Urban Farming yang Semakin Booming di Kaltim

Urban Farming yang Semakin Booming di Kaltim

Khajjar Rohmah - Samarinda

Urban farming atau pertanian kota biasanya hanya dilakukan masyarakat sebagai penyaluran hobby. Tak banyak yang mengembangkan sistem pertanian ini, menjadi peluang bisnis. Niko Agus Bintoro, menjadi salah satu dari yang bisa melihat peluang bisnis dibidang ini. 

Pemilik Graha Indah Farm ini, mengembangkan bisnis sayur hidroponik sejak 2012 silam. Saat itu, masih belum banyak masyarakat Samarinda yang mengonsumsi sayur hidroponik. Niko bahkan butuh waktu untuk memperkenalkan produk sayur hidroponik secara door to door ke masayarakat.

"Itu saja masih banyak yang belum paham. Istilahnya, biar dikasih gratis aja, masih mikir, sayur apa ini?" kenangnya.

Seiring dengan perkembangan zaman, kesadaran masyarakat akan produk sayur hidroponik semakin meningkat. Terutama selada. Permintaan sayur hijau ini juga sejalan dengan maraknya bisnis makanan populer. Seperti resto grill dan kebab.

Niko pun semakin bersemangat dalam mengembangkan bisnis urban farming. Terutama di pertanian hidroponik ini. Ia bersama dengan 7 orang tim Sinergi Hidroponik memiliki 3 kebun hidroponik yang dikelola bersama. Yakni di wilayah Palaran, Rapak Dalam, dan Loa Duri.

Tidak hanya menanam. Niko dan tim juga sudah mengembangkan pertanian urban farming ini sebagai peluang bisnis. Niko mengaku ia turun langsung untuk memasarkan produk pertaniannya. Tanpa menjual ke pengepul.

"Kita memang memangkas sistem pengepul. Biar harga di petani tidak terlalu rendah," katanya kepada Disway Kaltim, Senin (8/7).

Pengepul biasanya membeli selada dari petani dengan harga Rp 25 ribu hingga Rp 27 ribu. Kemudian dijual dengan harga yang lebih tinggi. Sedangkan Niko bisa membeli selada dari petani dengan harga Rp 35 ribu. Harga ini lebih layak diterima petani. Dibandingkan dengan harga yang dibeli pengepul.

Sementara untuk harga jual, Niko menyebut ia menjual selada dengan harga Rp 40 ribu kepada konsumen. Harga ini ia sebut sudah pakem dan stabil. "Mau lagi langka mau lagi banyak, harganya tetap segitu," katanya.

Niko menyebut prospek bisnis sayur hidroponik cukup menjanjikan. Ia mengaku bisa memproduksi 1,3 ton selada per bulan. "Dan itu laku semua!" serunya.

Selain selada, Niko juga menanam jenis sayur hidroponik lainnya. Seperti sawi pakcoy, kailan, kale, dan daun mint. Namun, produksi terbesar masih dipegang oleh selada.

Selain itu, ia juga menyediakan peralatan tanaman hidroponik. Seperti nutrisi sayuran, benih, plastik UV, net pot, nepel selang dan sebagainya. Yang sudah ia distribusikan hingga ke luar Samaridna. Seperti Berau, Sanggata dan Muara Wahau.

Niko hanya menjual produk sayurnya langsung ke user. Ia menolak menjual ke mall. Karena menurutnya sistem mall tidak menguntungkan pihaknya. Pertama daya beli mall rendah. Mereka tidak pernah membeli banyak dari petani. Belum lagi dengan sistem invoice dan return yang dinilai merugikan. Yakni pembayaran setelah produk laku terjual. Dan pengembalian ketika produk tidak laku terjual.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: