Kemudian, Santi mengajak lebih banyak orang untuk menitipkan dagangan. Sekitar 40-50 item produk yang berhasil dikumpulkan. Frozen dan non-frozen.
“Saya pikir-pikir. Saya ini skill-nya memang di sales. Makanya saya ajak saja teman-teman yang lain. Untuk bergabung,” tuturnya.
Setelah berjalan sebulan, dengan pertumbuhan yang bagus, akhirnya dia mengubah sistem. Produk-produk tadi dibelinya secara langsung. Istilahnya, beli putus. Dibayar langsung. Cash. Teman-temannya bertindak sebagai suplier. Dia sebagai reseller-nya.
Saat ini ada sekitar 70 item produk yang dijualnya. Jenis frozen dan non-frozen. Metode penjualannya hanya dilakukan dari rumah. Pemasarannya lewat online. Pelanggan tinggal memesan. Lalu dikirim memakai jasa kurir.
Meskipun, menurutnya, ada metode penjualan online memiliki kekurangan: ketika permintaan dan pertanyaan dari pelanggan yang datang bertubi-tubi secara bersamaan. Dia merasa kewalahan melayani pelanggan.
Karena itu, dia juga menjualnya secara langsung. Di beberapa outlet miliknya. Terutama saat memasuki akhir pekan.
“Memang kalau jualan langsung itu ramainya di weekend: Jumat, Sabtu, Minggu. Kalau yang online, ramai saat hari kerja. Week day,” jelasnya.
Dia menerapkan sistem pembayaran non-tunai dalam setiap transaksi online. Transfer antar rekening bank. Untuk memudahkannya menggunakan aplikasi transfer uang digital: Flip.
Usahanya terus berkembang. Akhirnya muncul ide baru. Membuat brand anyar: Dioji Food. Dioji Food inilah yang menjual produk-produk frozen dan non-frozen tadi. Dari tahu bakso, siomay, singkong frozen, sambel pecel, jahe merah, madu sampai alpukat.
Salah satu andalan Dioji Food adalah alpukat. Karena penjualannya bagus. Dia pun sudah paham betul bagaimana menangani alpokat. Sehingga ia tidak perlu takut membeli dalam jumlah banyak dari suplier di pasar: seminggu bisa sampai 300 kg.
Kini, Dioji Food menjadi suplier alpukat untuk usaha Es Teler Dioji miliknya. Di samping itu, alpukat juga dijual langsung. Karena permintaannya yang banyak. “Luar biasa permintaannya,” kata dia.
Kedua usahanya itu memang dibuat 2 badan usaha berbeda. Termasuk sistem pencatatan, keuntungan, modal dan sebagainya. Semacam 2 holding berbeda dengan pemilik yang sama.
Seiring berkembangnya Dioji Food, penjualan Es Teler Dioji secara perlahan turut meningkat. “Dari awalnya buka hanya untuk gaji karyawan dan sewa tempat,” kata Santi. Saat ini usahanya mulai mencatatkan keuntungan.
Meski demikian, Santi juga merasa kehilangan peluang “panen” saat Lebaran. Pupus. Padahal saat Lebaran, biasanya banyak pesanan secara partai. Tapi setelah melewati fase itu, Es Teler Dioji mendapat orderan rutin setiap pekan. “Pesanan untuk sedekah Jumat. Itu cukup membantu keuangan bisnis. Membuat penjualan lumayan stabil lagi,” ujarnya.
Padahal, penjualan Es Teler Dioji sempat anjlok. Ketika pemerintah memberlakukan sejumlah pembatasan. Bahkan Es Teler Dioji sempat meminjam dana dari Dioji Food. “Memang sistem pencatatan keuangan 2 usaha ini dibedakan. Agar tidak kacau manajemennya,” terang dia.
Kini kedua usahanya berjalan dengan baik. Bertumbuh dari sisi penjualan. Meskipun masih harus berjibaku dan menghadapi ketidakpastian situasi ekonomi, daya beli, tren dan minat belanja masyarakat.