Loh, Loh, Pemkot-Warga Kok Saling Rebutan Lahan

Loh, Loh, Pemkot-Warga Kok Saling Rebutan Lahan

Hairul Usman menunjukakn bukti dokumen kepemilikan lahan. (M1/Disway Kaltim) Samarinda, DiswayKaltim.com  - Jalan Rapak Indah ditutup sejak Senin (20/1/2020) pagi tadi.  Pemicunya adalah perebutan lahan antara warga dengan Pemkot Samarinda. Warga tersebut mengaku sebagai kelompok keluarga ahli waris yang dinahkodai kordinator kelompok Masyarakat Hairul Usman (Datu Usman,red). Ia mengatakan merasa dicurangi pemerintah. Hairul Usman atau yang akrab disapa Datu Usman mengaku bahwa kasus ini bermula sejak 2002 lalu. Ia mengatakan telah melakukan berbagai langkah hukum. Namun hingga kini permasalahan tersebut belum tuntas. "Pemerintah itu tutup mata terhadap rakyatnya. Bukannya memberikan pelayanan dan kerja untuk masyarakat dengan baik, eh malah mengorbankan rakyat untuk kepuasan pribadi mereka,” katanya. Kekecewaannya bermula saat dirinya mendatangi kantor Pekerjaan Umum dan Penataan Rakyat (PUPR) Samarinda. Dinas PUPR berjanji lakukan tinjauan lapangan di lahan yang diklaim miliknya itu. Sebagai upaya lakukan mediasi. Sayangnya tidak ada ganti rugi. “2008 saya datangi PU lagi ternyata tidak ada kejelasan, hingga orang tua saya meninggal meski di Tahun 2011 lalu. Saya datangi Pak Joko (PU Kaltim), Pak Joko sudah jelas-jelas memberi rekomendasi ganti rugi terhadap tanah saya waktu itu,” ungkap Datu Usman. Datu usman menambahka kini telah mengantongi dua salinan keputusan. Masing-masing berasal dari Pengadilan Negeri (PN) Samarinda dan Pengadilan Tinggi (PT) Kaltim. Terkait penetapan dirinya sebagai ahli waris lahan seluas 4.356 meter persegi itu. Namun Pemkot Samarinda tak bergeming. Tidak juga menurunkan ganti rugi atas lahan miliknya dengan alasan akan meneruskan kasush hingga ke Mahkamah Agung (MA). “Ya sampai sekarang, ujung-ujungnya mereka (Pemkot Samarinda) mau kasasi. Terserah aja mau kasasi, hak orang kok mau di kasasi,” singgungnya. Adapun besaran ganti rugi lahan yang dituntut sebesar Rp 18 milliar. Angka tersebut mengau pada pasaran yang mencapai Rp 5 juta hingga Rp 6 jut per meter persegi. “Akhirnya, kami ambil harga standar aja Rp 2 juta per meter persegi. Lebih kurang Rp 8 milliar,” ungkapnya. Terpisah, Sekretaris Kota (Sekkot) Samarinda Sugeng Cahirudin  mengakui lahan yang dituntut bukan milik Pemkot. Oleh karena itu dirinya tidak ingin membatasi upaya hukum yang dilakukan masyarakat. “Kalau ada yang menuntut, silakan, ini negara hukum. Beliau (Datu Usman,red) sudah lakukan. Dua langkah (hukum,red) sudah dilakukan. Tinggal langkah terakhir di MA. Biar kami mau dimarahin, ya marahinlah karena memang begini langkah hukumnya,” katanya. Sugeng mengaku saat itu menghadiri mediasi tuntutan Datu Usman di Ruang Rapat Balai Kehutanan Samarinda. Katanya pihak Pemkot membenarkan akan membawa persoalan ini ke Mahkamah Agung (MA) “Kami bekerja berdasarkan peraturan, aturannya itu mengupayakan hukum final, baru boleh kami melakukan ganti rugi. Hukum final itu adanya di Mahkamah Agung (MA), ketika kasasi itu turun, barulah itu dilakukan proses anggaran,” pungkas Sugeng. (M1/boy)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: