Jembatan Pulau Balang: Siapa Untung Siapa Buntung?
Jumat 06-11-2020,10:38 WIB
Reporter : admin12_diskal
Editor : admin12_diskal
Berbagai pihak menilai Jembatan Pulau Balang lebih menguntungkan Kabupaten Penajam Paser Utara dibanding Balikpapan. Aliran investasi bakal semakin deras ke daerah itu, mengingat lahan di Balikpapan sangat terbatas. Maka tak keliru jika Pemkab PPU paling ngotot menyelesaikan salah satu jembatan terpanjang di Indonesia itu.
nomorsatukaltim.com - Properti menjadi salah satu sektor yang terkena imbas terhubungnya dua daerah. Dengan akses yang semakin mudah, kelas menengah di PPU tidak lagi merasa perlu memiliki rumah di Balikpapan.
“Kalau saya bilang, seribu persen potensi bisnis properti di PPU akan meningkat,” kata Komisaris PT Graha Satria Sejahtera, Andi Darmansyah.
Anggota Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (HIMPERRA) ini mengatakan, Jembatan Pulau Balang menjadi salah satu pemicu sektor properti.
Baca juga: Jembatan Pulau Balang, Jembatan Abu Nawas
Pengembang perumahan bersubsidi ini menjelaskan, kemudahan akses menjadi salah poin utama dalam memproyeksikan industri properti.
Selain itu lokasi yang strategis. Artinya sebuah kawasan akan diminati jika memiliki akses mudah. Baik akses untuk memenuhi kebutuhan harian, pendidikan, layanan kesehatan, hingga rekreasi.
Meski begitu, Andi mengatakan dampak yang diperoleh bisa dirasakan untuk jangka panjang.
“Dalam waktu dekat, perkembangannya hanya bisa dirasakan masyarakat di sekitar kawasan itu. Seperti wilayah Silkar," ungkapnya.
Seiring dengan hidupnya Kawasan Industri Buluminung (KIB), para developer optimis industri properti akan berjaya.
"Para pengembang properti di Balikpapan, pasti berpikir untuk mengembangkan usaha di PPU," lanjutnya. Di sisi lain, kemudahan akses ke PPU juga menjadi solusi bagi pengembang perumahan di Balikpapan. Mengingat pemerintah setempat tak lagi mudah mengeluarkan izin untuk permukiman.
"Sekarang yang masih keluar izinnya itu wilayah Manggar dan daerah kilo. Sisanya tidak boleh. Tidak akan dikeluarkan izin perumahannya," kata Andi Darmansyah.
Terlepas dari keberadaan jembatan, PPU belakangan sudah memiliki daya tarik dengan ditetapkannya sebagai IKN. Diakuinya, tidak sedikit kalangan pengembang yang mulai mengamati beberapa hal yang ada di PPU. Yang lebih dinanti, lagi-lagi Jembatan Tol Teluk.
"Penajam saya yakini akan menjadi Balikpapan kedua," ujarnya.
Baca juga: Jembatan Pulau Balang Tersambung, PR Besar Lainnya Menanti
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kota Balikpapan, Rudi Prabowo mengakui keberadaan Jembatan Pulau Balang bakal berdampak terhadap investasi. Ia menilai, PPU lebih diuntungkan.
Karena itu, ia berharap pemerintah Balikpapan melakukan terobosan pembangunan infrastruktur berskala industri. “Nanti bisa saling mengisi,” katanya.
TIDAK BRO
Wakil Bupati PPU, Hamdam Pongrewa, menepis pihaknya lebih diuntungkan dengan kehadiran Jembatan Pulau Balang. Meski begitu, ia mengakui beberapa hal yang akan bertumbuh signifikan di PPU.
"Yang pertama, akan ada pertumbuhan usaha di sepanjang akses jalan penghubung. Lalu, wilayah yang kurang dikunjungi akan semakin terbuka," ucapnya.
Seperti di area utara PPU. Wilayah Kecamatan Sepaku yang dimaksud. Untuk urusan pelaku UMKM. Bukan terisolir, tapi memang di Sepaku ini nyaris masih berkutat dengan permalasahan dasar. Yang membuatnya kurang dilirik pengunjung.
Apalagi, sebagai tujuan utama terbangunnya Infrastruktur ini. Yaitu penghubung dua kawasan industri. Kawasan Industri Kariangau (KIK) dan Kawasan Industri Buluminung (KIB). Jelas daya tawar KIB jadi sama kuat dengan KIK yang lebih dulu dianggap 'seksi' untuk investor.
Bagaimana dengan nasib Balikpapan? Hamdam memprediksi juga akan ada perubahan untuk Kota Minyak. "Ada pengaruh. Tapi tidak banyak. Kita ini kan tetangga, pasti mereka mengerti saja itu," ucapnya.
Ia memerkirakan pertumbuhan ekonomi Balikpapan jelas akan melambat. Wabil khusus di sektor investasi. Karena harga jual tanah di PPU jauh lebih murah ketimbang Balikpapan.
Adapun, Hamdam merasa hal itu tidak akan mematikan daerah tetangga. "Justru banyak juga keuntungannya," sebutnya. Seperti mengurai beberapa permasalahan yang ada di Balikpapan. Mulai kepadatan penduduk hingga kemacetan. Beban lingkungan itu akan menjadi bom waktu.
Beratnya populasi penduduk Balikpapan yang mencapai 800 ribu lebih tentu akan merata ke seberang, PPU. Yang lebih longgar. Dihuni sekita 180 ribuan saja.
"Nah, kemacetan itu sangat merugikan masyarakat pasti," lanjutnya. Hamdam optimis jalan pendekat segera terwujud. Karena ini bukan hanya kepentingan daerah saja. Melainkan kepentingan provinsi bahkan nasional.
"Masak infrastruktur yang sudah terbangun mau disia-siakan begitu saja. Tentu tidak, Bro," tegasnya.
Sementara Kepala Bagian Pembangunan Pemkab PPU, Nicko Herlambang menjelaskan hal senada. Sesuai dengan kajian awal pembangunannya jembatan ini. Yang risetnya dilaksanakan oleh Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.
Yang menyatakan kedua daerah bakal diuntungkan. Bukan merugikan satu sisinya. Seperti halnya Jakarta tidak pernah terganggu dengan adanya Tanggerang, Bekasi dan lain-lain. Saling support saja. "Ini jelas berdasarkan kajian, bukan asal bunyi saja," tegasnya.
Apalagi, kala itu belum ada yang namanya rencana pemindahan ibu kota negara (IKN) ke Kaltim. Jelas hal ini memperkuat perubahan persepsi daerah.
Bahwa dulu pusat ekonomi tidak hanya di Balikpapan. Termasuk aset perumahan dan kawasan industrinya.
"Setelah adanya IKN, semua sudah terbalik. Kemarin sulit disanggah jika itu ada di Balikpapan. Tapi sekarang kondisinya berbeda," lanjutnya.
Pembangunan jembatan ini memang tak terlepas dari rencana IKN itu. Bahwa sudah diputuskan infrastruktur ini menjadi pendukung mobilitas ke wilayah baru itu nantinya.
Nicko menguraikan, dalam tata ruang nasional yang saat ini sedang disusun sudah menegaskan perubahan itu. Balikpapan posisinya menjadi supporting PPU, bukan sebaliknya lagi. Perubahan sudut pandang itu beriringan ketika rencana IKN itu diumumkan.
"Posisi sudah berbalik. Pendulum ekonomi sudah bergeser ke IKN. Yang notabenenya berada satu daratan dengan PPU," ujarnya.
Nah, jembatan ini justru lebih menjadi keuntungan untuk Balikpapan. Jika tidak, pertumbuhan yang disebabkan IKN bisa dipastikan imbasnya minim ke Balikpapan. "Untung ada akses antar keduanya. Jadi Balikpapan bisa lebih mudah terlibat," ungkapnya.
Apalagi, lanjutnya, di PPU juga memiliki wacana pembangunan bandara khusus militer. Yang tidak menutup kemungkinan bandara itu juga akan dikembangkan untuk komersial.
"Bisa saja orang ke IKN, tanpa perlu ke Balikpapan lagi," tandasnya. Jadi sudut pandangnya, justru PPU yang menjaga Balikpapan bisa tetap hidup, dengan adanya IKN ini. "Jembatan ini akan membuat ekonomi lebih merata," imbuhnya lagi.
Hal ini juga mempertegas kebutuhan aksesibilitas masih sangat diperlukan. Yang dibutuhkan bukan hanya satu jembatan saja. Tapi beberapa lagi.
Seperti yang sudah lama juga dicanangkan. Yaitu Jembatan Tol Teluk yang menghubungkan langsung pusat kota kedua daerah. Ada beberapa hal utama yang membedakan dua jembatan ini. Jembatan Pulau Balang bertujuan menghubungkan dua kawasan industri saja. Makanya Pemprov Kaltim selalu melihat dua kawasan industri ini menjadi satu. Kawasan Kariangau-Buluminung (Kariabu).
"Dan dalam riset ITS, jembatan tol teluk ini tetap layak untuk dibangun. Meski ada Jembatan Pulau Balang," kata Nicko. Karena akses jarak dan waktu antar pusat kota akan lebih pendek lagi. Bukan kepentingan industri. Tapi dalam hal pendistribusian jumlah penduduk. "Jelas hal ini juga menjadi kemudahan tersendiri untuk Balikpapan," katanya.
Pencanangan Jembatan Pulau Balang yang menyandang status Proyek Strategis Nasional (PSN) dilakukan 2007. Penghujung Oktober 2020, keseluruhan bentang telah terambung. Jembatan ini memiliki Panjang hampir 2 kilometer dengan panjang bentang pendek 470 meter yang menghubungkan Pantai Lango dan Pulau Balang. Dibangun dengan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) KaltiM Rp 425 miliar.
Sedangkan bentang panjang panjangnya 804 meter. Melanjutkan dari Pulau Balang ke Kariangau. Anggarannya dari Pendapatan Belanja Negara (APBN). Senilai Rp 1,38 triliun. Dengan skema kontrak tahun jamak (multiyears). (rsy/yos)
Tags :
Kategori :