Pailit Cowell Tak Bikin ‘Rewel’ Pengembang Lokal

Sabtu 18-07-2020,11:40 WIB
Reporter : Yoyok Setiyono
Editor : Yoyok Setiyono

Samarinda, nomorsatukaltim.com - Isu pailit yang membekap pengembang perumahan Borneo Paradiso, PT Cowell Development Tbk mengagetkan Ketua Dewan Perwakilan Daerah Real Estate Indonesia (DPD REI) Kaltim, Bagus Susetyo. Pria yang kini menjabat anggota DPRD itu menilai emiten berkode COWL itu sebagai perusahaan besar. 

“Cowell juga memiliki beberapa proyek lain yang sudah berhasil. Artinya, struktur keuangan dan likuiditas perusahaan baik,” katanya. Bagus menyebut, pengembang nasional sekelas Cowell biasanya tidak menggunakan pembiayaan dari bank. Melainkan  pembiayaan pihak ketiga. Dan secara perhitungan keuangan dan rasio mereka lebih aman karena aset yang dimiliki besar. 

"Mungkin likuiditas gagal bayar dalam bentuk hutang jangka pendek iya. Tapi secara rasio aset mestinya lebih besar," kata Bagus lagi. "Makanya saya agak kaget karena Cowell mestinya sistem keuanganya cukup stabil," lanjutnya. 

Namun kondisi itu tidak akan berpengaruh pada pengembang lokal. Kondisi pengembang lokal saat ini, kata dia, masih relatif tak banyak berubah. Mereka berada pada level kelas menengah yang menggunakan pembiayaan dari perbankan. 

“Di tengah kondisi pandemi COVID-19 saat ini para pengembang cukup terbantu karena bank memberikan relaksasi,” ujarnya.

Lagipula kata dia, jika pengembang lokal sampai dipailitkan, keduanya akan merugi. Baik debitur mau pun kreditur. Debitur tidak bisa mendapat hasil dan modal kreditur tidak akan kembali. "Sehingga bagaimana pun caranya, pihak perbankan pasti membantu. Apakah jual kapling atau mengurangi angsuran," ujar anggota Fraksi Gerindra ini. 

Permasalahan saat ini, kata Bagus adalah pada kondisi daya beli masyarakat yang menurun drastis di tengah pandemi. Sehingga para pengembang kehilangan konsumen dan market. Sementara ada operational cost yang terus dikeluarkan oleh para pengembang. Mulai dari gaji pegawai, penyewaan kantor marketing, biaya air dan listrik. Serta  pembangunan fasilitas umum di perumahan agar terlihat layak huni. 

Sementara jika kondisi tidak ada penjualan  seperti sekarang. Maka pemasukan jadi terbatas. Akhirnya pengembang mengambil modal kerja yang mestinya untuk membangun. "Lama-lama modal kerja habis. Itu yang terjadi sehingga banyak yang stagnan. Mandek," urai Bagus.

Berdasarkan catatan REI Kaltim, beberapa sengketa yang sering terjadi antara konsumen dan pengembang ialah sikap developer yang tidak segera membangun rumah sesuai permintaan. 

Fasilitas perumahan yang tidak lengkap, seperti air, listrik, dan akses jalan. Namun, Bagus menyebut saat ini hal tersebut sudah diantisipasi. Dengan aturan ketat dari KPR perbankan. 

Masalah sertifikat juga semakin diperketat. Saat ini kata dia, pengurusan sertifikat sudah dipecah. Kemudian sudah dalam bentuk hak guna bangunan, bukan pelepasan hak.  Ini dapat mengamankan konsumen dari perilaku developer tanpa modal.

Sepinya bisnis real estate saat ini, juga mempengaruhi keanggotaan REI Kaltim. Bagus menyebut, anggota REI Kaltim pada 2018 lalu sebanyak 67 orang. Namun saat ini jumlahnya di bawah angka itu. 

Belum merespon 

Terkait kabar pailit induk perusahaannya, manajemen Borneo Paradiso belum juga memberikan penjelasan. Dua kali Disway Kaltim menyambangi kantor mereka, dua kali pula tak mendapat jawaban. “Tunggu pimpinan kami dari Jakarta,” kata seorang staf  yang ditanya kelanjutan operasional perusahaan, serta nasib konsumen yang belum memegang sertifikat. Karyawan itu meminta media ini kembali pada Senin mendatang. 

Dihubungi terpisah, praktisi hukum, Manorang Situngkir memberi pandangannya. Menurutnya, pihak yang dinyatakan pailit mesti terbuka memberi kepastian kepada konsumen. Yang haknya belum terpenuhi. Hal itu bertujuan agar konsumen tahu mengenai langkah yang harus mereka tempuh.

Tags :
Kategori :

Terkait