Pro-Kontra Mahar Jalan Berbayar

Pro-Kontra Mahar Jalan Berbayar

Setelah cukup lama menahan diri berkomentar panjang soal tarif tol, Gubernur Isran Noor akhirnya bersedia buka-bukaan. Ditemui usai memantau penyaluran Bantuan Sosial Tunai (BST) di Balikpapan, Kamis (25/6), Isran menegaskan penetapan besaran tarif tol bukan ditangannya.  

Dalam beberapa kesempatan, pertanyaan soal tarif tol dijawab Wakil Gubernur, Hadi Mulyadi maupun Sekretaris Provinsi, Muhammad Sa’bani. Hadi Mulyadi misalnya, menyarankan masyarakat yang keberatan dengan tarif tol untuk menggunakan jalan arteri. "Karena, standar untuk tarif tol semua ditetapkan oleh BUJT," katanya dalam keterangan resmi. 

Sementara menurut Isran Noor, tarif jalan tol diatur oleh Badan Usaha Jalan Tol (BUJT). Dalam pengaturan harga atau tarif ditentukan dengan melihat berbagai indikator. “Yang punya kewenangan mengatur tarif adalah BUJT. Semua jalan tol mereka yang mengatur,” katanya.

Ia melanjutkan, tarif jalan tol di Indonesia berbeda-beda, tidak semua sama. Dengan melihat besaran investasi yang dikeluarkan.  Begitupula dengan Tol Balikpapan-Samarinda. Gubernur menjelaskan, jalan tol sepanjang 97,99 km tersebut, dimulai pada tahun 2011. Proyek tersebut diresmikan Gubernur Awang Faroek Ishak. Peresmian ditandai dengan pemancangan batu pertama di kawasan Manggar, Balikpapan. Proyek pembangunan jalan tol ini dibagi dalam beberapa tahap.

Dalam perjalanannya pembangunan jalan tersendat-sendat karena kurangnya anggaran dalam pembangunan.  “Kalau dibangun dengan investasi dulu, (jalan tol) pasti tidak akan seperti sekarang (tarifnya). Hitungannya (tarif) memang kan sekitar 1.000 – 1.300 (per kilometer),” tandasnya.

Sehingga pihaknya menilai wajar jika tarif tol daerah ada yang lebih murah ketimbang jalan tol di Kaltim. “Karena di daerah lain tidak begini ceritanya. Mungkin ada pertimbangan di sana ada investasi daerah,” kata Isran lagi.

Isran pun menceritakan bahwa dulu rencananya pembangunan itu diinvestasikan untuk jalan bebas hambatan atau free way. Bukan jalan tol. Namun dalam perkembangannya ini diambil alih oleh pemerintah pusat dijadikan jalan tol. “Sayangnya kemarin itu belum sempat dilakukan kesepakatan antara pemerintah, Jasa Marga dengan pemerintah provinsi bahwa ada investasi sekian. Mestinya saat itu ada kesepakatan,” ucapnya. 

“Jadi free way diubah jadi jalan tol. Kalau free way itu kan bukan tujuan untuk dipungut. Awalnya Rp 3,4 triliun itu pembangunan free way bukan jalan tol.”

Namun demikian Isran mengatakan jalan tol menjadi alternatif pilihan masyarakat dalam melintasi Balikpapan-Samarinda. Apabila orang yang menggunakan jalan tol itu ada pilihan. Kalau mau cepat lewat jalan tol tapi bayar. Dan apabila ingin jalan biasa ada arteri Balikpapan-Samarinda yang bisa digunakan. “Dan masyarakat saya kira nggak banyak yang mengeluh,” ujarnya. Meski begitu gubernur menilai wajar jika ada yang keberatan dengan tarif yang ditetapkan. “Tidak ada masalah dengan tarif,” pungkasnya.

Pengusaha konstruksi Rudi Prabowo mengaku bisa menerima besaran tarif tol yang ditetapkan pemerintah. Pengusaha konstruksi ini menilai jalan tol masih lebih ekonomis dibandingkan arteri. “Karena pada dasarnya jalan di Kaltim ini kan bekas logging yang dibuat menjadi jalan raya. Sehingga tidak memperhatikan kenyamanan. Saya kira jalan tol lebih safety (aman), nyaman dan ekonomis,” kata Ketua Kadin Balikpapan versi Edy Ganefo ini.    

Rudi menambahkan, jalan tol lebih ekonomis dengan memperhitungkan keamanan, kenyamanan dan ketahanan spare part kendaraan. “Bayangkan saja kalau kendaraan yang mengangkut logistik melintasi Bukit Soeharto, pasti lebih berisiko. Dengan tarif yang ditetapkan sekarang, saya kira make sense,” imbuhnya.  

Investasi jalan tol, menurut Rudi memang sangat tinggi. Oleh karena itu, dia menganggap wajar besaran tarif yang ditetapkan saaat ini. Apalagi, kata dia, orang yang melintas di jalan tol pertama di Kalimantan ini tidak sebanyak di Jawa. “Nah, nanti kalau sudah mulai ramai, harus diturunkan pelan-pelan (tarifnya),” kata Rudi.

Meski begitu, ia berharap pengelola jalan tol untuk meningkatkan fasilitas. Seperti area istirahat, rambu-rambu jalan, penerangan sampai pelindung keamanan sisi jalan. Ia juga berharap pemerintah memperbaiki kualitas jalan arteri yang menghubungkan ke jalan tol.   

Sementara Ketua Apindo Kaltim, Slamet Brotosiswoyo menekankan pentingnya memperhitungkan kemampuan masyarakat dan kondisi perekonomian saat ini.  “Kalau harganya mahal, masyarakat nggak mau melintasi di situ. Yang rugi siapa?” katanya. Kalau sudah begitu, “Jalan tol ini dibangun untuk apa? Buat siapa?” lanjutnya. Kalau dibangun untuk masyarakat Kaltim, saat ini mereka cenderung menghindari jalan berbayar itu.  “Lalu buat siapa?”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: