3.000 Lapak Pasar di Samarinda Kosong, PAD Berkurang hingga Rp 5 Miliar  

3.000 Lapak Pasar di Samarinda Kosong, PAD Berkurang hingga Rp 5 Miliar  

Samarinda, nomorsatukaltim.com – Pasar tumpah ternyata lebih banyak digemari pedagang. Dari 12 pasar tradisional di Samarinda, ada sekitar 3.000 lapak pasar yang kosong. Pedagang banyak yang memilih berjualan di pinggir jalan atau disebut pasar tumpah.

Padahal, lapak yang disediakan pemerintah ini terhitung sangat murah. Bahkan ada gratis. Pedagang hanya mengeluarkan uang Rp 3.000 untuk membayar retribusi per harinya. Namun tetap saja tidak menjadikan pasar tradisional ramai. Ini yang menimbulkan persoalan baru. Seperti menimbulkan kemacetan lantaran sebagian pedagang menggunakan bahu jalan. Menurut Darmaji, pedagang sayuran di pinggir jalan Pasar Sungai Dama, dirinya pernah sewa lapak di bagian dalam pasar. Mengeluarkan modal Rp 600 ribu per bulan. Namun, pendapatannya tidak sepadan. “Pernah sewa di dalam, nggak laku sama sekali. Saya malah keluar duit terus. Kalau di sini (pinggir jalan) adalah dikit – dikit, daripada di dalam,” keluh Darmaji. Pun begitu menurut Wasinur—perempuan paruh baya yang sudah lama berjualan di Pasar Sungai Dama. Ia pernah mendapatkan jatah lapak di bagian dalam pasar. Namun tidak mendapatkan keuntungan sama sekali. “Jadi keluar saja. Lebih ramai. Kalau bisa tetap diperbolehkan lah jualan di pinggir jalan. Karena ramai,” ucapnya. Pantas saja di bagian dalam Pasar Sungai Dama terlihat banyak lapak kosong. Hitungan jari saja pedagang yang bertahan. Riono, pedagang mie telur. Ia dari awal sudah menempati lapak baru yang disediakan Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda. Nasibnya sama. Ia merasakan sepinya pembeli. Kini dia tahu bahwa pembeli lebih senang belanja di pinggir jalan. “Saya bergantung ke pelanggan saya yang lama. Kalau nggak, ya nggak dapat pemasukan. Ini sepi terus, kosong semua,” ujarnya. Kurangi Potensi PAD Banyaknya lapak kosong ini menjadi sorotan Pemkot Samarinda. Kepala Dinas Perdagangan (Disdag) Samarinda, Marnabas, membeberkan bahwa lapak kosong di Samarinda meningkat. Beberapa bulan lalu, jumlah lapak kosong masih 1.980. Namun, saat ini meningkat hingga 3.000-an. Ini berdampak langsung akan kehilangan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kalau yang kosong ada  1.980, PAD kehilangan Rp 2 Miliar. Apalagi 3000-an lapak yang kosong. Praktis hampir Rp 5 Miliar. Marnabas mengakui, Wali Kota Samarinda Andi Harun dan Disdag Samarinda sudah berkoordinasi untuk mencari formulanya. Salah satunya, penertiban pasar tumpah. “Kita akan menanyakan ke pasar tumpah, IMB mu apa? Kalau IMB-nya rumah tinggal, ya harus diubah dulu. Berarti tidak jualan”. “Kalau IMB-nya ruko. Tapi di ruko jualan apa? Apakah sembako atau ayam? Harus ada izin jualan dari DPMPTSP (Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu). Kalau ada izinnya silakan jualan sesuai yang diminta izinnya,” jelas Marnabas. Ia sadar tantangan yang akan dihadapi Disdag. Salah satunya, premanisme. Namun, ia yakin permasalahan ini akan terselesaikan dengan pendekatan persuasif. Tak tanggung-tanggung, ia menargetkan tahun ini lapak kosong berkurang lebih dari 50 persen. Harus Inovatif Anggota Komisi II DPRD Kota Samarinda, Abdul Rofik, pun memberikan pendapatnya terkait lapak kosong ini. Pasar Tumpah memberikan permasalahan sosial yang banyak. Arus lalu lintas terganggu, jalur pejalan kaki tertutupi, bahkan matinya pasar utama. Tantangan selanjutnya adalah menggugah minat pembeli masuk ke bagian dalam pasar. Rofik merasa Pemkot harus bisa memberikan inovasi tersendiri. Jadi, di manapun pedagang ditempatkan, pembeli pasti ada dan jualannya laku. “Dibuat sebuah klaster-klaster. Lantai ini khusus penjual sayur, lantai dua khusus pakaian, dan lain sebagainya. Kalau tidak seperti itu, semua akan menumpuk di bawah. Lantai 2-3 nya itu kosong,” tegas Rofik. Rofik meminta agar Pemkot Samarinda menyelesaikan masalah ini berazaskan kepentingan pedagang. Sehingga, pedagang pun patuh akan aturan. (dsh/dah)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: