Ragu-Ragu Target Tanam Baru

Ragu-Ragu Target Tanam Baru

Guru Besar Fakuktas Pertanian Universitas Mulawarman (Unmul) Profesor Rusdiansyah mengapresiasi program Gerakan Percepatan Tanam Padi periode April - September seluas 34.523 hektare. Namun ia meragukan pemerintah kabupaten/kota, mampu memenuhi target tersebut. Pasalnya, memasuki pertengahan Juni 2020. Baru 13.301 hektare lahan yang terealisasi. 

"Prediksi saya, target 34 ribu hektare itu, tidak yakin bisa terpenuhi. Mungkin bisa, tapi tidak optimal. Sementara Oktober sudah memasuki musim tanam baru," kata Rusdiansyah kepada Disway Kaltim, Selasa (16/6).

Apalagi kata dia, Kaltim saat ini sedang mengalami perubahan iklim yang ekstrem. Bahkan, beberapa lahan pertanian mengalami kebanjiran. Sehingga proses tanam padi yang seharusnya bisa dilakukan di bulan Maret dan April menjadi tertunda.

Rusdiansyah juga menyebut lahan pertanian Kaltim banyak terkoreksi. Dialihkan menjadi area perkebunan dan pertambangan. Untuk tahun ini saja, Rusdiansyah menyebut, lahan pertanian di Bumi Etam sudah tergerus 18 ribu hektare. Dari 59 ribu hektare menjadi 41 ribu hektare.

Dari total tersebut, target percepatan tanam padi pemerintah seluas 34.523 hektare. Hal ini dikarenakan tidak semua area persawahan di Kaltim bisa melakukan proses tanam padi dua kali setahun. Utamanya lahan pertanian yang berada di wilayah dataran rendah atau rawa.

Oleh sebab itu, hingga saat ini Kaltim belum mampu memenuhi kebutuhan beras daerah. Dari 400 ribu ton lebih kebutuhan beras per tahun. Kaltim baru mampu memenuhi 378 ribu ton. 

Rusdiansyah menyebut pemerintah perlu melakukan upaya intensifikasi bagaimana memacu peningkatan hasil pertanian. Salah satunya  dengan menyediakan ketersediaan pupuk dan benih padi kepada para petani. Apalagi di tengah dampak pandemi COVID-19. Daya beli petani menurun. Banyak petani tidak mampu membeli pupuk dan benih yang berakibat pada penurunan produksi.

"Kondisi ril di lapangan, petani tidak mampu beli pupuk karena tingkat ekonomi rendah. Yang beli, justru kadang orang perkebunan. Pemerintah harus mengawasi ini," ujar Dekan Fakultas Pertanian Unmul ini.

Masalah lain yang menjadi tantangan bagi  Kaltim adalah jumlah petani yang terus menyusut. Ini akan berdampak pada tingkat produksi. Hal itu menurut Rusdiansyah terjadi karena tingkat kesejahteraan petani yang belum terjamin. Sehingga banyak orang enggan meneruskan mata pencaharian sebagai petani.

Kesejahteraan petani dapat dihitung dari biaya produksi yang dikeluarkan. Secara umum biaya produksi padi membutuhkan dana Rp 15 hingga Rp 18 juta per hektare. Dengan hasil panen rata-rata 4,6 ton setara dengan Rp 23 juta. Dipotong biaya produksi 15 juta. Hanya sisa 8 juta dibagi 4 bulan masa tanam. Sehingga dapat dirata-rata, penghasilan petani hanya Rp 2 juta per bulan.

"Ironis. Di bawah UMR pendapatan mereka.  Padahal mereka yang kasih makan kita."

Salah satu yang bisa dilakukan adalah menekan biaya produksi menanam padi. Rusdiansyah memperkenalkan sistem semai kering. Yakni menyemai benih padi di sebuah nampan berisi tanah. Selama 2 minggu. Benih yang tumbuh baru dipidahkan ke lahan persawahan. Dengan sistem ini bisa menghemat waktu dan benih padi.

Jika dengan sistem konvensional membutuhkan 25 kilogram bibit padi per hektare. Dengan sistem ini hanya membutuhkan 3 kilogram benih padi. Selain itu dapat menghemat waktu karena tidak membutuhkan proses tabur bibit, cabut bibit, dan tanam seperti pada sistem semai basah di lahan persawahan.

Ia sudah menyosialisasikan sistem ini kepada para petani. Namun tantangannya berat. Karena tidak semua petani yang terbuka terhadap sistem baru. Meski begitu ia terus mendorong petani memperbarui teknik tanam mereka. Agar tingkat kesejahteraan bisa meningkat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: