Kondisinya Kurang Terawat, Pernah Disinggahi Turis Mancanegara
Untuk masuk ke lokasi tugu, dari jalan poros, pengunjung melalui jalan kecil. Terbuat dari beton, sepanjang kira-kira 300 meter. Ada loket penjualan tiket di pintu masuk. Di ujung jalan masuk tersedia lapangan parkir, luasnya sekitar 50 x 100 meter persegi.
Dari halaman parkir, pengunjung harus berjalan kaki, menaiki lima anak tangga, dan berjalan menanjak sekitar 100 meter dan menaiki empat anak tangga terakhir sebelum sampai di tugu.
Disway Kaltim menemui Rahman dan Taufik, anak muda kelas tiga SMA Santan Ulu yang sedang bersantai di lokasi itu. Mereka menceritakan, kawasan tugu khatulistiwa Santan Ulu selama ini menjadi tempat bermain anak-anak muda di Desa tersebut. "Kami memang sering nongkrong di sini," jawab mereka saat ditanya Disway Kaltim.
Kata mereka, sebelum adanya wabah virus corona, objek tugu itu memang cukup sering disinggahi pengunjung yang melintas. Untuk sekadar melihat monumen penanda itu.
"Biasanya, orang-orang dari Samarinda, Balikpapan maupun dari luar daerah," katanya.
Setiap tahun digelar acara hari tanpa bayangan di lokasi tugu. Orang-orang sekitar akan berdatangan untuk menyaksikan fenomena alam yang terjadi dua kali dalam satu tahun itu. Mereka juga dapat menyaksikan pemandangan dari atas menara, hamparan hutan primer Kalimantan Timur. Bahkan, dari puncak menara dapat terlihat lepas pantai dan wilayah pesisir Kutai Kartanegara.
Namun, lanjut mereka, kawasan tugu tersebut juga sering dijadikan tempat melakukan hal-hal yang kurang baik oleh pemuda sekitar. "Di sini sering ada yang minum-minuman keras," ujarnya.
Kondisi kawasan tugu yang tanpa penerangan menjadi penyebabnya. Sehingga juga sering didapati pasangan kekasih yang tengah bermesraan. "Baru beberapa bulan ini saja di sini dipasang lampu," ucap Rahman.
Sementara itu, Taufik menambahkan, ada seorang penjaga malam yang biasanya keliling memeriksa siapapun yang berada di kawasan tugu itu.
Disway Kaltim pun mencari penjaga itu. Ia tinggal di depan jalan masuk tugu. Namanya Andi Apri. Sudah sejak 1997 tinggal di depan tugu itu.
Ia menerangkan, bahwa tugu ekuator itu dikelola oleh Dinas Pariwisata Kukar.
Dirinya mengaku hanya ditugasi menjaga dan membersihkan tempat tersebut. Selain itu, Andi juga yang menjaga loket penjualan tiket saat objek wisata itu dibuka.
"Sejak bulan Februari, tempat ini sudah ditutup. Sampai sekarang belum ada perintah untuk dibuka," kata Andi.
Tarif masuk kawasan itu, dipatok harga Rp 2.000 untuk sepeda motor dan Rp 5.000 untuk roda empat.
Andi menjelaskan, biasanya ada saja yang berkunjung. Terutama pengendara yang melintas dan penasaran ingin melihat. Juga beberapa wisatawan mancanegara, seperti dari Timur Tengah, Eropa, Asia Timur dan lain-lain.
Namun menurutnya, semestinya Dinas Pariwisata bisa memberi perhatian lebih terhadap pengelolan wisata tugu itu. Untuk mengundang lebih banyak wisatawan. Misalnya dengan menambah objek wisata di sekitarnya. "Bisa kolam pemancingan, wahana pemandian dan sebagainya," sebutnya.
Andi juga berharap, pengelola lebih menggencarkan promosi wisata ke tempat tersebut. "Supaya lebih dikenal lagi," harapnya.
Karena selama ini, kata ia, yang banyak dipublikasikan di dunia maya hanya tugu ekuator yang terdapat di Pontianak, Kalimantan Barat. "Orang juga mesti tahu, kalau Kaltim juga punya tugu khatulistiwa," harapnya. (eny/dah)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: