Luka Lama

Luka Lama

Orang seperti Acevedo punya keyakinan polisi bisa mengatasi semua itu --kalau Presiden tidak justru bikin panas. 

Demo yang meluas itu, Anda sudah tahu, akibat tewasnya George Floyd yang kulit hitam. Yang mati di dengkul polisi kulit putih di Minneapolis (Lihat DI's Way: Eka Eki). 

Tapi itu hanya pemicu. Akarnya sangat dalam: hubungan antar-ras.

Karena itu salah satu sasaran demo tersebut adalah patung. Di Amerika --di beberapa tempat-- masih berdiri patung tokoh konfederasi.

Patung itulah yang kini jadi sasaran. Ada yang dirobohkan ramai-ramai. Atau dicoreti kata-kata kotor.

Itulah patung yang dibangun untuk mengobati kekecewaan lama: gagalnya usaha 13 negara bagian di Selatan untuk merdeka dari Amerika Serikat. 

Wilayah-wilayah Selatan itu mengizinkan perbudakan. Orang kulit putih jadi juragan, orang kulit hitam jadi budak. Perbudakan itu dihapus oleh Presiden Abraham Lincoln --dari wilayah utara. 

Orang Selatan itu bersatu mendirikan negara Konfederasi Amerika. Negara baru itu punya bendera sendiri --yang masih sering dikibarkan di acara-acara kampanye besar Donald Trump.

Abraham Lincoln mengerahkan pasukan untuk memerangi separatis itu. Terjadilah perang sipil. Selama empat tahun: 1861-1865.

Selatan kalah. Amerika Serikat kembali utuh --di permukaan.

Naiknya Barack Obama --kulit hitam-- sebagai Presiden Amerika sangat mengecewakan pemuja kulit putih.

Ucapan-ucapan Donald Trump selama ini sering dinilai membela supremasi kulit putih.

Itu mengingatkan luka lama. 

Padahal --seperti dalam buku ”Patahan Garis Politik”-nya Randu Alamsyah-- ”luka lama itu perlu diingat hanya untuk merasakan pedihnya”.(Dahlan Iskan)

sumber: disway.id

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: