Siswi Ditolak PKL Gegara Jilbab, Disdik Kaltim Turun Tangan   

Siswi Ditolak PKL Gegara Jilbab, Disdik Kaltim Turun Tangan   

Samarinda, Nomorsatukaltim.com - Kabar penolakan manajemen sebuah hotel di Samarinda terhadap siswi berjilbab yang akan mengikuti Praktik Kerja Lapangan (PKL) membuat berbagai pihak geregetan. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kalimantan Timur berencana memanggil seluruh pengusaha hotel untuk meminta penjelasan soal informasi itu. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim Muhammad Kurniawan sedang melakukan klarifikasi terkait kebenaran kasus tersebut. Kurniawan mengaku telah berkomunikasi dengan pihak sekolah. Ia juga akan memanggil pengurus Persatuan Hotel dan Resort Indonesia (PHRI) Samarinda. Kurniawan mengaku heran dengan kabar larangan itu. “Selama saya menjabat, saya belum pernah mendengar (ada pihak yang menolak PKL karena alasan menggunakan jilbab). Baru sekarang,” kata Kurniawan. Ia belum banyak memberikan keterangan atas informasi yang dinilai sensitif ini. Dihubungi secara terpisah Sekretaris PHRI Kaltim, Mohammad Zulkifli khawatir kasus ini menyeret nama baik PHRI. Padahal kasus ini merupakan kebijakan internal pengusaha hotel bersangkutan. “Saya belum bisa berkomentar banyak. Saya harus bicara secara komprehensif,” ungkapnya, Rabu (16/2/2023). Zulkifli hanya menyebut PHRI sudah melakukan rapat. Di mana salah satu pembahasannya adalah persoalan ini. “Saya tidak mau PHRI diseret-seret ini urusan masing - masing hotel,” tambahnya. Ia tidak mau memberikan keterangan secara sepihak. Nantinya akan diadakan pertemuan dalam waktu dekat membahas hal ini yang akan dipimpin langsung Ketua PHRI Samarinda, Lenny Marlina.  “Nanti dikabari sehari dua hari untuk diadakan pers rilis,” tutup Zulkifli. Kasus ini mencuat ketika seorang pelajar sebuah SMK diduga dipaksa menanggalkan jilbab, saat hendak PKL. Orang tua pelajar mengadukan persoalan itu ke Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRCPPA) Kaltim, Rina Zainun. “Jadi awalnya sang anak mengadu karena dia sakit jadi ditempatkan di hotel tersebut yang ternyata dia harus membuka jilbab karena di sana sudah SOP internasional,” ungkap Rina dikutip dari reviewsatu.com. Diceritakan Rina, guru SMK bersangkutan berkirim pesan melalui media sosial dengan orang tua murid. Guru tersebut menegaskan bahwa untuk melakukan PKL di hotel harus membuka jilbab. Orang tua siswi kaget. Mereka meminta agar sekolah mencarikan hotel secara mandiri. Supaya anaknya tetap bisa melakukan PKL tanpa melepas jilbab. Namun guru tersebut menepis. PKL hanya dapat dilakukan di hotel yang sudah memiliki Memorandum of Understanding (MoU) dengan pihak sekolah. Orang tua sang anak pun berang. Mereka lebih memilih anak mereka tidak bisa ikut ujian daripada harus melepas jilbab. Rina, sebagai tim dari perlindungan anak mengaku kecewa atas perlakuan dari pihak hotel tersebut. “Kami tidak mengganggu SOP yang digunakan oleh pihak hotel, artinya mereka punya kuasa tersendiri untuk itu. Tapi setidaknya memberikan kelonggaran bagi para pelajar yang ingin melakukan pemagangan,” ungkapnya. Dalam program magang tersebut, anak yang berjilbab dapat diberikan sebuah name tag. Agar tamu dapat mengetahui bahwa mereka adalah murid yang sedang melakukan PKL. Perempuan yang mengenakan jilbab hitam itu pun menambahkan, kejadian ini tentunya mencoreng nama baik dunia pendidikan. Dia mengatakan dengan adanya hal ini membuat sebuah dilema bagi anak tersebut. Antara tidak membuka jilbab tapi tidak bisa mengikuti PKL atau membuka jilbab tapi tidak dibolehkan oleh orang tua. “Ini kan kasihan anaknya akhirnya menjadi menangis, psikisnya terganggu,” kesal Rina. Rina juga mengimbau kepada pihak sekolah agar di awal pendaftaran, orang tua harus mendapat penjelasan soal ini. Sehingga tidak lagi terjadi kesalahpahaman. Dia pun meminta kepada pihak industri agar lebih bijak dalam menghadapi anak-anak yang ingin menimba ilmu. “Intinya kami minta pada dunia industri untuk bisa melonggarkan aturan tersebut khusus pada siswi yang magang,” harap Rina. Dia tidak berkomentar banyak terkait aturan yang diterapkan oleh pihak hotel. Namun dirinya meminta agar diberikan keringanan. Supaya para peserta didik ini mendapatkan keahlian yang berkompetensi. Saat berita ini ditulis, Rina mengatakan pihak sekolah sudah mencarikan hotel bagi anak tersebut tanpa harus membuka jilbabnya. Dia sendiri akan segera melakukan rapat dengan pemerintah dan Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kaltim serta pihak hotel dalam waktu dekat. (*)   Reporter: Yasinta Editor: Boy Baharunsyah  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: