Perbup Prokes COVID-19, Bagus Tapi Berpotensi Langgar HAM

Jumat 25-09-2020,22:33 WIB
Reporter : Disway Kaltim Group
Editor : Disway Kaltim Group

Dalam Negeri Nomor 4 tahun 2020. Tentang pedoman teknis penyusunan peraturan kepala daerah dalam kebijakannya.

Senada, Komandan Kodim 0913 PPU, Letkol Inf Dharmawan juga menyikapi baik hal itu. Tapi ia tak bisa mengomentari terkait aturan hukumnya.

"Sudah jadi tugas kami membantu pemerintah daerah. Operasi militer selain perang (OMSP)," katanya.

Lagi pula, kemanusiaan adalah hal yang paling utama. Intinya ialah memutuskan tersebarnya COVID-19.

Dalam hal ini, yang difokuskan ke personelnya ialah untuk menyadarkan masyarakat. Agara menerapkan prokes.

"Tidak serta-merta juga langsung didenda. Tapi ada tahapan. Sosialisasi dan simulasi," ujar Dharmawan.

SEMESTINYA PERDA

Terpisah, Akademisi Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul), Herdiansyah Hamzah menjelaskan. Dari sisi produk hukum denda itu idealnya diatur tidak hanya dalam Perbub. karena itu berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM).

"Sebab denda itu mestinya diatur melalui UU atau Perda," katanya.

Sebagaimana perintah Pasal 15 Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Salah satu praktek yang benar itu di Sumatera Barat. Di mana mereka punya Perda yang mengatur adaptasi kebiasaan baru.

"Jadi landasan hukum melalui Perda itu memadai dan cukup kuat, dibanding Perbub," lanjutnya.

Logikanya jika hanya diatur di Perbup, itu hanya subjektif kepala daerah (bupati) saja. Berbeda soal kalau diatur melalui Perda. Produk hukum itu disepakati bersama antara kepala daerah dan DPRD.

"Jadi lebih legitimate. Apalagi perintah pasal 15 UU 12/2011 tadi jelas dan tegas kok, denda itu hanya boleh diatur melalui UU atau Perda," kata Hamzah.

Adapun solusi atas terbitnya aturan ini. Ia berikan tiga pilihan. Yang pertama Perbubnya dibatalkan sendiri oleh si pembuat (minimal direvisi). Lalu dibuat Perda yang landasan hukumnya lebih kuat.

Atau yang merasa dirugikan bisa mengajukan judisial review (JR) ke Mahkamah Agung (MA).

"Kalau saya sih, paham saja dengan niat untuk mendisiplinkan warga. Agar warga patuh dengan protokoler kesehatan. Cuma memang landasan hukumnya yang lemah dan berpotensi melanggar HAM kalau hanya bermodalkan Perbub," urainya.

Tags :
Kategori :

Terkait