IKN Yang Layak Huni
APAPUN judulnya, sebagai warga Balikpapan, Kalimantan Timur, tetap mendukung kepindahan ibu kota negara (IKN) di Kaltim. Tepatnya di wilayah Penajam Paser Utara (PPU) dan Kutai Kartanegara (Kukar).
Dan mungkin seharusnya tidak hanya saya, tapi warga Kaltim sudah seyogianya juga ikut mendukung. Kenapa begitu? Pindahnya IKN di Kaltim akan berdampak positif pada percepatan pembangunan di daerah dan akan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Dan tidak hanya Kaltim, tapi juga wilayah Indonesia Timur secara umum. IKN baru ini juga menandai pemerataan pembangunan NKRI. Juga pemerataan ekonomi yang tidak sentralistik, seperti yang saat ini terjadi. Penetapan lokasi IKN oleh Pemerintahan Jokowi menjadi “berkah” bagi daerah. Banyak daerah yang mau dipilih. Bahkan, kalau sendainya pemerintah memberlakukan lelang lokasi IKN, saya yakin hampir seluruh provinsi di Indonesia menginginkan itu. Kenapa Kaltim? Ya, penjelasannya sudah banyak yang tahu. Sudah banyak diberitakan. Meski tetap ada saja yang kontra tidak setuju. Itu wajar saja. Seperti misalnya yang dilakukan Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN). Mereka menggugat UU IKN melalui judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka berpendapat bahwa ide UU IKN merupakan ambisi Presiden Jokowi. Karena RUU yang disampaikan merupakan ambisi Presiden, itulah yang mereka anggap akan memunculkan conflict of interest di kemudian hari. Ini bukan berarti dukung mendukung secara politik ya: Tiga periode atau dua periode plus-plus.. biarlah itu menjadi urusan politik. Yang saya mau sampaikan adalah sebagai warga Kaltim, kita harus mengawal apa yang sudah ditetapkan itu. Karena jelas keuntungannya bagi daerah. Mau apalagi coba? Ini konkret. Sudah lama kita menuntut agar Kaltim diberi perhatian lebih. Alokasi anggaran lebih besar dari saat ini. Tuntutan yang wajar sebagaimana disampaikan berbagai orang: Kontribusi Kaltim yang jauh lebih besar ketimbang yang didapat. Nah, dengan kepindahaan IKN ke Kaltim ini menjadi solusi konkret. Karena itu, seyogianya warga Kaltim kompak. Berbagai pihak. Jika ada hal yang perlu dikritisi, ya monggo saja, tapi dalam konteks bukan untuk menolak, melainkan agar proses pembangunan IKN tidak berdampak negatif di kemudian hari. Tapi sebaliknya. Misalnya dari sisi lingkungan. Beberapa kali saya baca, para penggiat lingkungan menyuarakan penolakan itu. Alasannya rasional, pembangunan IKN itu bisa merusak hutan Kalimantan, sebagai paru-paru dunia. Ya, saya sadari setiap pembangunan besar atau kecil itu pasti ada dampaknya. Tapi apakah selesai sampai di situ? Tentu tidak kan. Solusinya, bagiamana bisa meminimalisasi dampaknya. Itu yang menjadi tantangan kita. Untuk sama-sama mengawasi prosesnya. Toh, Kepala Badan Otorita IKN Bambang Susantono pun sudah menyatakan bahwa 70 - 75 persen dipertahankan sebagai hutan. Menurut Bambang, sebagaimana dilansir katadata co.id bahwa pembangunan IKN bukan sekadar membangun pusat pemerintahan, tapi membangun kota yang layak huni. Layak huni itu tidak hanya ditandai dengan deretan gedung-gedung bertingkat. Tapi, kata Bambang, kota yang memiliki kehangatan. Yang layak huni tadi. Yang memilki interaksi antarwarganya. Kita patut mengapresiasi komitmen itu. Sambil kita tetap sama-sama mengawasi proses pembangunannya. Berkah IKN ini tidak hanya buat PPU dan Kukar, tapi juga kabupaten/kota sekitarnya. Bahkan, seperti yang saya tadi sampaikan, berkah bagi wilayah Indonesia Timur. Gubernur Sulawesi Tengah Rudy Mastura, baru saja menetapkan Desa Talaga, Kabupaten Donggala sebagai kawasan pangan nusantara penyokong IKN di Kaltim. Juga telah disiapkan 1.123 hektare lahan sebagai lokasi kawasan pangan itu. Itu Sulteng. Kaltim tentu harus lebih agresif dari itu persiapannya. Jangan ikutan pro dan kontranya ya.. Semoga semuanya berjalan lancar dan IKN bisa terwujud di Kaltim. (*/warga Balikpapan, Kaltim)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: