Ketua Dewan Diduga Terlibat

Ketua Dewan Diduga Terlibat

Ketua DPRD Berau, Madri Pani diduga terlibat dalam perkara penerbitan surat Garapan di atas lahan KBK Kampung Gurimbang.

Tanjung Redeb,Disway – Kasus penerbitan surat garapan di atas Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK) yang menjerat Bajuri, mantan kepala Kampung Gurimbang, kian melebar.

Diduga, ada keterlibatan pihak lain, salah satunya ketua DPRD Berau, Madri Pani.

Bajuri kepada Disway mengungkapkan, dua nama mantan kepala Kampung Gurimbang yang diduga turut menerbitkan surat garapan di KBK. Yakni berinisial MH dan MP.

Bahkan, MP disebut Bajuri, menduduki jabatan unsur pimpinan di DPRD Berau, yang juga mantan kepala Kampung Gurimbang. Diduga kuat adalah Madri Pani, ketua DPRD.

Lanjutnya, kedua nama tersebut pernah dibeberkannya dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Redeb, sebelum dirinya dijatuhkan vonis 2,6 tahun penjara serta denda Rp 1 miliar, dan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Samarinda.

“Kalau saya diperkarakan, kenapa kedua mantan kepala kampung (MH dan MP) tidak ikut diproses. Saya merasa tidak bersalah, saya hanya dijadikan tumbal,” bebernya kepada Disway Berau, Kamis (9/7) kemarin.

Padahal, lanjut Bajuri, dirinya menjabat kepala kampung periode 2006-2011. Sementara, beberapa surat garapan milik masyarakat yang berada di lahan KBK, penerbitan 2015 dan 2018. Tahun itu, MP menjadi kepala kampung sebelum menjadi wakil rakyat di Bumi Batiwakkal.

“MP ini juga masuk dalam tim penetapan lahan KBK. Kalau tidak salah pembaharuan peta KBK 2012. Sementara beberapa surat terbitnya tiga sampai lima tahun sesudah itu,” ungkapnya.

Menurut Bajuri, proses ganti rugi tanam tumbuh di lahan KBK yang digarap masyarakat yang digaungkan MP, merupakan upaya menyelamatkan diri dari kasus. Jika tidak dilakukan ganti rugi, sejumlah masyarakat akan “bernyanyi” dan menyeret MP ke kepolisian.

“Itu akal-akalan saja agar jabatannya aman,” sebutnya.

Bajuri menyampaikan, pasrah menjalani proses hukum yang kini dalam proses banding di PT Samarinda. Namun, dirinya tetap akan menuntut keadilan, dengan melaporkan perkara ke Polres Berau beserta bukti penerbitan garapan dan transaksi jual beli di lahan KBK.

“Kalau saya masuk, dua orang ini juga harus masuk. Karena saat saya menerbitkan surat untuk masyarakat, saya tidak tahu kalau lahan berstatus KBK,” tegasnya.

“Anehnya, ada yang tahu itu lahan KBK dan tetap menerbitkan surat, tapi tidak diproses. Saya bukan menjatuhkan orang, namun mencari keadilan,” sambungnya.

Sementara, Ketua DPRD Berau Madri Pani saat dikonfirmasi apakah benar saat menjabat sebagai kepala Kampung Gurimbang pernah menerbitkan surat garapan di KBK?

Dirinya justru menjawab, manakah yang lebih tua, surat garapan terbit atau KBK. Sebab, sebelum peraturan KBK terbit 2017, Kampung Gurimbang lebih dulu ada. Sehingga diterbitkan surat garapan lantaran ketidaktahuan akan larangan tersebut.

“Seharusnya sejak dulu ada sosialisasi dari pemerintah terkait, bahwa membangun atau menerbitkan surat garapan di lahan KBK dilarang oleh undang-undang,” katanya.

Diterbitkannya surat garapan, klaim Madri, bukan berarti melegalkan kepemilikan lahan. Sebab, wilayah KBK memiliki berbagai sumber daya alam, yang mayoritas merupakan hutan tanam tumbuh masyarakat.

Terlebih dalam Perpres Nomor 88/2017 menyatakan, pengelolaan tanpa memiliki boleh dilakukan masyarakat apabila ada ekonomi jangka panjang di kawasan tersebut.

Selain itu, dalam Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 juga menegaskan, isi bumi dan kekayaan alam dapat dinikmati seluruh masyarakat Indonesia.

“Surat itu bukan kepemilikan lahan, tapi kesempatan masyarakat dalam meminta surat agar lahan yang digunakan untuk berkebun, memiliki tapal batas tanam tumbuh yang jelas,” terangnya.

Dirinya menambahkan, saat ini pemerintah kampung harus berhati-hati dalam mengeluarkan kebijakan, terutama Surat Keterangan penguasaan Lahan (SKPT) di KBK. Terkait kasus yang menimpa mantan kepala kampung sebelumnya, yakni Bajuri, menerbitkan surat garapan jauh sebelum adanya aturan atau larangan menerbitkan surat garapan di KBK.

“KBK kan disahkan 2017, sementara Bajuri menerbitkan surat jauh sebelum aturan itu ada. Jadi tidak boleh hukum berlaku seperti itu,” pungkasnya. */JUN/APP


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: