PKS Desak MK Tolak Uji Materi Pemilu Tertutup
Nomorsatukaltim.com - Desakan terhadap Mahkamah Konstitusi agar menolak gugatan uji materi sistem pemilu proporsional tertutup, kian berdatangan. Teranyar, desakan muncul dari Partai Keadilan Sejahtera. PKS meminta MK menolak seluruh permohonan uji materi proporsional tertutup yang diajukan para Pemohon. Alasannya karena cacat formil dan masih banyak kekurangan. Wakil Sekretaris Jenderal Hukum dan Advokasi DPP PKS, Zainuddin Paru memaparkan, para Pemohon dinilai tidak memiliki hak konstitusional dalam pengujian undang-undang. "Pemohon tidak memiliki legal standing. Pihak yang memiliki hak konstitusional untuk mengajukan permohonan pengujian UU a quo adalah partai politik sebagai pemegang Hak Eksklusif dari Pasal 22E Ayat (3)," ujar Zainuddin, dikutip Redaksi melalui keterangan tertulisnya, pada Rabu (31/5/2023). Ia menegaskan, para Pemohon berkedudukan hukum sebagai perseorangan atau kelompok yang tidak mewakili partai politik. Lantaran itu, hak dan kewenangan konstitusional para Pemohon tidak dirugikan dengan berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujiannya. Menurut Zainuddin hanya partai politik yang mengalami dampak langsung dengan perubahan sistem pemilihan, baik proporsional terbuka atau tertutup "Karena itu, sebagai pihak terkait, DPP PKS memohon agar Mahkamah menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima, Niet Ontvankelijke Verklaard (NO)," tegasnya. Permohonan pengujian UU Pemilu dengan Nomor 114/PUU-XX/2022 diajukan ke Mahkamah Konstitusi oleh Demas Brian Wicaksono, Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, serta Nono Marijono. Para Pemohon mendalilkan Pasal 168 ayat (2), Pasal 342 ayat (2), Pasal 353 ayat (1) huruf b, Pasal 386 ayat (2) huruf b, Pasal 420 huruf c dan huruf d, Pasal 422, Pasal 424 ayat (2), Pasal 426 ayat (3) bertentangan dengan UUD 1945. Sejak beberapa hari belakangan, publik dihebohkan dengan statement mantan wakil menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana. Ia mengklaim mendapat informasi putusan MK perihal sistem pemilu legislatif yang akan kembali ke sistem proporsional tertutup atau coblos partai. Putusan itu diwarnai perbedaan pendapat tiga hakim atau dissenting opinion di MK. Akibatnya, reaksi keras bermunculan. Antara lain, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD yang meminta aparat kepolisian memeriksa Denny Indrayana Mahfud Md melalui akun Twitter @mohmahfudmd menanggapi pernyataan Denny Indrayana, yang mengaku mendapat informasi putusan MK dengan proporsi enam hakim setuju dan tiga hakim menolak. “Info dari Denny ini jadi preseden buruk, bisa dikategorikan pembocoran rahasia negara. Polisi harus selidiki info A1 yang katanya menjadi sumber Denny agar tak jadi spekulasi yang mengandung fitnah,” tegas Mahfud, Senin. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: