KEWAJIBAN MORAL PERWIRA PELAYARAN NIAGA – KODE ETIK

KEWAJIBAN MORAL PERWIRA PELAYARAN NIAGA – KODE ETIK

Oleh: Dwiyono S – Perwira Pelayaran Niaga Misi membangun semangat: di dalam badan yang sehat terdapat jiwa yang sehat, telah dimulai oleh para Perwira Pelayaran Niaga (PPN). Yang terhimpun dalam Ikatan Korps Perwira Pelayaran Niaga Indonesia. Prinsip pepatah itu sulit disangkal. Karena kami yakin, di dalam organisasi profesi (badan) yang sehat terdapat (jiwa) profesional yang sehat. Tunas Taruna harus dididik bukan sebatas mental yang kuat. Namun perlu pembekalan moral PPN yang mumpuni. Seminar Kode Etik PPN yang diprakarsai oleh Akademi Maritim Djadajat dan diselenggarakan pada hari Rabu, 18 Mei 2020 di Jalan Perintis Kemerdekaan, adalah merupakan upaya merintis terobosan peradaban kehidupan sumber daya manusia (SDM) dalam industri maritim niaga. Dan hal demikian juga untuk menjawab hutang berkepanjangan para praktisi profesi PPN akan penerapan kode etik sebagai kewajiban moral (moral obligation) bagi pengguna jasa profesi. Kewajiban moral, dua kata sakral populer sangat hakiki terkait norma perilaku SDM dimana kharismanya terkait kasta marwah dan martabat. Dimana dalam kharisma marwah martabat profesi tenaga ahli tidak dapat dipisahkan dengan kode etik profesi. Hutang masa lalu sudah lunas. PPN mendatang akan menerima warisan kode etik yang sudah disepakati bersama sebagai bekal harta rohani profesi. Mengapa kewajiban moral? Amati definisi berikut ini dari wikipedia: An obligation is a course of action that someone is required to take, whether legal or moral. Obligations are constraints; they limit freedom. People who are under obligations may choose to freely act under obligations. Obligation exists when there is a choice to do what is morally good and what is morally unacceptable. There are also obligations in other normative contexts, such as obligations of etiquette, social obligations, religious, and possibly in terms of politics, where obligations are requirements which must be fulfilled. (https://en.wikipedia.org/wiki/Obligation) Jadi dengan adanya kewajiban kode etik bagi profesi, akan ada rem supaya tidak kebablasan mengartikan satu kebebasan. Profesi yang dinaungi kewajiban kode etik diberikan pilihan bebas untuk memilih sikap profesionalisme. Karena keberadaan kewajiban kode etik sebagai dasar moral profesi, dituntut seorang professional memilih melakukan jasa profesi dengan dasar moral yang baik, atau sebaliknya moral yang tidak dapat diterima kaidah yang baik. Artinya kode etik adalah adab moral bagi profesi, dan setiap profesi tenaga ahli harus beradab dalam menjalankan jasa profesi. Adab adalah norma atau aturan mengenai sopan santun yang didasarkan atas aturan agama. Norma tentang adab ini digunakan dalam pergaulan antarmanusia, antartetangga, dan antar kaum. Sebutan orang beradab sesungguhnya berarti bahwa orang itu mengetahui aturan tentang adab atau sopan santun yang ditentukan dalam agama Islam. Namun dalam perkembangannya, kata beradab dan tidak beradab dikaitkan dengan segi kesopanan secara umum dan tidak khusus digabungkan dalam agama Islam. (https://id.wikipedia.org/wiki/Adab ) Apakah ada kaitan antara kewajiban moral etika PPN dengan Pancasila? Ya memang tentunya falsafah (philosophy) Pancasila sudah lebih dahulu mengakomodir norma kode etik setiap profesi tenaga ahli dengan menegaskan dalam Sila ke-2 yang terdoktrin dengan falsafah: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Dalam menjalankan jasa profesi kepada masyarakat, interaksi yang terjadi adalah antara dua pihak manusia-manusia sebagai pelaku kegiatan. Dalam peradaban profesi yang profesional, setiap tenaga ahli dituntut melaksanakan jasa profesi dengan beradab dan adil sesuai kode etik profesi yang dijalaninya. Kampanye dan propaganda kewajiban moral profesi PPN akan tetap dikumandangkan oleh IKPPNI sepanjang hayat apapun hambatannya dan apapun tantangannya. Kewajiban melekatkan bekal moral etika kode etik profesi adalah tugas utama tanpa pamrih bagi setiap organisasi profesi sebagai rumah profesi, diminta ataupun tidak diminta. Karena kode etik adalah merupakan adab. Dimana peradaban profesi yang demikian tidak boleh dibendung. Mengapa? Harus diingat, lagi-lagi bahwa permukaan bumi ini dua-pertiga bagiannya adalah laut. Jadi disitulah letak kekayaan dua pertiga dunia memegang peran. Dapat dibayangkan bila peran sumber daya manusia pelaku-pelaku di laut itu tidak melayani kebutuhan dunia dengan bekal adab yang baik dan adil? Tentunya harapan pencapaian keseimbangan dan pertumbuhan ekonomi dunia pun akan terganggu. Itulah dasar yang dipakai International Maritime Organization (IMO) membuat pernyataan: Seafarers are key workers. Dan IKPPNI tentunya selalu berpikir sesuatu yang lebih dengan mengembangkan kalimatnya menjadi: Merchant Maritime Officers are Maritime key thinkers, karena hirakhi kalimat: tidak ada bawahan yang salah, akan selalu berlaku dalam dunia ketertiban maritim. Bila perwira kapal niaga memiliki etika yang luhur, tentunya norma yang demikian akan menjadi panutan bagi seluruh awak kapal dalam negeri poros bahari. Semoga negara poros bahari hadir dalam mendukung kampanye dan propaganda kode etik Perwira Pelayaran Niaga dalam rangka pengamalan falsafah Pancasila untuk mencipatakan budaya peradaban manusia-manusia bahari  NKRI yang dapat bersikap adil. Agung–Tulus–Kesatria–Prima, sebagai empat pilar kode etik profesi tenaga ahli maritim niaga Perwira Pelayaran Niaga Indonesia. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: