Aklamasi pada Musda Golkar Bisa Klaim Sepihak

Aklamasi pada Musda Golkar Bisa Klaim Sepihak

Samarinda, DiswayKaltim.com - Pilihan aklamasi mencuat seiring terselamatkannya Musda X Golkar Kaltim pada 14-15 Maret 2020 mendatang. Pengamat politik Kaltim, Sonny Sudiar menuturkan, praktik tersebut rentan dibumbui money politic. Akademisi Fakultas Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Mulawarman (Unmul) ini, melihat jika aklamasi yang dihembuskan belakang ini kemungkinan besar hanya klaim sepihak. Dari salah satu kubu yang ikut kontestasi Musda Golkar Kaltim. "Tujuannya sebagai upaya pembentukan opini. Dengan isu aklamasi yang dihembuskan berpengaruh terhadap kondisi internal Golkar," kata dia, Selasa (10/3). Dari sejumlah kandidat yang mendaftar untuk merebut kursi Golkar Kaltim 1, mengemuka pula rivalitas sengit di antara mereka. Ada tiga sosok politisi besar yang akan bertarung. Rudi Mas’ud, Makmur HAPK dan Isran Noor. Selain itu, ada 5 kader partai lainnya. HM Sutamsis, Rita Barito, Encik Widyani dan Theresia Philipus. Menurutnya praktik politik uang dan bagi-bagi jabatan dalam aklamasi rawan terjadi. Namun, bentuknya bisa bervariasi. "Ada yang cash, tiket, mobilisasi, janji jabatan dan lain-lain. Tergantung bagaimana pendekatan yang digunakan. Serta materi apa yang dijanjikan," jelas Sonny. Potensi politik uang, lanjutnya, sepertinya sudah menjadi potret umum dalam perpolitikan Indonesia. "Kekuatan kapital menjadi sangat menentukan," imbuhnya. Kemudian, ia menilai dalam konteks Musda Golkar Kaltim, tampaknya ada rivalitas antara Rudi Mas'ud dan Isran Noor. Namun begitu, indikasi politik uang bisa saja terjadi dari sudut manapun. "Saya tidak tahu pasti cara apa yang digunakan oleh masing-masing kubu. Yang jelas tujuannya untuk memperoleh dukungan dari pemilik suara di Musda Golkar," urai Sonny. Jika itu benar terjadi, artinya kualitas demokrasi di Indonesia masih rendah. Karena tunduk pada kekuatan materi. Begitupun demokrasi yang dianut membuktikan bahwa yang dilakukan masih bersifat procedural. Belum menjalankan demokrasi secara substansial. Kendati sarat kepentingan, proses aklamasi itu tetap bagian dari prinsip demokrasi. Karena proses pemilihan dalam menentukan pemimpin melalui musyawarah mufakat tetap terjadi. "Jadi pertanyaannya bukan fair atau tidak. Tapi seberapa siap kader dan Partai Golkar melakukannya. Berbeda dengan mekanisme voting lebih kental nuansa demokratisnya. Tapi bukan berarti aklamasi itu tidak demokratis," pungkasnya. (rsy/dah)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: