa), dari 1.505 TPS, yang hasilnya masuk dalam aplikasi Si Rekap baru sekitar 300 TPS. "Kalau bicara partisipasi paling rendah kami belum (bisa pastikan). Sementara kami belum punya punya data yang valid. Kalau faktor (partisipasi rendah) bisa dikira-kira. Tapi kalau data tidak bisa," katanya. Merunut tahapan selanjutnya, Thoha menyebut penghitungan suara masih berlanjut. Di tanggal 11 sampai 14 Desember, hasil pemungutan suara akan diplenokan di tingkat PPK. Sementara tantangan pilkada kali ini, ialah para petugas PPK harus bekerja ekstra. Sebab harus mendokumentasikan kembali hasil pemungutan suara di TPS, yang kini kotak suaranya sudah dikumpulkan di tingkat kecamatan. Anggota PPK harus kerja ekstra karena masih banyak hasil pemungutan suara yang belum berhasil diupload ke aplikasi Si Rekap. "Harus difoto lagi terus diupload lagi. Nah kalau diupload dengan jaringan yang lelet, butuh berapa lama? Kita juga masih memikirkan ini," katanya. Sementara itu, proses pleno dalam Pilkada tahun ini, tidak didesain secara manual.  Padahal jika SiRekap berjalan normal, maka proses pleno akan berjalan dengan sangat cepat, tidak perlu dihitung dan diketik secara manual. Tapi cukup mengandalkan komputer. Sehingga saksi dan pengawas juga hanya perlu mencocokkan data tanpa khawatir human error. "Dengan demikian bisa selesai cuma butuh waktu tiga jam. Tapi karena Si Rekap harus diulang difoto di kecamatan (harus kerja dua kali). Semestinya sudah dilakukan di TPS. Nah ini yang nantinya ditakutkan sampai berlarut-larut," katanya. (ryn/yos)
Tags :
Kategori :

Terkait