Produksi Perikanan Harus Steril dari Kandungan Mikroplastik

Produksi Perikanan Harus Steril dari Kandungan Mikroplastik

Nomorsatukaltim.com - Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono meminta setiap proses perikanan dari hulu ke hilir, harus menjamin kualitas produk. Itu harus dilaksanakan sejak dari produksi hingga sampai ke tangan konsumen. Proses penjaminan mutu produk kelautan dan perikanan, tegasnya, harus bisa memastikan tidak ada kandungan kontaminasi mikroplastik di setiap komoditas. “Agar bisa berjalan baik, maka upaya penjaminan harus dilakukan dari hulu ke hilir. Ini menjadi penting, khususnya melindungi sumber daya hayati ikan kita agar tetap sehat, bermutu dan bebas mikroplastik,” papar Wahtu, belum lama ini. Ia mengingatkan kembali menjaga produk perikanan tetap sehat dan bermutu menjadi tugas yang tidak mudah, namun sangat penting dilakukan. Hal itu lantaran keamanan dan kualitas ikan tengah menjadi isu yang disorot di tingkat global. Salah satu yang menjadi perhatian, lanjut Wahyu, soal keamanan produk perikanan dari ancaman polusi plastik dan mikroplastik yang bisa berdampak buruk pada biota laut. Jika ikan atau biota laut sampai mengonsumsi plastik atau mikroplastik, maka itu menjadi sangat berbahaya. “Kesadaran seputar polusi plastik di laut telah meningkat secara signifikan dalam dua dekade terakhir,” imbuhnya. Selain mencegah, penjaminan kualitas mutu produk kelautan dan perikanan dari ancaman polusi plastik juga harus dilakukan pengecekan secara langsung pada tubuh ikan dengan sangat teliti. “Termasuk, menerapkan prinsip ketertelusuran (traceability),” tegasnya. Menurutnya konsumen berhak tahu ikan yang akan dikonsumsi berasal dari tangkapan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia bagian mana. Kemudian, harus dilakukan pengujian apakah ikan mengandung polusi plastik atau tidak. “Jika diketahui mengandung mikroplastik, maka harus dilarang penangkapan ikan di WPP tersebut. Ini soal menjaga kesehatan umat manusia,” tegasnya. Menurut Wahyu, pencemaran polusi plastik di laut menjadi bahaya lingkungan yang utama dan bisa memicu pelbagai dampak kesehatan pada organisme laut. Semisal, biota laut yang mengalami mati lemas, terjerat, atau bahkan terkontaminasi secara langsung. Kondisi tersebut, menegaskan bahwa pengendalian sepenuhnya ada di tangan Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (BKIPM KKP) yang memiliki wewenang langsung di lapangan. Menurutnya, BKIPM sudah sepantasnya melakukan pelayanan optimal dalam memberi jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan. Selain itu, tak kalah pentingnya adalah BKIPM juga harus terus meningkatkan sistem ketertelusuran produk perikanan. Kepala BKIPM KKP Pamuji Lestari mengatakan pihaknya fokus melaksanakan jaminan mutu produk kelautan dan perikanan, serta penerapan prinsip ketertelusuran semua komoditas. Ia berharap, ancaman polusi plastik yang dari waktu ke waktu semakin meningkat, bisa terus dilawan secara bersama bukan hanya oleh Pemerintah saja. Namun juga, oleh masyarakat dan pelaku usaha yang terlibat langsung dalam rantai pasok. Khusus kepada pelaku usaha, pihaknya memberi edukasi tentang bahaya ancaman polusi plastik melalui bimbingan teknis. Diharapkan, dari situ para pelaku usaha semakin paham bahwa itu menjadi syarat ekspor dan sekaligus waspada bahwa mikroplastik bisa berdampak pada makanan. Dilaporkan laman KKP, merujuk Peraturan Presiden Nomor 83 tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut, sampah laut atau marine debris adalah sampah yang berasal dari daratan, badan air, dan pesisir yang mengalir ke laut atau sampah yang berasal dari kegiatan di laut. Kehadiran sampah laut bisa dilihat di semua habitat laut, dari kawasan padat penduduk hingga lokasi terpencil yang tidak terjamah manusia, dan dari pesisir dan kawasan air dangkal hingga palung-palung laut dalam. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: