Janji Julio untuk Pangan Kaltim

Kamis 12-11-2020,15:45 WIB
Reporter : admin12_diskal
Editor : admin12_diskal

Mencari milenial yang bekerja di sawah bukan hanya sulit, tapi amat sangat sulit. Banyak sebabnya. Mulai soal gengsi, sampai minimnya teknologi di bidang pertanian.

nomorsatukaltim.com - Julio Prasetya, ialah sedikit dari pemuda yang mau bergelut dengan lumpur, membajak sawah. Pria 26 tahun ini sudah mantab memilih jalan sebagai petani. Sarjana teknik itu tak canggung menggarap sawah seluas tiga hektare milik orang tuanya. Di Desa Sumber Sari, Kecamatan Babulu, Penajam Paser Utara. Wilayah ini memang salah satu lumbung pangan bagi Kalimantan Timur. Julio menyelesaikan studi di Program Sarjana Teknik Perminyakan, STT Migas Balikpapan pada 2019. Ia pernah mencoba beberapa pekerjaan sebelum nyemplung ke sawah. Ia sosok pekerja keras. Ini bisa terlihat dari aktivitas yang digeluti saat mahasiswa. Bergabung menjadi pengemudi ojek daring sampai lulus kuliah. Sebelum akhirnya ia diterima bekerja di proyek perluasan kilang Pertamina (RDMP) di Balikpapan. Meskipun sudah sesuai dengan disiplin ilmu, Julio tidak kerasan bekerja untuk proyek kilang tersebut. Ia memilih resign dan kembali ke kampung kelahirannya. Berjibaku dengan lumpur sawah tadah hujan yang sudah menghidupi keluarganya selama berpuluh tahun. "Apalagi yang mau dikejar. Ketika orang tua semakin renta. Harus ada yang meneruskan (menggarap sawah)," ucap Julio. Malam itu, sekitar dua pekan lalu, Disway-Nomor Satu Kaltim berkunjung ke kediamannya. Tatkala ia dan sejumlah petani lain di Desa Sumber Sari berkumpul di rumahnya. Untuk membahas rencana membajak sawah esok harinya. Julio terlihat paling belia diantara semua petani yang berkumpul malam itu. Budaya gotong royong memang masih kental di kalangan petani di desa itu. Dulu, sebelum ada mesin pembajak dan teknologi pemanen padi, petani mengerjakan sawah secara swadaya, kata Julio. Sistemnya saling bantu satu sama lain, secara bergantian. Kini, para petani telah menggunakan traktor untuk membajak sawah. Dan menyewa teknologi pemanen padi. Kendati, tetap saja urusan bajak membajak, memupuk dan memanen padi dilakukan secara serempak. "Seolah ada kesan kebersamaan dan energi lebih, kalau kerjanya bersamaan. Suasana lebih ramai. Suara mesin traktor saling sahut-sahutan," ia menceritakan. Hal itu terbukti, ketika esok paginya, saya mengikuti Julio ke sawah. Pekerjaan membajak sawah sudah dimulai tak lama setelah matahari tersingkap. Pagi sekali. Suasana di persawahan begitu ramai. Gemuruh mesin traktor benar-benar saling sahut-sahutan. Para petani bekerja hingga menjelang siang, sekitar pukul 10.30, kemudian kembali ke rumah, membersihkan diri, makan siang dan dilanjutkan istirahat hingga sore hari. "Beginilah rutinitas kami para petani, kalau musim bajak sawah," kata ia. Membajak dengan traktor adalah pekerjaan terberat dalam mengelola sawah. Itulah yang membuat Julio tidak sampai hati kalau orang tuanya lagi yang harus mengerjakan pekerjaan itu. Ia pun meyakinkan diri, meninggalkan gemerlap dan gaya hidup perkotaan. Demi menjamin ketersediaan pangan bagi Kaltim. Tentu tantangan dia bukan hanya 'mengorbankan' masa muda untuk bertani. Masih banyak pekerjaan rumah Julio, untuk menjamin agar padi di persawahan itu tetap bisa panen dua kali setahun. Kendala utamanya adalah ketersediaan irigasi. "Sawah di sini, jenis sawah tadah. Yang hanya menampung air hujan. Tak ada irigasi untuk sirkulasi pengairan. Bahayanya kalau hujan beberapa hari, padi yang sudah hampir matang, bila tergenang lama, bisa busuk, rusak atau gagal panen," ia menerangkan. Selain itu, sentuhan tenaga penyuluh juga masih dianggap kurang, ujar Julio. Juga masalah tingkat kesuburan tanah yang setiap tahun mengalami penyusutan. Julio memang tipikal pemuda progresif. Ia berjanji, akan menjaga budaya bertani di desanya. Dan berkomitmen menyelesaikan semua masalah yang ada. "Saya rencananya sambil mengembangkan ke usaha lain. Sambil mencari pekerja di sawah," pungkasnya. Keputusan besar untuk bertani di usia muda bukan hanya milik Julio Prasetya. Arif Dwi Nurcahyo, pemuda 26 tahun di Samarinda juga merencanakan hal yang sama. Warga kelurahan Mugi Rejo, Samarinda ini bertemu Disway-Nomor Satu Kaltim, Selasa (10/11/2020) malam. Arif baru saja di wisuda sebagai Sarjana Teknik Industri, bulan lalu. Ia tak mau ambil pusing memburu lapangan kerja yang semakin sulit. Arif memilih kembali ke Samarinda, dan mulai menggarap lahan seluas 1,5 hektare bersama dua orang teman seusianya. Ia berencana menanam tanaman porang dan kelor. "Dua jenis tanaman itu permintaannya lagi banyak. Untungnya pun dihitung-hitung lumayan. Cukup lah," katanya. Arif memilih bertani karena merasa lebih merdeka dan lebih bebas. Ketimbang bekerja diperusahaan. "Bertani itu pekerjaan mulia. Status sebagai anak muda tidak akan pudar hanya dengan bertani. Saya tetap bergaul seperti anak muda pada umunya," tandas Arif. (das/yos)
Tags :
Kategori :

Terkait