Interpelasi Pun Berhenti
Bagaikan Herder yang terikat. Berada di dalam pagar rumah gedongan. Nyaring menggong-gong setiap orang yang melintas. Meronta-ronta seakan ingin menerkam dan mencabik. Tapi semakin lama, semakin jauh, lolongan itu kian sayup terdengar. Itulah gambaran interpelasi yang diusung sebagai anggota DPRD Kaltim.
Tim DiswayKaltim.com
BERAWAL dari dilantiknya Abdullah Sani, sebagai Sekprov Kaltim oleh Kemendagri Tjahjo Kumolo. Gubernur Kaltim Isran Noor tak setuju. Ia punya pilihan lain. M Sabani sebagai plt Sekprov yang diinginkan Isran agar terpilih. Namun Isran lebih klop dengan Sabani. Versi Isran hasil seleksi tim, Sabani yang terbaik.
Penggantian Sekprov sendiri bermula tahun lalu, saat Gubernur Kaltim Isran Noor pertama menjabat. Saat itu terbit surat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 133/TPA Tahun 2018 tanggal 2 November 2018 tentang Pengangkatan Pejabat Pimpinan Tinggi Madya di Lingkungan Pemprov Kaltim. Nama Abdullah Sani terpilih menyingkirkan tiga kandidat yang diajukan berdasarkan nilai tertinggi. Ketiganya adalah, M Sabani, Aswin dan Abdullah Sani.
Setelah itu, Kementerian Dalam Negeri pun mengeluarkan surat keputusan nomor: 821/485/SJ yang dikirim pada 21 Januari 2019. Isinya perintah untuk dilakukan pelantikan. Jika dalam lima hari tidak ada pelantikan setelah surat diterima, maka Kementerian yang akan mengambil alih.
Namun, lagi-lagi Isran Noor mengindahkan surat tersebut. Alasannya Sabani mendapatkan nilai tertinggi selama proses seleksi. Karena itulah pemprov semula ingin berkonsultasi dulu dengan Kemendagri. Tak menuai kejelasan, puncaknya, Kemendagri pun mengambil alih pelantikan Sani di Jakarta. Keengganan untuk memberikan komentar pun juga ditunjukkan oleh Gubernur Kaltim Isran Noor.
Persoalan ini akhirnya berlarut sampai saat ini. DPRD Provinisi Kaltim mulai gelisah. Khawatir polemik sekprov ini akan berpengaruh pada kinerja Pemprov Kaltim. Baik dari sisi hukum hingga ke persoalan teknis. Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pun menggalang dukungan. Untuk mengajukan hak interpelasi atau hak untuk meminta keterangan terhadap Gubernur Kaltim Isran Noor.
Ketua Fraksi PKB Kaltim Syafruddin mengungkapkan tengah menggalang tanda tangan. Ada tiga fraksi yang mendukung pengajuan interpelasi. Antara lain Fraksi PPP, PDIP, dan PKS.
“Sebetulnya kita ingin mendorong hak angket. Tapi angket itu paripurnanya harus dihadiri seperempat dari anggota DPRD. Ini yang kita khawatirkan. Makanya kita hanya mengajukan hak interpelasi,” kata Syafruddin, Kamis (24/10/2019).
Kemudian berkembang. Anggota DPRD Kaltim mulai ramai-ramai ajukan hak interpelasi kepada gubernur. Terkait status Sekprov Kaltim yang tidak difungsikan itu. Jumlahnya sudah 20 nama yang setuju.
Berasal dari lima fraksi. Yaitu PKB, PPP, PKS, PDIP dan Partai Golkar.
Penandatanganan dilakukan di kantor DPRD Kaltim, Selasa (5/11/2019). Dan langsung diberikan kepada pimpinan dewan untuk ditindaklanjuti. Kemudian Syafruddin menyerahkan berkas tanda tangan tersebut secara resmi kepada Wakil Ketua DPRD Provinsi Andi Harun. Dan Andi Harun pun berjanji akan memproses sesuai aturan.
Pimpinan dewan sepakat. Pembahasan dilakukan melalui rapat paripurna. Badan musyawarah (Banmus) yang mengatur jadwal. “Pimpinan sudah menerima usulan itu. Asal syaratnya terpenuhi. Kemudian dijadwalkan paripurna. Nanti akan diputuskan di situ,” kata Wakil Ketua DPRD Kaltim Sigit Wibowo, singkat kepada Disway Kaltim, Senin (11/11/2019).
Seharusnya Selasa (12/11/2019) jadwal pembahasan interpelasi disusun Badan Musyawarah (Banmus). Namun ternyata adem-ayem saja. Tak terjadi pembahasan itu. Wakil Ketua DPRD Kaltim Muhammad Samsun membenarkan. Ia yang memimpin rapat. Tetapi politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini tak ingin menyampaikan hasil rapat.
“Waktu rapat pimpinan (pembahasan, Red.) interpelasi itu jadi. Tetapi ditunda. Makanya saya no comment. Silakan tanyakan ke Pak Makmur,” ujarnya kepada Disway Kaltim, Rabu (13/11/2019) siang.
Kemudian Makmur ketika dikonfirmasi melalu telepon seluler malah menghindar. Ia mengaku akan menjawab masalah ini nanti. “Saya sedang ada pengarahan dengan presiden. Sedang di Jakarta. Nanti saya hubungi balik,” ucapnya singkat. Hingga pukul 17.00 Wita, Makmur tak menggubris sambungan telepon Disway Kaltim.
BUKAN KALI PERTAMA
Rencana penggunaan hak interpelasi dewan terhadap gubernur bukan kali ini saja terjadi. Pada masa kepemimpinan gubernur Awang Faroek Ishak juga pernah terjadi. Hasilnya sama-sama menguap.
Dimulai pada 2015. Saat Awang Faroek bersama rombongannya ke Rusia. Fraksi PKB menyebut keberangkatan itu tidak etis. APBD saat itu tengah defisit. Karenanya, mesti disampaikan alasan kunjungan itu ke publik. Interpelasi digulirkan. Hasilnya, cuma wacana.
November 2016. Wacana digulirkan lagi. PPP dan NasDem menjadi pengusung. Pemicunya karena Awang tidak kunjung menyelesaikan persoalan Rumah Sakit Islam Samarinda (RSI). Saat itu karyawan RSI menolak bergabung dengan manajemen RS AWS. Dewan menggalang dukungan internal. Seriring berjalannya waktu, interpelasi urung terlaksana.
Seperti dejavu, interpelasi kini digulirkan lagi. DPRD Kaltim periode 2019-2024 terhadap Isran. Apakah nasibnya akan sama. Tak berujung.
Informasi yang dihimpun Disway Kaltim, sebelum tim interpelasi bergerak, Makmur didatangi organisasi masyarakat (Ormas). Mereka meminta agar dewan tak meneruskan untuk mengajukan hak interpelasi itu.
Sebetulnya, Syafruddin menjadi sasaran ormas itu. Karena Syafruddin dianggap sebagai penggerak interpelasi terhadap gubernur itu. Namun, karena Syafruddin tak ditempat, ormas tersebut mendatangi Ketua DPRD Kaltim Makmur.
ISRAN TAK PERLU REAKTIF
Pengamat hukum tata negara dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda Herdiansyah Hamzah menyebut Isran melanggar hukum. Karena itu, Ia mendukung DPRD Kaltim menggunakan hak interpelasinya. Menanyakan alasan Isran tak memfungsikan Sani.
Pria yang karib disapa Castro itu menegaskan, Isran Noor tak perlu merespons penggunaan interpelasi dengan cara yang tidak bijak. Apalagi sampai menanyakan asal daerah dan suku anggota dewan yang mengusung penggunaan hak tersebut. “Ini sebenarnya biasa-biasa saja. Tidak perlu direspons dengan cara yang kurang bijak. Gubernur tidak perlu reaktif,” tegasnya.
Penggunaan hak interpelasi menandakan DPRD Kaltim menjalankan fungsi pengawasannya. Interpelasi hanya sekadar bertanya. Terkait Abdullah Sani yang tidak difungsikan sebagai Sekretaris Provinsi (Sekprov) Kaltim. “Supaya bolanya tidak semakin liar. Hal-hal yang dianggap tidak klir, bisa ditanyakan di dalam forum interpelasi,” sarannya.
Apabila penggunaan hak interpelasi tidak menuai hasil yang dapat memecahkan masalah tersebut, maka DPRD Kaltim dapat mengusulkan hak angket. Namun tak berarti tahapan penggunaan hak angket didahului hak interpelasi. Dewan dapat mengusulkan hak angket. Apalagi Isran dinilai melanggar Kepres 133/2018. Terdapat pelanggaran hukum yang dilakukan Gubernur. (dah)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: