Bankaltimtara

Polemik 84 Pekerja Teras Samarinda yang Belum Dibayar, Komisi III DPRD Upayakan Pemanggilan Lagi

Polemik 84 Pekerja Teras Samarinda yang Belum Dibayar, Komisi III DPRD Upayakan Pemanggilan Lagi

Ketua Komisi III DPRD Samarinda, Deni Hakim Anwar-istimewa-

SAMARINDA, NOMORSATUKALTIM- Permasalahan pembayaran upah para pekerja Teras Samarinda Tahap I yang belum dibayarkan sejak 2024 menjadi sorotan Pemerintah Kota Samarinda.

Untuk ke sekian kalinya, DPRD Samarinda akan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) guna membahas permasalahan ini secara menyeluruh.

Ketua Komisi III DPRD Samarinda, Deni Hakim Anwar mengatakan, bahwa pihaknya akan membahas seluruh aspek proyek Teras Samarinda, termasuk perencanaan, pelaksanaan, dan anggaran yang dikelola Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR).

"Jika tidak ada halangan, kita akan membahas semua aspek terkait proyek ini dalam RDP yang dijadwalkan pada 10 Maret mendatang," ungkap Deni Hakim kepada awak media, Senin (3/3/2025) malam.

BACA JUGA: Sebanyak 84 Pekerja Teras Samarinda Tahap I Tuntut Upah Pembayaran, RDP di DPRD Sempat Ricuh

BACA JUGA: Upah Pekerja Tak Dibayar Setahun, DPRD Kecam OPD dan Kontraktor Proyek Teras Samarinda I

Deni mengungkapkan, bahwa sebelumnya permasalahan upah pekerja proyek ini lebih banyak dibahas oleh Komisi IV DPRD Samarinda bersama Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker).

Namun, Komisi III mulai terlibat setelah audiensi terakhir, di mana mereka menemukan bahwa Kepala Dinas PUPR Samarinda, Desi Damayanti, tidak pernah hadir meskipun telah dipanggil berkali-kali.

"Saat itu kami baru mengetahui bahwa Kadis PUPR sudah dipanggil beberapa kali, tetapi tidak pernah datang. Mudah-mudahan pada pertemuan berikutnya, beliau bisa hadir langsung dan menjelaskan kendala yang ada, supaya kita bisa mencari solusi yang jelas," terangnya.

Menurut Deni, fungsi DPRD mengutamakan pencarian solusi konkret agar masalah ini tidak terus berlarut-larut.

BACA JUGA: Andi Harun Sayangkan Keributan di DPRD Terkait Penyelesaian Upah Pekerja Teras Samarinda

BACA JUGA: Pemkot Samarinda Dorong Pekerja Teras Samarinda yang Belum Dibayar Gajinya Tempuh Jalur Hukum

Oleh karena itu, pihaknya telah mengirimkan surat kepada Wali Kota Samarinda untuk meminta kejelasan terkait kasus ini, sekaligus memastikan agar Kepala Dinas PUPR hadir langsung dalam RDP mendatang.

"Kita tidak ingin nanti hanya diwakili oleh perwakilan yang memberikan jawaban tidak pasti. Kita ingin membahas semua hal terkait pembangunan infrastruktur di Kota Samarinda, bukan hanya soal upah pekerja," tegasnya.

Sementara itu, Wali Kota Samarinda, Andi Harun dalam keterangannya kepada awak media setelah agenda buka puasa bersama di GOR Segiri Samarinda, menyampaikan, masalah ini tidak bisa diselesaikan secara instan karena ada regulasi hukum di dalamnya.

Bergulir isu bahwa sisa anggaran proyek Teras Samarinda Tahap I dapat digunakan untuk membayar para pekerja yang belum menerima upahnya.

BACA JUGA: Parkir Sembarangan di Teras Samarinda, Puluhan Kendaraan Digembosi Petugas Dishub

BACA JUGA: Tak Hanya Dongkrak PAD, Teras Samarinda Juga Jadi Venue Acara Bergengsi Tahunan

Namun, Andi Harun menegaskan bahwa langkah tersebut bertentangan dengan peraturan yang berlaku.

“Anggaran yang tersisa adalah anggaran retensi karena proyek tersebut masih dalam masa pemeliharaan. Ini berlaku secara nasional, dimana 5 persen dari total proyek harus disisihkan hingga kontraktor menyelesaikan tanggung jawabnya,” kata Andi Harun, Senin (3/3/2025).

Kendala dalam masalah ini menurutnya adalah karena mekanisme anggaran. Anggaran itu tidak bisa langsung dipotong untuk membayar upah para eks pekerja karena ada aturan hukum yang mengikat.

“Karena kalau kita potong anggaran itu sembarangan, bisa kita yang terjerat hukum,” ujar Andi.

BACA JUGA: Rita Widyasari Tegaskan Tak Ada Hubungan dengan Penggeledahan Japto dan Ahmad Ali oleh KPK

BACA JUGA: BI: Efisiensi Anggaran Tak Terlalu Berpengaruh pada Pertumbuhan Ekonomi Balikpapan

Wali kota memperingatkan bahwa jika pemerintah memaksa memotong anggaran tersebut untuk membayar pekerja, tindakan itu dapat berujung pada pelanggaran hukum.

"Kalau misalnya kontraktor melaporkan Dinas PUPR karena anggaran retensi dipotong untuk membayar pekerja, maka PUPR yang akan terkena dampaknya secara hukum," jelasnya.

Untuk menyelesaikan masalah ini, katanya, perlu memverifikasi semua pihak terkait, termasuk pekerja, kontraktor, dan instansi pemerintah yang berwenang.

Ia meminta para pekerja untuk bersabar dan mengikuti prosedur hukum yang berlaku.

"Kalau kita ingin menyelesaikan ini secara adil, semua pihak harus didengar. Tidak bisa langsung mengambil anggaran yang tidak memiliki dasar hukum," katanya.

BACA JUGA: Kemenag Kukar Tetapkan Kadar Zakat Fitrah 2025, Ini Besarannya

BACA JUGA: Satpol PP Sudah Kantongi 15 THM Nakal di Samarinda, Siap-Siap Kena Tindakan!

Andi Harun juga menyarankan agar para pekerja membawa permasalahan ini ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) jika ingin menyelesaikannya secara hukum.

"Kalau kasus ini masuk ke PHI dan diputuskan bahwa kontraktor bersalah, termasuk jika ada keterlibatan Dinas PUPR atau pemerintah, maka kami akan bertindak berdasarkan putusan pengadilan," tegasnya.

Meski ada opsi hukum, pihaknya menilai penyelesaian melalui mediasi yang melibatkan pemerintah, DPRD, dan pekerja bisa menjadi solusi yang lebih baik.

Terkait ketidakhadiran Kepala Dinas PUPR dalam beberapa pertemuan sebelumnya, Andi Harun mengungkapkan, bahwa Desi Damayanti saat ini tengah menjalani pengobatan secara berkala di Surabaya karena kondisi kesehatannya yang cukup serius.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait