Hilirisasi Industri Selamatkan Ekonomi Nasional

Hilirisasi Industri Selamatkan Ekonomi Nasional

Pemerintah mengklaim hilirisasi industri yang digaungkan selama 7 tahun terakhir mulai menunjukkan hasil signifikan. Dampaknya terhadap perekonomian Indonesia, tidak hanya mampu menekan defisit neraca transaksi dengan Tiongkok. Namun juga mampu mengangkat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di beberapa provinsi di Indonesia bagian timur.

nomorsatukaltim.com- Pendiri Disway Dahlan Iskan bertemu dengan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi RI Luhut Binsar Pandjaitan. Dahlan juga mengajak seluruh manajemen Disway Grup untuk ikut mendengarkan paparan Luhut terkait hilirisasi industri. Yang digelar hybrid; daring dan luring, Senin (10/1/2022) pukul 11.00 WIB. Pertemuan dengan Luhut ini, kata Dahlan, sebagai pra launching Disway National Network (DNN)—jaringan media di bawah Disway Grup, yang rencananya akan dilakukan pada April mendatang. “Saat ini sudah ada perwakilan dari 200 media, mungkin nanti ketika launching ada sekitar 500 media yang tergabung dalam DNN,” katanya. Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi RI Luhut Binsar Pandjaitan berkesempatan memberi gambaran bagaimana sepak terjang kabinet yang dipimpin Presiden Joko Widodo selama dua periode belakangan. Berusaha membangun hilirisasi industri selama sekitar 7 tahun hingga saat ini. Hilirisasi industri adalah sektor paling diminati Penanam Modal Asing (PMA). Hal itu nyatanya dapat membantu membiayai pembangunan. Salah satunya, sektor industri logam paling menarik dan masuk dalam 5 besar PMA. Selain itu ada industri teleportasi gudang dan telekomunikasi, pertambangan, industri makanan, serta industri listrik gas dan air. Kalimantan Utara, disebut-sebut juga akan menjadi momentum kemajuan hilirisasi industri Indonesia. Apalagi sejak Presiden Joko Widodo melakukan groundbreaking Kawasan Industrial Park, tepatnya di Kabupaten Bulungan, di akhir 2021. Hal yang tak kalah pentingnya yakni hilirisasi mendorong industrialisasi di kawasan timur Indonesia dan pemerataan ekonomi Indonesia. Contohnya proporsi PDRB Sulawesi Tengah terus mengalami kenaikan sejak 2010. Di mana hilirisasi industri hanya menyumbang kurang dari 10 persen, kini mencapai 27 persen pada 2020. "Hilirisasi industri kini berada di puncak pertumbuhan PDRB Sulawesi Tengah, di atas industri pertambangan yang mencapai 16 persen dan disusul industri agrikultur, kehutanan dan perikanan  22 persen.  Kita selalu menggaungkan Indonesia harus industrialisasi. Baru awal di Morowali, Sulteng ini bukti bagaimana proses hilirisasi mewujudkan visi hilirisasi tersebut," ujarnya Luhut. Hal itu juga diklaimnya berpengaruh terhadap pemerataan investasi. Yang tadinya terbatas di Pulau Jawa dan Sumatera saja. "Sumatera itu (investasinya) sampai 70 persen sementara Indonesia bagian Timur hanya 25 persen. Sekarang itu hampir berimbang. Saya kira keinginan dari Presiden Jokowi bisa kejadian juga (kenyataan)," ujar Luhut. Selain itu, beberapa provinsi yang melakukan hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA) mampu tumbuh tinggi di tengah pandemi yang berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat di daerah. Contohnya PDRB Sulawesi Tengah tadi, yang mampu tumbuh dua kali lipat hanya dalam kurun waktu 7 tahun. Begitu juga yang terjadi di Maluku Utara, yang pertumbuhan ekonominya meningkat sampai 7 persen, bahkan melampaui PDRB Nasional. Sektor industri yang tumbuh di sana yakni besi dan baja. Adapun perusahaan hilirisasi menunjukkan kinerja yang kuat dan menyumbangkan penerimaan pajak yang besar. Ia mencontohkan PT Weda Bay Nickel + Nickel Mines Ltd yang bertumbuh selama lima tahun belakangan. Profit-nya lebih besar 3,3 kali lipat dari Aneka Tambang, yang sudah beroperasi dalam 50 tahun terakhir. "Kapasitas yang dihasilkan, output-nya, lebih jauh yang dihasilkan," katanya, didampingi Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan, Kemenko Marves, Septian Hario Seto. Hilirisasi industri disebutnya akan membantu menjaga kinerja neraca transaksi berjalan. Di mana pada 2021 diperkirakan mencapai rekor tertinggi nilai ekspor mencapai 525 miliar USD. Lebih tinggi 25 miliar USD di bandingkan puncak rekor ekspor sebelumnya pada 2011 lalu. "Orang selama ini bilang, wajar ekspor naik karena CPO naik. Tapi sebenarnya 19 miliar USD itu atau 76 persen dari total peningkatan (komoditas) besi dan baja," terangnya. Adapun Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit dan semua produk turunannya hanya menyumbang 11 persen, sementara batu bara 5 persen. "Kalau enggak ada 76 persen ini, orang enggak tahu Pak Dahlan. Dia pikir karena Coal dan CPO. Yes, itu naik tapi yang paling bikin besar itu ya dari iron dan steel," ujarnya. Sementara itu, defisit neraca dagang Indonesia menurun dengan China sebesar 40 persen juga berkat hilirisasi industri besi dan baja. Di mana pada 2019 defisit neraca dagang dengan China minus sampai 27 miliar USD. "Jadi yang mau saya sampaikan kepada Pak Dahlan, bahwa dalam waktu dua tahun kita minus 27 miliar USD, sekarang tinggal (minus) 4 miliar USD. Saya kira sedikit negara di dunia yang trade defisitnya dengan China seperti kita. Tahun ini (2022) pasti kita surplus," katanya. Kontribusi terbesar ekspor besi dan baja ke China mencapai 9 miliar USD. Tanpa hilirisasi industri seperti besi dan baja, Pemerintah Indonesia diyakini masih mengalami defisit neraca transaksi berjalan. Yakni negatif 1,36 persen pada 2021. "Dan tentunya akan semakin memperburuk kondisi ekonomi kita di masa pandemi," tukasnya . Hilirisasi industri juga membantu menjaga stabilitas nilai tukar melalui peningkatan dolar di dalam negeri. "Kalau Pak Dahlan ingat dulu di 2015, depresiasi rupiah kita itu sampai 3,7 persen per 1 Billion Dollar. Sekarang per 1 Billion Dollar pada 2021 dampaknya hanya 0,5 persen. Itu karena (hilirisasi). Tentu banyak faktor. Tapi ini menjadi faktor yang dominan," urainya. Selain itu, Luhut melalui timnya di Deputi VI Bidang Investasi di Kementerian Maritim dan Investasi menyampaikan rencana ke depan terkait hilirisasi industri di Indonesia. Antara lain, membangun basis industri nilai tambah tinggi untuk mendukung digitalisasi ekonomi yang semakin pesat dan mengikuti tren green economy. Jenis industri tersebut antara lain, semikonduktor atau chip dan ekosistemnya, EV serta software engineering. Luhut dan timnya juga bakal mengalokasikan sumber energi rendah emisi untuk industri-industri bernilai tambah tinggi, serta membentuk talent pool yang berkualitas melalui progran penjaringan lulusan S1 jurusan teknik dan sains, untuk kemudian diarahkan bekerja pada perusahaan-perusahaan kelas dunia di bidang teknologi. "Selama 7 tahun ini sudah kelihatan buahnya. Terus kami berpikir ke depannya bagaimana bekerjasama World Bank dan Prospera, kita susun satu kerangka ekonomi besar," ungkapnya. Salah satu hal akan dilaksanakan yakni membenahi database orang-orang yang selama ini sudah bekerja di perusahaan asing, seperti di Taiwan dan lainnya selama 3 sampai 4 tahun belakangan. Pemerintah Indonesia disebutnya akan memanggil para pekerja itu untuk kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi dan menjadi pelopor dalam pengembangan hilirisasi industri dan teknologi di dalam negeri. Rencana besar Luhut itu akan coba direalisasikan di Kawasan Industrial Park di Kalimantan Utara.  Kaltara akan menjadi motor hilirisasi berikutnya. Di mana kawasan yang baru saja dilakukan groundbreaking oleh Presiden Joko Widodo itu akan menjadi penentu hilirisasi industri Indonesia di masa depan, dengan memanfaatkan sumber daya alam berupa green aluminium, baja, polysilicon, graphite. Puncaknya, gagasan pengembangan teknologi new energy battery berbasis nikel dan LFP akan dilakukan di provinsi termuda itu. Selain itu, Indonesia melalui Kawasan Industrial Park di Kaltara, juga akan mengembangkan industri petrokimia dan solar panel terbesar. "Ini bisa jadi petrokimia terbesar di dunia. Jadi kalau selama ini kita banyak impor, mulai sekarang secara bertahap di akhir 2023 kita enggak impor lagi. Kita akan kurangi. Jadi selama 10 tahun kita bermimpi itu, sekarang udah kita mulai kerjain," terangnya. Pengembangan teknologi baterai yang akan dimulai di Kaltara juga cukup menjanjikan. Di mana teknologi Lithium Iron Phosphate Battery (LFP) yang berkembang di Taiwan, dengan marketshare mencapai 50 persen itu, akan dikembangkan di Indonesia. Secara teknis, pengembangan teknologi baterai di masa depan akan memengaruhi kondisi ekonomi dunia. Luhut menyebut Indonesia akan menjadi salah satu pelopor pengembangan energi baterai dengan memanfaatkan hilirisasi industri yang sedang bertumbuh. PARIWISATA MEDIS Selain itu, Luhut juga menyampaikan rencana pengembangan pariwisata medis. Ini didukung oleh tingginya permintaan terhadap layanan kesehatan yang berkualitas di dalam negeri. Berdasarkan rilis Bank Dunia tahun 2008, sekitar 60 persen turis medis Malaysia berasal dari Indonesia. Sedangkan di Singapura, sekitar 45 persen turis medis berasal dari Indonesia. Menurutnya terdapat 10 wilayah utama yang digadang menjadi lokasi pariwisata medis; Jakarta, Medan, Bali, Riau, Kep. Riau, Balikpapan, Samarinda, Makassar, Palu dan Pelembang. (ryn/ben/eny) Penulis: Ryan Amanta

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: