Balikpapan Kalahkan Samarinda, Kasus Maladministrasi Pertanahan Tertinggi

Balikpapan Kalahkan Samarinda, Kasus Maladministrasi Pertanahan Tertinggi

Kegiatan Ngopi Bareng ORI yang diselenggarakan di Kantor Ombudsman RI Perwakilan Kaltim, Selasa (10/3). (Michael/Disway Kaltim) Samarinda, DiswayKaltim.com - Kasus maladministrasi tergolong besar di Kaltim. Kasus pertanahan paling banyak ditemui. Hal itu diungkap kepala Ombudsman RI Perwakilan Kaltim Kusharyanto. Ia membeber 2013 hingga 2019  kasus maldminstrasi mencapai 657 temuan. Artinya, dalam setahun, pengungkapan mala administrasi mencapai 100 kasus. Dari jumlah tersebut, 78 persen terselesaikan. Sisanya masih dalam proses. Ia membeber pula dari 10 kabupaten/kota di, Balikpapan berada di posisi pertama dengan 274 kasus. Disusul Samarinda dengan 177 kasus. “Ada beberapa cara pelaporan yang masuk ke kami. Paling banyak masyarakat datang langsung. Baru menggunakan surat, media, email, dan telepon,” katanya kepada Disway Kaltim di sela kegiatan Ngopi Bareng di Kantor ORI, Jalan MT Haryono, Selasa (10/3). Sementara, agraria atau pertanahan menjadi instansi pemerintahan yang paling banyak terdapat praktik mala administrasi. Dengan 184 kasus. Masalah yang  sering terjadi yaitu penundaan berlarut. Tapi pada 2019 terjadi penurunan jumlah laporan atau pengaduan masyarakat. Hal itu disebabkan berkurangnya jumlah investigasi atas prakarsa sendiri pasca disahkannya peraturan Ombudsman Nomor 38 Tahun 2019. Selain itu, efektivitas kinerja penerimaan dan verifikasi laporan dalam menyaring keluhan masyarakat bukan merupakan kewenangan Ombudsman. Kus juga menambahkan selama 2019 lalu, sebanyak 7.903 laporan yang masuk berkaitan dengan dugaan mala administrasi dalam pelayanan publik. Dari jumlah laporan tersebut, sebesar 5.464 laporan sedang dalam proses pemeriksaan materil. Sedangkan sisanya ditutup. Karena, Verifikasi Laporan tidak memenuhi syarat formil materil. Namun, memang instansi yang banyak terdapat laporan masih pada agraria atau pertanahan. “Kalau korban merasa dipersulit atau pun merasa ada indikasi malaadministrasi, paling sering korban langsung datang melapor ke kami. Namun, terkadang juga melalui keluarga atau kuasa hukum,” ungkapnya. Kus menerangkan, rekomendasi Ombudsman wajib dilaksanakan. Tetapi, dalam perkembangan dari laporan yang masuk setiap tahun hanya beberapa saja yang sampai ketahap Rekomendasi. Dari rekomendasi tersebut, pejabat negara biasanya menggunakan sebagai dasar hukum untuk melakukan perbaikan. “Selama empat tahun terkahir, dari data pelaksanaan Rekomendasi Ombudsman oleh Terlapor, dapat dikatakan persentase instansi terlapor yang melaksanakan sepenuhnya dan melaksanakan sebagian Rekomendasi Ombudsman RI cukup signifikan (70,58 persen),” bebernya. Artinya terdapat upaya Instansi Terlapor dalam mematuhi Rekomendasi Ombudsman. Sesuai ketentuan UU Nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman RI. “Sejak tahun 2015 kami melaksanakan penilaian dan pemeriksaan tingkat kepatuhan terhadap standar pelayanan publik di Kementerian, Lembaga, dan Pemerintah Daerah,” pungkasnya. (mic/boy)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: