Bankaltimtara

Ramai Fatwa MUI soal Pajak dan Retribusi, Begini Tanggapan Wali Kota Samarinda

Ramai Fatwa MUI soal Pajak dan Retribusi, Begini Tanggapan Wali Kota Samarinda

Wali Kota Samarinda, Andi Harun saat ditemui di Balai Kota Samarinda. -(Disway Kaltim/ Rahmat)-

SAMARINDA, NOMORSATUKALTIM - Wali Kota Samarinda, Andi Harun menegaskan bahwa fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang belakangan ramai dibahas di media sosial tidak serta-merta dapat dijadikan dasar tindakan administratif pemerintah, khususnya terkait pajak dan retribusi. 

Hal itu disampaikan Andi Harun saat ditemui di Balai Kota Samarinda, Kamis, 27 November 2025.

Menurut Andi Harun, Indonesia menganut sistem hukum positif, sehingga setiap ketentuan yang diberlakukan pemerintah harus terlebih dahulu memiliki dasar dalam peraturan perundang-undangan. 

Termasuk, jika ada fatwa yang berkaitan dengan kebijakan fiskal.

BACA JUGA: Pembuatan Zebra Cross di Jalan Juanda Selesai Dilakukan, Rambu Pendukung Segera Terpasang

BACA JUGA: Dinkes Samarinda Percepat Penerbitan SLHS, 16 SPPG Penuhi Syarat

“Jadi tentu kita menunggu, apakah Kemendagri atau Kemenkeu akan mengonstruksinya dalam peraturan perundang-undangan yang menyangkut itu, karena sistem hukum yang kita anut adalah sistem hukum positif,” ujar nya

Ia menjelaskan, sumber hukum positif di Indonesia dapat berasal dari berbagai dasar, termasuk hukum agama. 

Sebuah contoh dapat dilihat pada Undang-Undang Perkawinan yang mengadopsi prinsip-prinsip hukum agama sebelum dirumuskan menjadi regulasi resmi.

“Dalam undang-undang pernikahan, kita mengadopsi hukum agama, tapi kemudian lahir undang-undang perkawinan. Jadi meskipun ada fatwa terkait pajak dan retribusi, kita tetap menunggu hukum positifnya. Itu domain pemerintah nasional,” katanya.

BACA JUGA: Pemkot Samarinda Serius dengan Rencana Revitalisasi Pasar Segiri, Tempat Relokasi Pedagang Masih Dikaji

BACA JUGA: Rencana Relokasi SMPN 48 Samarinda Disepakati, Lokasi Baru di Gedung Bulu Tangkis KNPI

Ia menegaskan, pemerintah daerah tidak dapat gegabah menafsirkan atau menerapkan fatwa tanpa landasan hukum yang valid. 

Tindakan pemerintah harus selalu bersandar pada aturan resmi seperti undang-undang, peraturan pemerintah, atau peraturan menteri.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: