Bangun Industri Pengolahan Rumput Laut Butuh Keseriusan Pemerintah

Bangun Industri Pengolahan Rumput Laut Butuh Keseriusan Pemerintah

Wakil Ketua Komisi II DPRD Kaltim Baharuddin Demmu. (ist) Samarinda, DiswayKaltim.com - Membangun pabrik olahan rumput laut bukan hanya menyejahterakan petani karena nilai jual produk naik. Juga berpotensi menambah pemasukan daerah. Wakil Ketua Komisi II DPRD Kaltim Baharuddin Demmu menyebut potensi budi daya rumput laut Kaltim cukup besar. Hanya saja, belum ada keseriusan dari pemerintah provinsi  melihat komoditas ini sebagai sektor unggulan. Karena hingga saat ini, budi daya rumput laut hanya dikelola secara mandiri oleh para petani dan dipasarkan dalam bentuk bahan mentah. Padahal seharusnya, komoditas ini bisa diolah menjadi produk jadi untuk meningkatkan harga jual. "Jangankan untuk membentuk industri olahan, melirik saja tidak. Saya tidak melihat keseriusan pemerintah di situ," katanya saat dihubungi Disway Kaltim, Selasa (21/4) lalu. Bahar melihat, secara potensi, rumput laut memiliki peluang besar untuk dikembangkan. Apalagi Kaltim banyak memiliki daerah pesisir yang cocok sebagai kawasan budi daya sumber daya laut ini. Baik rumput laut jenis Eucheuma Cottoni di air asin. Dan Gracillaria yang dibudidayakan di air payau. Ia pun menyebut, sudah memberikan perhatian khusus pada budi daya rumput laut di Kaltim sejak 2006 silam. Saat dirinya menjadi Kepala Desa Sebuntal Kecamatan Marang Kayu, Kutai Kertanegara (Kukar). "Waktu itu saya bawa bibit dari Jakarta untuk ditanam di tambak yang tidak produktif. Dan hasilnya bagus, tapi saat itu tidak ada pembelinya," kenangnya. Budi daya rumput laut di area tambak pun, sebut Bahar, dapat meningkatkan produktivitas perikanan hasil tambak. Karena rumput laut, juga bisa digunakan sebagai makanan tambahan bagi ikan-ikan. Terutaman udang dan bandeng. Kendala lain, budi daya rumput laut jenis Eucheuma Cottoni yang dibudidayakan di pesisir laut. Terutama di daerah pantai terusan Marang Kayu adalah kawasan laut yang sering tercemar tumpahan minyak. Sehingga menyebabkan kerusakan pada tanaman rumput laut. Ditambah ramainya lalu lintas kapal di kawasan tersebut. "Sehingga harus dijamin, wilayah budi daya rumput laut yang steril dan aman dari lalu lintas kapal," ujar Bahar. Dari pantauannya, saat ini pengembangan budi daya rumput laut jauh lebih baik. Transaksi jual beli komoditas ini pun sudah lancar. Walau pun hanya dalam bentuk bahan mentah. Produk rumput laut Kaltim banyak di distribusikan ke wilayah Surabaya dan Makassar. Ke depan, ia berharap komoditas rumput laut bisa dikembangkan sebagai produk jadi. Dengan pembangunan industri olahan di Bumi Etam. Ia pun menyebut, sudah ada wacana dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kukar untuk pembangunan pabrik di wilayah Muara Badak. "Hanya saya tidak tahu, itu pabrik olahan atau hanya bantuan mesin press saja," kata dia. Sebenarnya, beberapa UMKM di wilayah Bontang sudah mengolah rumput laut menjadi produk olahan. Seperti agar-agar, amplang, dan makanan olahan rumput laut lainnya. Namun memang tidak masif. Karena hanya dikelola secara mandiri oleh UMKM. Bahar menilai seharusnya ada langkah serius pemerintah untuk mengembangkan budi daya rumput laut menjadi produk olahan. Minimal dengan langkah awal melakukan pelatihan dan pendampingan bagi para petani. Itu bisa dilakukan di masing-masing kawasan budi daya, untuk mengajarkan peluang bisnis industri rumput laut. "Selama ini kan problem-nya pemerintah tidak serius dampingi. Itu yang harus ditekankan. Apa langkahnya? Apa programnya?," tegas Bahar. Ia pun berharap kedepan pengembangan budi daya rumput laut bisa lebih optimal. Baik dari segi budi daya mau pun produk olahan. Apalagi dengan adanya jalur ekspor langsung direct call dari Kaltim Kariangau Terminal (KKT). Akses itu dapat dimanfaatkan sebagai peluang besar pengembangan bisnis rumput laut yang berorientasi pada ekspor. Baik dalam bentuk bahan mentah, maupun produk olahan. (krv/eny)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: