Kursi Dingin Wawali

Kursi Dingin Wawali

Nyaris dua tahun, kursi wawali Balikpapan tidak terisi. Sampai saat ini belum ada pengganti mendiang alm. Thohari Aziz, yang wafat Januari 2021.

Kursi Wakil Wali Kota Balikpapan masih kosong, sejak dilantiknya Wali Kota Rahmad Mas’ud pada 31 Mei 2021.

Inagurasi Rahmad Mas’ud sebagai pemenang Pilkada 2020, mengacu surat Mendagri tertanggal 25 Mei 2021. Atau lima hari sebelum  berakhirnya masa jabatan Pak Rizal Effendi pada 30 Mei 2021.

Rahmad Mas’ud bersama mendiang, satu dari sembilan kepala daerah terpilih di Kaltim yang ikut dalam gelaran Pilkada 2020.

Pasangan itu disorong parpol pengusung dan pendukung yakni Golkar, PDIP, PKS, Gerindra, Partai Perindo, PAN, PKB, dan Partai Demokrat. Yang mengantongi kursi dominan di Parlemen, atau didukung 37 dari 45 kursi DPRD Balikpapan.

Pilkada tahun 2020 termasuk gelombang keempat atau gelombang terakhir sebelum Pilkada Serentak tahun 2024.

Sebagai pengingat, Pilkada 2020 diikuti sebanyak 270 daerah. Rinciannya, 9 Provinsi, 37 Kota dan 224 Kabupaten. Dengan kata lain, diikuti sekitar 53 persen dari total 537 jumlah provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia.

Dari 270 daerah yang menghelat Pilkada 2020, tercatat ada 25 pasangan calon tunggal yang melawan kotak kosong. Termasuk Rahmad Mas'ud.

Tetapi, periodesasi kekuasaan mereka tidak genap sampai lima tahun sebagaimana jabatan kepala daerah umumnya. Artinya, Rahmad Mas'ud bersama ratusan kepala daerah lain tidak akan memimpin sampai 2025. Sebab terbentur dengan Pemilu 2024.

Masa jabatan hasil Pilkada 2020 termaktub  dalam UU No.10 tahun 2016 tentang Pilkada. Di Pasal 201 ayat 7, dijelaskan bahwa gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati serta walikota dan wakil walikota hasil pemilihan tahun 2020 menjabat sampai dengan tahun 2024.

Lantas pada ayat 8, pemungutan suara serentak nasional dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati serta walikota dan wakil walikota di seluruh wilayah NKRI dilaksanakan pada bulan November 2024.

Kalau merunut pasal 201 ayat 7 dan 8, maka masa jabatan kepala daerah hasil Pilkada 2020 hanya sampai dilaksanakan Pilkada 2024 dan dilantikannya kepala daerah terpilih.

Nah, untuk sisa masa jabatan kepala daerah terpilih 2020, dan kepala daerah 2021-2026, akan diberi kompensasi. Yang besarannya diatur Kemendagri dan Kemenkeu.

Kompensasi itu juga diatur dalam Pasal 202 UU No. 8 tahun 2015, yang menyatakan:

Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang tidak sampai satu periode akibat ketentuan Pasal 201, diberi kompensasi uang sebesar gaji pokok dikalikan jumlah bulan yang tersisa serta mendapatkan hak pensiun untuk satu periode.

Untuk kompensasi kepada Kepala Daerah terpilih 2020, akan diberi kepada yang bersangkutan setelah terpilihnya kepala daerah yang baru pada pemilihan 2024.

Pengaturan masa jabatan kepala daerah yang terpilih saat Pilkada 2020 akan berakhir pada penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024 telah diatur secara eksplisit dalam Pasal 201 ayat (7) UU Pilkada.

Hal itu juga pernah ditegaskan Mahkamah Konstitusi, yang menolak seluruh permohonan pemohon terkait pengurangan masa jabatan kepala daerah.

Dalam rilis MK, para Pemohon meminta sebagai pasangan kepala daerah seharusnya dilantik untuk masa jabatan lima tahun sejak dilantik pada 9 Juli 2021.

Masa jabatan mestinya berakhir pada 9 Juli 2026, bukan pada 2024 sebagaimana ketentuan Pasal 201 ayat (7) UU Pilkada. Sebab, jika mengacu pada ketentuan tersebut maka masa jabatan para Pemohon hanya 3 tahun 5 bulan.

Tapi MK berpendapat UU Pilkada bersifat transisional atau sementara, dan sekali terjadi (einmalig), demi terselenggaranya pemilihan serentak nasional pada 2024.

Di sisi lain, mengacu PP Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, mengatur tentang tata cara pengisian kekosongan jabatan Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah.

Menurut PP ini, salah satu tugas dan wewenang DPRD Provinsi, Kabupaten, Kota memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah dalam hal terjadi kekosongan untuk sisa masa jabatan lebih dari 18 bulan.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 10 tahun 2016, pengisian wakil kepala daerah bisa dilakukan lebih dari 18 bulan, sehingga kalau kurang tidak lagi diisi. Maka, dampaknya kursi wakil menjadi kosong.

Dari konstruksi legal standing di atas, masa jabatan Rahmad Mas'ud tidak sampai dua tahun lagi. Ini dengan asumsi perhitungan per 1 Maret 2023 sampai Pilkada 27 November 2024. Artinya, hanya tersisa hitungan bulan untuk segera mengisi kursi wawali.

Berkejaran Pemilu

Bercermin dari daerah lain yang serupa dengan Balikpapan, kekosongan kursi wawali harus segera diisi. Jika dalam batas waktu yang ditentukan berakhir, maka kursi itu tidak bisa diisi kembali.

Seperti Kota Bandung, misalnya. Kursi wakil wali kota Bandung hingga saat ini kosong. Karena tidak bisa dilakukan lagi disebabkan waktu pengajuan telah berakhir sejak 20 Maret 2022 silam.

Jika melihat Perarutan KPU No. 3 tahun 2022 tentang tahapan dan jadwal Pemilu 2024, per tanggal 24 April 2023 - 25 November 2023 sudah masuk jadwal pencalonan anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota. Bahkan, sejak Januari lalu para parpol telah sibuk mencari sosok yang akan didaftarkan sebagai bacaleg atau bakal calon legislatif.

Ihwal kosongnya kursi wawali Balikpapan, dua nama sebetulnya telah diajukan Wali Kota Rahmad ke Parlemen. Tapi, belum semua parpol koalisi melayangkan rekomendasinya. Dua nama itu Budiono dan Risti Utami Dewi atau istri mendiang alm Thohari Aziz.

Sampai saat ini baru Golkar, PDIP dan PKS yang merekomendasikan. Sisanya belum. Dengan demikian Parlemen belum bisa memprosesnya karena belum memenuhi syarat dukungan. Satu saja parpol pendukung menolak, maka hasilnya akan mentah.

Saat berbincang santai dengan Ketua Parlemen, Abdulloh, ia bilang, bola bukan lagi di tangan Parlemen atau Wali Kota. Melainkan di parpol pengusung dan dua nama itu.

"Yang diajukan siapa, masa kita yang repot. Harusnya dua nama itu pro aktif agar bisa mendapat rekomendasi parpol koalisi," saran Abdulloh, pada Rabu (22/2/2023) petang.

Jauh sebelumnya, Ketua Fraksi Demokrat Mieke Henny, pernah bilang saat ini partai tengah fokus untuk Pemilu 2024. Baginya, siapapun nama untuk mengisi kekosongan kursi wawali tak masalah.

Meski Demokrat juga mengajukan ketuanya Deni Mappa, sebagai bakal calon wawali pengganti, namun hal itu bukan prioritas. "Fokus kami mengejar target di Pemilu 2024," ujarnya.

Mengingat saat ini sudah memasuki tahun politik, maka wajar jika para parpol lebih fokus pada seleksi bakal caleg dan pendulangan suara di 2024.

Tapi kalau kursi wawali tetap tidak terisi sampai batas yang ditentukan, ini adalah kerugian besar bagi PDIP.

Seharusnya sudah bisa mengantongi kursi wawali. Mengingat, mendiang alm Thohari dari partai besutan Megawati.

Meski hanya sebentar, meski perencanaan APBD telah dilakukan, setidaknya PDIP bisa tercatat dalam sejarah. Apalagi sebagai partai penguasa. PDIP sendiri telah menunjuk kadernya sebagai pengganti alm Thohari.

Tapi jika untuk duduk di kursi itu membutuhkan lobi, harus pro aktif sebagaimana saran Ketua Parlemen, maka sudah sepatutnya kader PDIP yang diajukan sebagai calon wawali untuk lebih lentur mengasah irama komunikasi politiknya.

Tujuannya supaya bisa mendapat rekomendasi dari seluruh partai koalisi. Amat sayang kursi dingin itu tidak terisi. Apalagi kalau hanya kurang pro aktif. Bukan saja parpol yang rugi, tapi masyarakat Balikpapan juga.

Masalahnya: proses lobi itu hanya butuh komunikasi politik atau harus ada embel-embel politik transaksional?

Bisa jadi, ini yang bikin pusing kepala. Dan sampai kini, Rahmad Mas'ud masih sendirian tanpa wakilnya. Kasihan, ia bekerja sendirian.

Jika tetap deadlock soal lobi, bisa saja Rahmad Mas'ud benar-benar tanpa wakilnya sampai Pemilu 2024. Jika itu terjadi, Balikpapan seperti Bandung, tanpa wakil wali kota.

Tapi, Balikpapan jangan serupa Binjai, Sumut.

Yang kursi wawalinya kosong, lalu diisi dari anggota Parlemennya. Tapi, ada bau-bau cuan yang mengiringi proses pemilihannya. Dan bikin gempar jagat maya. Sampai-sampai rekaman dugaan suapnya bocor ke media. Meski akhirnya, tenggelam begitu saja.

Apapun itu, kesempatan mengisi harus benar-benar dimanfaatkan PDIP.

Apakah PDIP rela jatahnya diambil? Sayang seribu sayang, kan. Apalagi sebagai partai penguasa. Sudah selaiknya mendapat jatahnya. Tinggal kelihaian kader yang ditunjuknya. Jangan sia-siakan kepercayaan besar dari partai besar.

*Rudi Agung/ penikmat wayang kulit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: