Kampung Melahing; Bergantung Hidup dari Rumput Laut 

Kampung Melahing; Bergantung Hidup dari Rumput Laut 

Petani rumput laut di Kampung Selangan, Kecamatan Bontang Selatan memanen hasil budidaya mereka setelah 40 hari masa tanam. (Ist) Bontang, DiswayKaltim.com  - Ekonomi warga di Kampung Atas Air Melahing, Bontang Utara perlahan membaik. Budi daya rumput laut di kampung pesisir ini pelan-pelan mengangkat kesejahteraan warga. Pendapatan warga Melahing mulai meningkat. Ketimbang tahun-tahun sebelumnya. Saat bergantung dari nelayan tangkap. Sekarang ada 50 kepala keluarga bergantung hidup dari rumput laut. Mereka berharap dari hasil panen melimpah. Kendati tak semua panen memuaskan. Butuh 40 hari untuk memetik hasil. Hari-hari diselingi dengan tangkap ikan atau berburu teripang atau timun laut. "Ada 3 kelompok tani rumput laut di sini," ujar Muhammad Nasir kepada Disway Kaltim, Selasa (21/4/2020) lalu. Kelompok usaha Sipatuo I & II serta kelompok tani Alam Jaya bersama-sama memanfaatkan perairan sekitar Melahing. Membudidayakan rumput laut. Tali panjang terjuntai puluhan meter. Mengapung dengan botol-botol plastik sisa-sisa sampah. Bibit rumput laut diikat. Menempel di tali-tali dan menjulur ke bawah. Ujung tali dibebat dengan jangkar. Agar gelombang tak membawa serta bibit rumput laut. Rata-rata petani rumput laut di Melahing berangkat dari modal kecil. Belum luas. Tak mampu melayani permintaan industri. "Masih 7-8 ton rumput laut kering setiap bulan," ujar Nasir. Untuk saat ini musim angin lagi tak baik. Angin utara dikenal kering. Jarang hujan. Angin kencang. Kondisi itu tak baik untuk masa tanam. Saat ini panen hanya bisa beroleh 3-4 ton. Satu kilogramnya dihargai Rp 13 ribu. Artinya, petani bisa menerima Rp 39-52 juta. Tapi, ini hitungan kotor. Belum termasuk modal dan biaya lain. Dan jumlah itu bukan milik pribadi. Ada 50 KK yang harus dibagi. Sesuai hasil panen mereka masing-masing. "Penjualan masih di lokal, ada tengkulak," ujarnya. Pendampingan usaha budi daya memang dibutuhkan. Sekarang petani bisa banyak tahu tentang rumput laut. Awal mula petani coba-coba. Tanpa ilmu dan wawasan. Hanya nekat. Yakin bisa. Memang berhasil, tapi hasil kecil. Perusahaan dan pemerintah intens mendampingi petani, pelan-pelan hasilnya mulai terlihat. "Kalau normal (cuaca) panen rumput kering 7 ton, tapi setelah kita dapat pendampingan bisa lebih dari itu," ujarnya. Petani di Melahing kini lebih mafhum. Minimal di atas 7 meter rumput laut bisa tumbuh subur. Kini mereka pun sudah bisa mengenali bibit unggul. Hanya melihat dari rupa saja. Sentuhan tangan dari swasta juga berperan bagi kesejahteraan warga setempat, khususnya ibu-ibu. Saat ini ada 2 kelompok usaha mengolah hasil rumput laut jadi kudapan, seperti amplang, keripik dan manisan. Pesanan dari pelanggan kadang-kadang melimpah. Bahkan, 2 kelompok usaha beranggotakan 8 orang harus tambah petugas. Untuk mengepak hasil olahan. "Dijual ke Koperasi PKT dan UMKM Centre,"ungkapnya. Pun demikian. Melahing masih proses perbaikan. Sudah lebih 12 tahun budi daya ini mereka geluti. Tetapi, status kampung miskin masih melekat. Sekira 80 persen warga di sana memang masih kategori miskin. Masih penerima Program Keluarga Harapan (PKH) gawean Kementerian Sosial. "Iya memang sih, tapi ada juga yang cukup baik (mampu)," ungkapnya. Petani Melahing masih bisa memperluas budi daya mereka. Lahan masih tersedia, bebas dari lalu lintas kapal-kapal. Tapi modal mereka terbatas. Untuk budi daya tahap awal, tak menjanjikan keuntungan. Biasanya hanya kembali modal. "Beli tali (jalur), tali ikat dan jangkar serta pelampung. Untuk modal awal," bebernya. Biaya modal awal berkisar Rp 3-4 juta. Untuk 10 jalur dengan jumlah bibit berkisar 30 kilogram. "Itu yang paling kecil," ujarnya. Pendampingan usaha dibutuhkan. Tak hanya ilmu cocok tanam, manajemen bisnis juga perlu dibekali. Nasir yakin usaha rumput laut sangat menjanjikan. Bisa memperbaiki kehidupan warganya. Ketua RT 16 ini berharap, nasib 50 KK di Melahing segera berubah. Meningkat lebih baik, dari rumput laut. (wal/eny)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: