Penindakan Tambang Ilegal Masih Setengah Hati, Lapor ke Istana Pun tanpa Hasil

Penindakan Tambang Ilegal Masih Setengah Hati, Lapor ke Istana Pun tanpa Hasil

SAMARINDA– Penindakan tambang ilegal menjadi tanda tanya besar dalam diskusi Kaukus Indonesia Kebebasan Akademik (KIKA) Kaltim, 28 Februari 2022. Sebab, penindakan yang dilakukan dinilai setengah hati. Sementara pertambangan ilegal semakin merajarela. Seperti disampaikan Akademisi Fahukum Unmul Haris Retno yang turut memertanyakan upaya penindakan itu. Katanya, kenapa penindakan terhadap tambang ilegal lebih sulit dilakukan. Dia mencurigai ada upaya kongkalikong demi melindungi pihak terkait. “(Dinas) ESDM sudah laporkan ke pemerintah pusat. Kalau sudah diterima kenapa tidak ada tindakan tegas? Ini menurut saya ada konspirasi jahat. Apakah pemerintah sengaja melakukan pembiaran,” singgungnya. Sanksi pun jelas sesuai UU 3/2020 tentang Minerba di pasal 158. Disebutkan penambangan tanpa izin bisa ditindak pidana paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar. Sejumlah kasus tambang batu bara ilegal juga disinggung Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim Pradarma Rupang. Ia menyebut pemprov tidak punya wewenang mempersempit ruang bagi pertambangan tanpa izin (Peti). Dari data Jatam, total ada 151 sebaran Peti di Kaltim sejak 2018 hingga 2021. Itu mencakup empat kabupaten/kota. Yakni Kukar, Samarinda, PPU dan Berau. Lalu untuk laporan yang belum bersatatus P-21 ada 14. Rinciannya 2018 ada lima laporan, 2020 tiga laporan dan 2021 berjumlah enam laporan. Kata dia, seharusnya penindakan terhadap Peti ini mudah. Karena ruang jelajahnya tidak sulit atau masih bisa diakses. “Tapi kenapa proses penindakannya seperti jalan di tempat,” tanyanya, saat diskusi daring Kaukus Indonesia Kebebasan Akademik (KIKA) Kaltim, Senin 28 Februari 2022, diikuti nomorsatukaltim.com - Disway Kaltim. Ironisnya, dari semua temuan itu sangat sedikit polisi atau aparat penegak hukum yang menetapkan status tersangka kepada para pelaku. Bahkan katanya, ada laporan pertambangan ilegal yang disampaikan ke Polda Kaltim tahun lalu. Tapi kasus itu justru menguap. Ia menduga aparat penegak hukum memilih-milih kasus mana yang hendak ditindaklanjuti. “Peti ini adalah aktivitas terorganisasi yang melibatkan aparat, politisi, pengusaha tambang, trader dan juga PLTU,” singgungnya. Sebenarnya payung hukum untuk menindak sudah ada. Di antaranya UU 3/2020 tentang pertambangan minerba, UU 32/2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, UU 41/1999 tentang kehutanan, UU 18/2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan. Lalu perda Kaltim 10/2012 tentang jalan. Salah satu kasus yang menarik adalah temuan Peti di Waduk Samboja dan di dekat Sungai Merdeka, Samboja, Kukar, 2020 lalu. Aktivitas itu dianggap mengancam keberadaan sumber mata air yang biasa dikonsumsi masyarakat. Kasus ini pun sempat menguap karena lambat ditindaklanjuti. Lagi-lagi Jatam menuding ada banyak pihak yang terlibat. Pertambangan ilegal sendiri jelas memiliki banyak dampak menurut Jatam. Seperti, hilangnya royalti bagi negara, tidak adanya pajak yang dibayarkan oleh si penambang, hancurnya infrastruktur publik hingga kerusakan lingkungan. “Kita tidak bisa berharap banyak dengan peran negara. Cuma rakyat sendiri yang bisa mengusir dan menghentikan aktivitas tambang ilegal ini dari tempat tinggal mereka,” tegas Pradarma Rupang. Bahkan bila perlu terapkan sanksi adat. Bagi pelaku tambang ilegal yang merusak ruang hidup masyarakat. Seperti yang ditetapkan di beberapa kampung di Kubar. Suhardi, salah satu warga Samboja bercerita panjang lebar. Tentang kekesalannya terhadap penambang liar di sekitar tempat tinggalnya. Aktivitas itu dimulai sekitar 2018 lalu. Suhardi dan warga sekitar kesal. Kasus ini tidak ditindaklanjuti. Puncaknya Oktober 2019 ia datang ke Istana Merdeka, menyampaikan surat laporan ke Presiden Joko Widodo. Laporan itu juga diberikan ke DPR RI, Mabes Polri dan Mabes TNI di Jakarta. Ia disambut. Tapi hanya sebatas seremonial. Nyatanya beberapa bulan setelahnya, aktivitas tambang yang mencemari air baku di Samboja masih aktif. “Kami dari masyarakat ini kadang bingung harus berkeluh kesah kemana lagi berkaitan dengan tambang ilegal itu,” keluhnya. Pertambangan liar di dekat Waduk Samboja memang sempat dihentikan. Tapi tidak butuh waktu lalu aktivitas itu kembali terjadi belum lama ini.  “Proses hukum gimana, kami harus lapor kemana lagi tapi tambang ilegal masih tetap ada,” tutup Suhardi. (boy/eny)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: