Tak ada nongkrong, senang-senang lainnya. Pagi hari berangkat ke arena latihan, berlatih hingga petang. Pulang, lelah, istirahat. Besoknya, diulang lagi. Selalu seperti itu.
Berkumpul dengan rekan sejawat hanya sesekali saja. Ya, 3 bulan sekali lah.
“Hari libur latihan saja saya biasanya jogging, Mas,” kata Indri.
Soal hiburan, keduanya punya selera serupa. Yakni membunuh waktu dengan menonton YouTube. Tahu apa yang mereka tonton? Video panahan. Jleb. Tidak bosan-bosannya.
Meski kehilangan masa remajanya, Indri tak sama sekali menyesali. Dari panahan, ia bisa menyelesaikan kuliah dengan biaya sendiri. Hal itu jadi kebangaan tersendiri buatnya. Walau harus kerap pergi ke kampus dengan mengenakan baju olahraga, yang tidak trendi itu. Indri tak mengapa.
“Prinsip saya, sekali saya nyemplung, saya harus basah sekalian. Gak mau naik, lalu terjun lagi. Harus total,” lanjut Indri. Yang bercita-cita ingin menjadi atlet panahan sampai tangannya tak mampu menarik busur lagi.
*
IMPIAN
Indri sangat kesemsem dengan Korea. Bukan karena Oppa-Oppanya. Bukan pula karena drakornya. Sesuatu yang tabu buat wanita yang tontonan kegemarannya adalah video panahan itu.
Di Korea, atlet panahan dibina lebih wow ketimbang negara lainnya. Di sana, atlet diharuskan menembak minimal 300 kali. Tiga kali lebih banyak dari standar di Indonesia.
“Tapi di sana latihannya di indoor, Mas. Lalu papan skornya bisa ditarik dengan alat khusus. Jadi ketika mau ambil anak panah gak perlu jalan jauh-jauh,” tutur penyuka makanan pecel itu.
Lalu sejak dini, atlet panahan di Korea dituntun dan dituntut menjadi atlet kelas dunia. Bukan lagi harus berprestasi di level nasional dan Asia saja. Di Indonesia bagaimana? Ah sudahlah.
Tapi Indri enggan membawa standar Korea itu di Indonesia. Menurutnya pola latihan saat ini sudah bagus bagi atlet Indonesia. Karena memang berbeda karakter. Termasuk soal fasilitas itu.
“Kalau kita dapat alat yang memudahkan latihannya tambah malas. Jadi memang sudah tepat metode kita sekarang ini,” tuturnya.
Suatu saat, Indri punya mimpi. Untuk bisa berlatih di Korea, ala Korea. Sedikitnya selama 6 bulan. Ia sangat ingin merasakan atmosfer latihan di Negeri Gingseng itu.
Sementara Phia punya impian berbeda. Ia memilih Amerika Serikat sebagai negara yang masuk daftar mimpinya. Ia memandang Amerika Serikat juga sangat serius mengembangkan olahraga panahan.
“Saya pengen ke Amerika. Latihan di sana. Dan bertemu atlet panahan idola saya, Toja Ellison,” ucapnya malu-malu.