Honorarium Tenaga Harian Lepas di Penajam Bakal Ada Penyesuaian

Honorarium Tenaga Harian Lepas di Penajam Bakal Ada Penyesuaian

Penajam, nomorsatukaltim.com - Besaran honor para tenaga harian lepas (THL) di Penajam Paser Utara (PPU) akan berubah lagi. Hal ini menyesuaikan pandangan rasa adil antara Bupati PPU nonaktif Abdul Gafur Mas'ud (AGM) dan Plt Bupati PPU Hamdam Pongrewa. Peralihan kepemimpinan pucuk tertinggi Benuo Taka jelas membawa banyak perubahan. Ada beberapa kebijakan yang langsung direvisi oleh pelaksana tugas bupati PPU ini. Termasuk dalam urusan gaji para tenaga honorer, yang jumlahnya mencapai sekira 3 ribuan orang itu. Mereka dipukul rata menerima gaji Rp 3,4 juta per orang per bulan. Mengacu pada upah minimum kabupaten (UMK) setempat. Perubahan itu semenjak Februari 2021, tepat setahun lalu. Yang itu semua diperkuat dengan Peraturan Bupati (Perbup) 1/2021 tentang honorarium tenaga harian lepas (THL). Hamdam memaparkan pandangannya. Karena telah banyak perdebatan dan menjadi persoalan serius sejak perbup tersebut lahir. Sebab kebijakan itu dinilai tidak adil. "Akan kita atur secara proporsional. Kita atur. Kita bedakan antara THL yang tamatan SMA, SMP, kemudian yang baru masuk, yang sudah lama masa kerjanya, yang sarjana dan non sarjana itu akan kita formulakan," kata Hamdam, Rabu, (2/2/2022) mengutip Disway Kaltim. Proporsional itu, dengan tidak menyamaratakan pendapatan setiap honorer. Seperti menyesuaikan beberapa kualifikasi pendidikan dan lama kerja. "Karena adil itu bukan bagi rata ya. Justru bagi rata ini malah menimbulkan ketidakadilan. Sehingga harus diproporsionalkan," imbuhnya. Hamdam memastikan besaran Rp 3,4 juta itu tetap akan ada. Tidak akan seperti sebelumnya yang berkisar antara Rp 1,3 juta hingga Rp 1,5 juta per bulan. Tapi melihat spesifikasi dan masa kerja. Jadi, upah THL lulusan SMA/SMK sederajat sama dengan pegawai yang lulusan strata satu (S1). "Hanya saja skemanya akan diatur secara proporsional. Sehingga mencerminkan rasa keadilan,” jelasnya. Bila diingat, kebijakan kenaikan sekira seratus persen besaran gaji honor ini jelas disambut gembira para tenaga harian lepas . Selain soal besarannya, namun juga kala itu tensi situasi pandemi sedang tinggi-tingginya. Namun yang tidak setuju memang banyak. Utamanya dari legislator. Meski sedari awal mereka setuju dengan rencana kenaikan itu, namun mereka tak menyangka kenaikannya hingga setinggi itu. Ketua Fraksi Gabungan DPRD PPU Zainal Arifin menyebutkan tidak sepakat apabila gaji tidak menyesuaikan tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan beban kerja oleh masing-masing tenaga harian lepas. Ia juga memastikan ke depan PPU bakal mengalami kesulitan keuangan. “Seperti yang terjadi sekarang ini, dan tahun depan bakal selalu sama. Kecuali pemerintah daerah bersedia melakukan perhitungan ulang dengan standar gaji, dan kebutuhan THL menyesuaikan dengan kegiatan. Semestinya, tanpa kegiatan tidak bisa merekrut THL,” tuturnya. Dan benar saja, apa yang ditakutkan itu kejadian. Sepanjang 2021, honor mereka hanya sanggup dibayarkan pemerintah selama 10 bulan saja. Dua bulan sisanya, masih belum jelas hingga kini. Kemudian juga gaji yang biasanya masuk ke rekening THL di pekan pertama tiap bulan, mundur ke pekan kedua. Sebuah tanda-tanda beban yang mulai terasa. Kritik DPRD PPU terhadap kebijakan itu juga bolak-balik disampaikan pada pemerintah tiap pertemuan namun tak pernah digubris. Puncaknya penyesuaian itu disampaikan dalam pembahasan APBD 2022 pada akhir 2021 lalu. Dalam pembahasan KUA-PPAS itu, alokasi anggaran gaji THL dilakukan pengurangan Rp 50 miliar. Selain itu juga alokasi dana kurang bayar DBD dan kurang bayar dana bagi hasil pajak provinsi sebesar Rp 43 miliar. Dua item ini akan dialokasikan untuk pokok-pokok pikiran (Pokir) DPRD PPU Rp 45 miliar dan sebesar Rp 48 miliar untuk pembiayaan program yang tidak terbayarkan di gahun anggaran 2020 dan 2021. Tapi alih-alih disetujui, kesepakatan itu ditolak tegas AGM. Malahan hasil rapat yang tertuang dalam berita acara itu justru dibeberkan ke publik. Lebih lanjut, kini keinginan DPRD PPU dipastikan disambut baik eksekutif. Ketua DPRD PPU Jhon Kenedi juga secara terbuka mendorong Hamdam untuk mengevaluasi aturan itu. Karena diakui memang sangat membebani keuangan daerah. "Anggaran gaji THL Rp160 miliar per tahun. Kalau ini dievaluasi, maka dapat menghemat anggaran Rp 40 miliar. Hasil penghematan dari gaji THL itu nantinya dialihkan untuk membayar utang daerah," ungkapnya. Diketahui, kebutuhan anggaran untuk mengakomodasi itu ialah sekira sebesar Rp 160 miliar per tahun. Selain defisit anggaran pada 2021, alasan lainnya juga lantaran PPU memiliki utang program dan kegiatan tahun anggaran 2020 dan 2021 mencapai ratusan miliar rupiah. “Kalau tidak salah toal utang yang harus dibayarkan tahun 2022 mencapai Rp 250 miliar. Itupun utang tahun 2021 belum masuk dalam pembiayaan di batang tubuh APBD 2022. Yang baru masuk ia yang tahun 2020 sebesar Rp 34 miliar,” tutup Jhon. (rsy/eny)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: