Waspadai Informasi Sesat Jelang Pemilu 2024
Samarinda, Nomorsatukaltim.com - Alarm kewaspadaan perlu dibunyikan sejak dini. Belajar dari Pemilihan Umum 2019, sebaran informasi sesat memuncak jelang pencoblosan. Pemilu 2024 diprediksi akan meningkat sejak November 2023, sepekan jelang pencoblosan, dan sepekan setelahnya.
Delegasi Aliansi Jurnalis Independen, Heru Margianto menjelaskan lanskap informasi sesat di Pilpres 2019, bisa dijadikan pelajaran untuk mengantisipasi segala bentuk informasi sesat yang akan muncul di Pemilu 2024. “Potensi meningkatnya sebaran informasi sesat di Pemilu 2024 dapat diketahui melalui pola yang sudah ada dari Pemilu 2019,” ujar Heru, melalui Zoom meeting pada Training Meliput Isu Pemilu, yang dihelat AJI Samarinda, Minggu (16/7/2023). “Banyak istilah seperti manipulasi informasi, disinformasi, misinformasi, atau malinformasi. Kita sederhanakan menjadi informasi sesat. Artinya, informasi yang sengaja direkayasa sedemikian rupa menjadi sesat dengan tujuan memengaruhi opini dan tindakan khalayak,” jelasnya. Berkaca Pemilu sebelumnya, yang digelar pada 17 April 2019, Kementerian Kominfo mendapat data, produksi informasi sesat menunjukkan peningkatan beberapa bulan sebelum pencoblosan dan memuncak pada bulan April. Dengan rincian, Januari ditemukan 175 informasi sesat. Februari jumlahnya meningkat menjadi 353. Meningkat lagi menjadi 453 di bulan Maret. Puncaknya bulan April yaitu 486 disinformasi. “Pemilu serentak 2024 akan digelar pada 14 Februari. Melihat apa yang terjadi di 2019, waspadai peningkatan sebaran informasi sesat sejak November 2023,” ujar Redaktur Pelaksana Kompas, ini. “Jika dicermati hari per hari, persebaran informasi sesat di 2019 naik di hari-hari menjelang dan setelah pencoblosan. Karena itu, pada 2024, waspadai hari-hari seminggu menjelang pencoblosan dan seminggu setelahnya,” ingatnya. Pada 2019, informasi sesat paling banyak ditemukan di tiga platform yaitu Facebook, Twitter, dan Whatsapp. Facebook menjadi platform favorit. Sebanyak 857 konten atau 58 persen informasi sesat ditemukan di Facebook, Twitter 210 konten atau 14 persen, dan Whatsapp 96 konten atau 7 persen. “Tidak seperti 2019, sekarang platform media sosial semakin banyak, seperti Tiktok, misalnya. Tapi besar kemungkinan, Facebook masih menjadi ladang favorit persebaran informasi sesat,” ujar Heru. Selanjutnya, ada dua obyek yang menjadi sasaran informasi sesat di Pemilu 2019, yaitu individu dan institusi negara. Individu yang menjadi sasaran adalah capres dan cawapres, presiden yang sedang berkuasa, pejabat pemerintah, tokoh partai, tokoh agama, tokoh politik, dan artis. Informasi sesat yang menyasar individu sebanyak 67,2 persen atau 986 konten. Dari jumlah itu, individu yang paling banyak disasar adalah capres dan cawapres dengan bentuk konten yang paling banyak digunakan format foto disertai caption. “Dari data di atas, hal yang dapat diwaspadai di Pemilu 2024, serangan informasi sesat yang paling banyak akan ditujukan kepada para pasangan calon, baik capres atau cawapres, maupun pasangan kepala daerah, dan penyelenggara pemilu,” terang Heru. “Karena itu, perhatikan informasi seputar pemilu yang beredar, lakukan cross check, jangan sampai kita menjadi amplifier dari hoaks dan disinformasi,” ujarnya. (*/sal) Reporter: SalasmitaCek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: