Kasus Pemuda Bakar Rumah yang Timbulkan Korban Jiwa, Ini Kata Psikolog

Kasus Pemuda Bakar Rumah yang Timbulkan Korban Jiwa, Ini Kata Psikolog

Ketua Ikatan Psikologi Klinis Himpsi Kaltim, Ayunda Ramadhani-ist-

KUTAI KARTANEGARA, NOMORSATUKALTIM – Kasus pembakaran rumah oleh pemuda berinisial RC alias J (25) yang menggemparkan kawasan Gunung Belah, Tenggarong, menjadi perhatian psikolog untuk mencoba menguraikan motif pelaku tersebut.

Sebelumnya, RC diiamankan polisi karena terlibat dalam kasus pembakaran rumah di wilayah Kukar. Tak tanggung-tanggung, akibat perbuatannya itu, sebanyak 21 rumah hangus terbakar, satu orang meninggal dunia, dan tiga rumah lainnya hampir ikut terbakar.

Kini, RC menghadapi ancaman hukuman penjara seumur hidup atas perbuatannya yang dinilai sangat meresahkan masyarakat itu.

Pihak kepolisian terus melakukan penyelidikan, namun muncul berbagai spekulasi mengenai kondisi mental RC yang diyakini berperan besar dalam keputusannya melakukan tindakan kriminal tersebut.

BACA JUGA: Tiga Kali Bakar Permukiman Warga, Pemuda Tenggarong Terancam Bui Seumur Hidup

BACA JUGA: Pemuda Tenggarong Menjadi Otak Pembakaran di Gunung Belah, Dipicu Sakit Hati

Ketua Ikatan Psikologi Klinis (IPK) Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) Kalimantan Timur, Ayunda Ramadhani, mengemukakan pandangannya mengenai kasus ini.

Dia melihat tindakan pembakaran yang dilakukan RC kemungkinan besar terkait dengan pengalaman traumatis di masa lalu, yang jika tidak ditangani dengan baik, dapat mempengaruhi perilaku destruktif seseorang.

“Tindakan pembakaran yang dilakukan RC bisa jadi adalah bentuk ekspresi dari trauma yang ia alami di masa kecil, misalnya kekerasan atau bullying. Orang yang mengalami trauma tersebut sering kali mengembangkan masalah emosi atau prilaku yang dapat berlangsung hingg dewasa,” ujar Ayunda, Sabtu 12 Oktober 2024.

Trauma yang tidak ditangani dengan baik pada masa kecil dapat memicu berbagai gangguan psikologis pada seseorang saat dewasa, termasuk kecenderungan melakukan tindakan destruktif seperti pembakaran.

BACA JUGA: Rumah Kosong di Tenggarong Hampir Hangus, Diduga Sengaja Dibakar

BACA JUGA: Kebakaran Besar di Tenggarong, Satu Korban Tewas dan Dua Petugas Luka

Faktor-faktor Psikologis yang Berperan

Selain trauma, Ayunda menjelaskan, bahwa terdapat beberapa faktor lain yang mungkin mempengaruhi RC dalam melakukan aksi kejahatannya. Salah satu faktor yang menonjol adalah kondisi kesehatan mental pelaku.

“Gangguan kepribadian atau gangguan kontrol impuls bisa menjadi penyebab seseorang melakukan tindakan yang sangat berisiko dan merusak, seperti pembakaran,” ungkapnya.

Orang-orang dengan gangguan kontrol impuls cenderung kesulitan mengendalikan dorongan-dorongan untuk melakukan sesuatu, bahkan jika hal tersebut dapat menimbulkan konsekuensi serius bagi diri sendiri maupun orang lain.

Selain itu, Ayunda juga menyoroti lingkungan keluarga yang tidak kondusif sebagai salah satu pemicu perilaku menyimpang.

BACA JUGA: Pemekaran Mangkurawang Darat Jadi Desa Baru Tunggu Perda Dulu

BACA JUGA: Kasus Keracunan Massal di Sebulu Ulu, Warga Tuntut Bawa ke Ranah Hukum

Anak-anak yang tumbuh di dalam keluarga yang penuh dengan kekerasan atau kurang perhatian berisiko mengembangkan masalah emosi dan perilaku.

“Lingkungan keluarga yang tidak stabil, termasuk kekerasan dalam rumah tangga atau penolakan oleh orang tua, bisa memicu perasaan marah, terluka, dan frustasi pada anak, yang kemudian dapat diekspresikan dalam bentuk perilaku destruktif ketika mereka dewasa,” jelasnya.

Ayunda menegaskan, bahwa dalam kasus seperti ini, penting untuk melakukan pemeriksaan psikologis yang mendalam untuk mengetahui akar penyebab dari tindakan pelaku.

Ia menyarankan agar pihak berwajib tidak hanya melihat aspek hukum, tetapi juga mempertimbangkan kondisi mental RC dalam proses hukum yang sedang berlangsung.

BACA JUGA: Pemkot Akan Bangun Musala Terapung di Teras Samarinda, Ini Harapan Warga

BACA JUGA: Membentuk Jiwa Sosial Anak Sejak Dini, 4 Lokasi RBRA Disediakan di Balikpapan

“Mungkin saja, ada motivasi tersembunyi atau gangguan psikologis yang mendasari tindakan tersebut, dan untuk itu, diperlukan analisis psikologis yang komprehensif,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: