IPB – ADB Rancang Strategi Pertanian Berkelanjutan

IPB – ADB Rancang Strategi Pertanian Berkelanjutan

Nomorsatukaltim.com - Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) IPB University bekerja sama dengan Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank (ADB) menghelat Indonesia Development Talk Webinar ke-11 bertajuk: Strategies for Achieving Sustainable Agricultural Productivity. Diskusi itu dihelat belum lama ini, dengan melibatkan para ekonom untuk memberikan pencerahan dan rekomendasi peningkatan produktivitas sektor pertanian berkelanjutan di Indonesia. Country Director ADB for Indonesia, Jiro Tominaga, memaparkan topik ini sangat penting bagi Indonesia dalam meningkatkan ketahanan pangan, penyusunan kebijakan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. "Terlebih, mayoritas tenaga kerja Indonesia berprofesi sebagai petani kecil," papar Jiro. Ia menilai sampai saat ini kepemilikan lahan oleh petani masih kecil. Petani juga masih bergantung pada teknologi konvensional. "Serta menghadapi kesulitan akses untuk menjangkau pasar sehingga dibutuhkan produktivitas pertanian yang lebih berkelanjutan di Indonesia,” jelasnya. Kepala PKHT IPB University, Dr Awang Maharijaya, juga menjelaskan salah satu permasalahan di sektor pertanian Indonesia adalah kepemilikan lahan pertanian. Hal ini menyulitkan petani meningkatkan produktivitasnya atau bahkan meningkatkan nilai tambah produk. “IPB University telah berupaya meningkatkan kapasitas petani dalam meningkatkan nilai tambah produk pertanian. Kami membutuhkan antusiasme besar dari para petani,” ujarnya. Prof Muhammad Firdaus, dosen IPB University dari Fakultas Ekonomi dan Manajemen sebagai salah satu narasumber turut menjelaskan terkait produktivitas pertanian yang berkelanjutan. Ia mengurai, produktivitas pertanian yang berkelanjutan harus didorong oleh tiga hal. Hal yang ia maksud cara mempertahankan produktivitas pertanian, cara mendapatkan akses pasar yang lebih terjangkau, serta cara meningkatkan nilai ekspor produk pertanian. "Petani kerap kali dihadapkan proses rantai pasok yang berbelit hingga tingginya angka food loss," ungkapnya. “Impor produk pangan bukanlah hal yang tabu. Namun, prinsip utamanya bagaimana kita meningkatkan nilai ekspor sehingga dapat mengimbangi angka impor,” lanjutnya. Pakar Ekonomi IPB ini menjelaskan bahwa produk pertanian merupakan permintaan inelastis. Peningkatan suplai produk tanpa adanya peningkatan produktivitas sebagai hasil dari intervensi pemerintah apapun akan menyebabkan penurunan harga yang signifikan. “Untuk mengatasi hal ini, dibutuhkan penguatan ekosistem melalui produktivitas yang lebih tinggi dan akses pasar yang lebih baik,” tambahnya. Menurutnya, Indonesia harus melibatkan aspek lingkungan dalam peningkatan produktivitas produk pertanian. Caranya dengan memperbaiki sistem pengukuran produktivitas dengan menggunakan beberapa faktor lingkungan. “Misalnya seperti ketersediaan air, total pemupukan, biodiversitas dan aspek sosial. Untungnya, di tahun 2019, Badan Pusat Statistik telah meluncurkan proyek pilot Survei Pertanian Terintegrasi yang memasukkan beberapa poin pembangunan berkelanjutan dalam proses pertanian,” jelasnya. Kolaborasi pentahelix yang melibatkan akademisi, industri, pemerintah, masyarakat dan media bekerja sama dari upstream ke downstream sangat diperlukan. "Kerjasama ini dibutuhkan dari mulai perencanaan penanaman hingga ke tangan konsumen dengan melibatkan generasi milenial,” jelas Prof Firdaus. (*) Sumber: IPB Nomorsatukaltim.com - Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) IPB University bekerja sama dengan Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank (ADB) menghelat Indonesia Development Talk Webinar ke-11 bertajuk: Strategies for Achieving Sustainable Agricultural Productivity. Diskusi itu dihelat belum lama ini, dengan melibatkan para ekonom untuk memberikan pencerahan dan rekomendasi peningkatan produktivitas sektor pertanian berkelanjutan di Indonesia. Country Director ADB for Indonesia, Jiro Tominaga, memaparkan topik ini sangat penting bagi Indonesia dalam meningkatkan ketahanan pangan, penyusunan kebijakan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. "Terlebih, mayoritas tenaga kerja Indonesia berprofesi sebagai petani kecil," papar Jiro. Ia menilai sampai saat ini kepemilikan lahan oleh petani masih kecil. Petani juga masih bergantung pada teknologi konvensional. "Serta menghadapi kesulitan akses untuk menjangkau pasar sehingga dibutuhkan produktivitas pertanian yang lebih berkelanjutan di Indonesia,” jelasnya. Kepala PKHT IPB University, Dr Awang Maharijaya, juga menjelaskan salah satu permasalahan di sektor pertanian Indonesia adalah kepemilikan lahan pertanian. Hal ini menyulitkan petani meningkatkan produktivitasnya atau bahkan meningkatkan nilai tambah produk. “IPB University telah berupaya meningkatkan kapasitas petani dalam meningkatkan nilai tambah produk pertanian. Kami membutuhkan antusiasme besar dari para petani,” ujarnya. Prof Muhammad Firdaus, dosen IPB University dari Fakultas Ekonomi dan Manajemen sebagai salah satu narasumber turut menjelaskan terkait produktivitas pertanian yang berkelanjutan. Ia mengurai, produktivitas pertanian yang berkelanjutan harus didorong oleh tiga hal. Hal yang ia maksud cara mempertahankan produktivitas pertanian, cara mendapatkan akses pasar yang lebih terjangkau, serta cara meningkatkan nilai ekspor produk pertanian. "Petani kerap kali dihadapkan proses rantai pasok yang berbelit hingga tingginya angka food loss," ungkapnya. “Impor produk pangan bukanlah hal yang tabu. Namun, prinsip utamanya bagaimana kita meningkatkan nilai ekspor sehingga dapat mengimbangi angka impor,” lanjutnya. Pakar Ekonomi IPB ini menjelaskan bahwa produk pertanian merupakan permintaan inelastis. Peningkatan suplai produk tanpa adanya peningkatan produktivitas sebagai hasil dari intervensi pemerintah apapun akan menyebabkan penurunan harga yang signifikan. “Untuk mengatasi hal ini, dibutuhkan penguatan ekosistem melalui produktivitas yang lebih tinggi dan akses pasar yang lebih baik,” tambahnya. Menurutnya, Indonesia harus melibatkan aspek lingkungan dalam peningkatan produktivitas produk pertanian. Caranya dengan memperbaiki sistem pengukuran produktivitas dengan menggunakan beberapa faktor lingkungan. “Misalnya seperti ketersediaan air, total pemupukan, biodiversitas dan aspek sosial. Untungnya, di tahun 2019, Badan Pusat Statistik telah meluncurkan proyek pilot Survei Pertanian Terintegrasi yang memasukkan beberapa poin pembangunan berkelanjutan dalam proses pertanian,” jelasnya. (*) Sumber: IPB

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: