Begini Perppu Ciptaker Soal Pekerja Kontrak

Begini Perppu Ciptaker Soal Pekerja Kontrak

Nomorsatukaltim.com – Istana menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja (Ciptaker) di penghujung Desember 2022. Perppu ini diteken Jokowi, dan diundangkan di hari sama saat diterbitkan. Langkah Jokowi ini memantik polemik seiring lahirnya Omnibus Law UU Cipta Kerja yang juga menimbulkan kontroversi. Poin yang paling kontroversi terkait perjanjian kerja waktu tertentu atau pekerja kontrak. Dalam Perppu Ciptaker, pekerja kontrak hanya dapat dibuat bagi pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya selesai di waktu tertentu. Seperti di Pasal 59 ayat 1, pekerjaan yang dimaksud: Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya; Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama; Pekerjaan yang bersifat musiman; Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan; atau Pekerjaan yang jenis dan sifat atau kegiatannya bersifat tidak tetap. Sedangkan pekerja kontrak tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. Namun ketentuan detailnya, mengenai jenis dan sifat maupun kegiatan pekerjaan, jangka waktu, dan batas waktu pekerja kontrak diatur dalam turunannya yakni Peraturan Pemerintah (PP). Di Pasal 61 tertulis aturan soal berakhirnya perjanjian kerja, yakni apabila terjadi: Pekerja/Buruh meninggal dunia; Berakhirnya jangka waktu Perjanjian Kerja Selesainya suatu pekerjaan tertentu; Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan lembaga penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau Terkait keadaan atau kondisi tertentu yang dicantumkan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya Hubungan Kerja. Perjanjian kerja tidak berakhir karena pengusaha meninggal, atau beralihnya kepemilikan, baik melalui penjualan, pewarisan maupun hibah. "Dalam hal terjadi pengalihan Perusahaan, hak-hak Pekerja/Buruh menjadi tanggung jawab Pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak Pekerja/Buruh," demikian poin di pasal 61 ayat 3. Baru saja Perppu ini diterbitkan, sejumlah organisasi serikat buruh mengancam bakal menggugat peraturan anyar itu ke MK. Alasannya pasal-pasal dalam klaster ketenagakerjaan dinilai masih merugikan posisi pekerja. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia menyebut sebagian besar pasal dalam klaster ketenagakerjaan di Perppu Cipta Kerja tak ada bedanya dengan UU Omnibus Law. Di kedua undang-undang itu, menurut Presiden KSPI, Said Iqbal, posisi buruh tetap lemah meskipun ada perubahan isi pasal. (rap)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: