Samarinda, nomorsatukaltim.com - Kalimantan Timur menduduki peringkat tertinggi jumlah kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kalimantan. Dilansir dari aplikasi Sistem Informasi Pencatatan dan Pelaporan Kasus Kekerasan (SIMFONI), dalam kurun waktu delapan bulan di 2020, sudah tercatat 262 kasus kekerasan.
Berdasarkan data aplikasi rintisan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) ini, sebanyak 112 di antara kasus kekerasan tersebut, adalah kasus kekerasan seksual. Dan dari 173 kasus kekerasan yang terjadi pada anak (0-17 tahun), 60 persen di antaranya menimpa usia remaja (13-17 tahun).
Yang lebih mengenaskan, jumlah kasus maupun jumlah korban tertinggi tidak berasal dari lingkungan asing. Melainkan terjadi di lingkungan rumah tangga.
Hetifah Sjaifudian selaku legislator yang mewakili Kalimantan Timur mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir, kasus kekerasan seksual terhadap anak di Kaltim tidak pernah kurang dari seratus. Umumnya terjadi di lingkungan terdekat anak itu sendiri, yaitu keluarga.
“Sebagai contoh, kita kembali mendengar kasus seorang ayah tiri tega berulang kali memperkosa anak tirinya sejak tahun 2018 di Kutai Timur. Saya sungguh prihatin dengan tren yang terjadi, hal ini menandakan bahwa diperlukan sosialisasi dan metode perlindungan anak yang lebih efektif di Kalimantan Timur,” ujar Hetifah yang juga sebagai wakil ketua Komisi X DPR RI.
Menyadari kompleksitas yang mendasari tindak kekerasan seksual pada anak, Hetifah menekankan upaya pencegahan di unit sosial terdekat. “Isu kekerasan seksual memang berakar dari berbagai faktor yang kompleks. Baik itu faktor eksternal seperti ekonomi, media sosial dan lingkungan, juga faktor internal di keluarga itu sendiri. Seperti psikologis, biologis, dan moral,” katanya.
Dalam menangani isu ini, katanya, dibutuhkan upaya holistik. Baik preventif maupun represif. Kemudian bersinergi dengan seluruh lapisan masyarakat. Ia percaya bahwa isu ini dapat ditanggulangi secara lebih efektif melalui pencegahan yang dilakukan lingkungan terdekat.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bidang Kesra ini juga menambahkan, perlindungan anak merupakan tanggung jawab kemanusiaan seluruh lapisan masyarakat. “Kita jangan membatasi melihat tanggung jawab perlindungan anak hanya kepada pihak keluarga dan penegak hukum saja. Kita harus meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa melindungi anak adalah tanggung jawab moral seluruh individu,”ujarnya.
Hetifah menyoroti pentingnya empati dan keterikatan masyarakat sebagai solusi bagi tindak kekerasan seksual pada anak. “Saya mengapresiasi program Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) oleh Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kalimantan Timur yang telah aktif mengedukasi topik kekerasan seksual kepada masyarakat hingga taraf perkampungan”.
Akan tetapi, kata dia, jumlah kekerasan seksual terhadap anak yang meningkat dari tahun ke tahun, membuktikan bahwa ada aspek yang perlu ditingkatkan. Selain pemahaman terkait apa itu kekerasan seksual dan cara menanggulanginya, perlu juga penanaman nilai empati dan keterikatan masyarakat terdekat.
Ia juga memandang perlu RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). Kasus kekerasan di Kaltim menjadi bukti urgensi sebuah regulasi yang memberikan perlindungan dari kekerasan seksual, utamanya terhadap anak. Adanya UU PKS yang mencakup pencegahan, penanganan pidana, dan pemulihan korban, sebetulnya dapat menjadi solusi komprehensif. (*/dah)