Ini Alasan Kenapa Pertamina Belum Mau Menurunkan Harga BBM
Balikpapan, DiswayKaltim.com - Terkait harga BBM dalam negeri tak kunjung menyesuaikan penurunan minyak dunia, VP Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Fajriyah Usman memberikan pernyataan khusus. Melalui pesan video yang dikirimkan kepada redaksi Disway Kaltim, Senin (4/5/2020), Pertamina masih memonitor dinamika harga crude (minyak mentah). Fajriyah berdalih, harga BBM belum turun lantaran kondisi ekonomi tidak normal akibat pandemi COVID-19. Selain itu, pada awal April telah terjadi perundingan antar negara OPEC dan non OPEC. Yang menghasilkan kesepakatan pemotongan produksi minyak sebesar 9,7 juta barrel per hari. Pemangkasan produksi dimulai bulan ini sampai Juni mendatang. Meski begitu, tidak menutup kemungkinan akan diperpanjang. Pemangkasan produksi itulah yang ditakutkan Pertamina bakal mengerek lagi harga minyak. “Pertamina dan pemerintah terus mencermati dinamika perkembangan harga minyak dunia. Sekaligus mempertimbangkan prioritas penyediaan energi dalam negeri,” kata Fajriyah. Pertimbangan lain yang dicermati ialah kurs rupiah yang melemah, serta konsumsi BBM yang menurun. “Bahkan beberapa kota seperti Jakata, Bandung, Makassar, Surabaya dan Medan, penurunan sangat dalam sekali. Lebih dari 50 persen.” Fajriyah menambahkan, Pertamina telah dua kali menurunkan harga BBM jenis Pertamax Series dan Dex Series pada awal 2020. “Saat ini harga BBM di Indonesia kalau di bandingkan harga di ASEAN cukup kompetitif. Bahkan untuk SPBU di Indonesia BBM Pertamina paling murah,” klaimnya. Meski belum menurunkan harga, Fajriyah mengatakan saat ini Pertamina memberikan cashback 30 persen bagi pelanggan yang membeli BBM non subsidi dengan aplikasi. Baca Juga: BBM Belum Mau Turun Sementara itu, menyikapi menurunnya permintaan BBM domestik akibat pandemi. Pertamina juga melakukan pemeliharaan kilang sekaligus menurunkan kapasitas operasi kilang. Itu dilakukan menjaga keseimbangan produksi serta kapasitas penampungan kilang yang telah mencapai level optimum. Region Manager Communication & CSR Kalimantan, Roberth MV Dumatubun mengatakan, pemeliharaan ini untuk meningkatkan keandalan kilang. “Ketika kondisi sudah kembali normal. Kilang sudah siap beroperasi optimal,” ujarnya. Kegiatan pemeliharaan dan perbaikan kilang sejak 20 April hingga 31 Mei 2020. Untuk diketahui, sejak Maret 2020 permintaan gasoline terus mengalami penurunan rata-rata 17 persen, gasoil turun rata-rata 8 persen dan avtur turun 45 persen. Sejalan dengan penerapan PSBB, permintaan BBM di kota-kota besar pun tercatat mengalami penurunan di atas 50 persen. Tertinggi adalah Jakarta dan Bandung yang turun hampir 60 persen. Secara nasional, penurunan permintaan BBM mencapai 35 persen dibandingkan dengan rerata Januari - Februari 2020. Selain penurunan di BBM retail, penurunan permintaan juga terjadi untuk konsumen industri mengingat banyak industri yang berhenti beroperasi. BISA TURUN HINGGA 50 PERSEN Ketua Kadin Balikpapan Yaser Arafat berharap, Pertamina juga bisa merespons penurunan harga minyak dunia itu. Apalagi dalam kondisi saat ini di tengah pandemi. Banyak sektor terdampak termasuk UMKM. Harusnya, kata Yaser, sesuai komitmen awal. Presiden Jokowi sudah menetapkan harga sesuai harga minyak dunia. “Kalau harga naik, pemerintah tanpa pemberitahuan naik juga. Masa ketika turun tidak ikut turun,” katanya. Penurunan harga itu tentu akan sangat dirasakan masyarakat dan kalangan pengusaha. Bisa menekan cost produksi. Termasuk harusnya bisa mempengaruhi harga listrik. Karena masih banyak mesin yang menggunakan solar. BBM ini memengaruhi banyak sektor. “Jangan seperti saat ini, kok listrik malah naik. Terus BBM tak turun”. Kalau dilihat dari hitung-hitungannya, kata Yaser, dalam APBN ditetapkan harga minyak dunia hingga 55 dolar per barel. Nah, saat ini harganya di bawah 20 dolar per barel. “Harusnya bisa turun hingga 50 persen”. Terkait penjelasan Pertamina di mana saat ini konsumsi BBM menurun, dan masih menunggu perkembangan harga minyak dunia yang belum ada kepastian naik turunnya, Yaser menghargai itu. “Tapi ya seyogianya bisa kembali ke komitmen awal, mengacu harga minyak dunia,” imbuhnya. (fey/dah)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: