Pemkot Balikpapan Pertimbangkan Dampak PSBB

Pemkot Balikpapan Pertimbangkan Dampak PSBB

Rizal Effendi. (dok) -- Balikpapan, diswaykaltim - Pemkot Balikpapan berencana mengajukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang akan dibahas dalam rapat internal muspida, Senin (27/4). Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi sedang mempersiapkan administrasi persyaratan yang diperlukan. Menurutnya, situasi penyebaran pandemi memaksa pemkot mengambil langkah PSBB. Mengingat sudah lebih tiga kasus penyebaran secara transmisi lokal di Kota Beriman. Namun menurutnya, perizinan PSBB bukan perkara mudah. Diketahui ada beberapa daerah seperti Mimika di Papua, Fakfak dan Sorong di Papua Barat, kemudian Tegal di Jawa Timur, dan Palangkaraya di Kalimantan Tengah yang pengajuan PSBB ditolak. Menurut Rizal, masih perlu waktu untuk berkoordinasi soal persiapan PSBB sebelum diterapkan. Ia tak ingin pengambilan keputusan ini terburu-buru. "Kami rapatkan dengan penuh perhitungan. Apa saja yang sudah dilakukan daerah lain supaya kami nanti bisa lebih tertib," urainya. Menurutnya, pemkot perlu menakar baik-buruknya sistem ini. Dengan melihat pengalaman dari daerah lain yang lebih dulu PSBB. Seperti DKI Jakarta sejak tiga pekan terakhir, namun masih tersiar kabar kemacetan lalu lintas. Begitu juga dengan PSBB di Serang Banten, yang baru-baru ini dihebohkan dengan kematian salah satu warga akibat kelaparan. Setelah dua hari tidak makan dan hanya minum air putih. "Anda bisa lihat penerapan PSBB di mana sih yang betul-betul sempurna?"  ulasnya. Rizal juga tak ingin imbauan beribadah di rumah dimasalahkan. Hal ini mencuat karena masih ada beberapa rumah ibadah yang tetap salat Jumat dan tarawih berjamaah. "Jangan diadu domba. Jangan sampai berselisih masalah agama," tegasnya. Menurutnya, surat edaran pemerintah pusat, Pemprov Kaltim, Pemkot Balikpapan maupun dari lembaga keagamaan, murni demi memutus rantai penyebaran pandemi. Bahkan, kata Rizal, jika menyangkut agama, selalu yang disampaikan berupa imbauan. Ini dilakukan supaya pemerintah tidak dianggap menghalangi orang beribadah. “Jangan sampai salah tafsir. Mohon pengertian masyarakat dan tokoh agama,” pungkasnya. (ryn/hdd)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: