Awas…Tak Hanya Pelaku, Konsumen Prostitusi Juga Bisa Dijerat Hukum

Awas…Tak Hanya Pelaku, Konsumen Prostitusi Juga Bisa Dijerat Hukum

Jakarta, nomorsatukaltim.com – Kasus prostitusi yang terungkap aparat seringkali hanya menjerat sang objek, sementara konsumen kerap lepas dari jerat hukum. Anggota Komisi III DPR RI Habiburokhman menilai konsumen juga bisa dihukum tanpa menunggu Rancangan KUHP disahkan. Alasannya, konsumen berperan membantu melakukan tindak pidana. "Sebenarnya tanpa menunggu KUHP yang baru disahkan, konsumen prostitusi bisa dijerat Pasal 56 dan 57 KUHP yakni membantu melakukan tindak pidana, ancaman hukumannya maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dikurangi sepertiga," kata Habiburokhman, mengutip detikcom, Senin (3/1/2022). Selain konsumen, pelaku juga disebut dapat dijerat dengan pasal 56 dan 57. Meski begitu, Habiburokhman mengatakan saat ini masih jarang konsumen yang dijerat dengan pasal tersebut. "Begitu juga sosok yang dijadikan objek prostitusi, bisa dijerat dengan pasal 56 dan 57," tuturnya. "Ya masih jarang sekali," kata Habiburokhman. Dia mengatakan peran konsumen jelas dalam perkara prostitusi tersebut. Kasus prostitusi disebut tak akan terjadi bila tidak ada objek dan konsumen. "Prinsipnya Pasal 296 soal prostitusi nggak akan mungkin terlaksana tanpa adanya objek dan konsumen prostitusi, jadi jelas sekali peran mereka melakukan pembantuan," tuturnya. Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan kriminalisasi konsumen merupakan kewenangan DPR-pemerintah. Nah, saat ini di DPR teronggok Rancangan KUHP yang sudah disahkan di tahap I dan bisa menjerat 'si hidung belang' masuk penjara, termasuk yang 'berselimut hidup' dengan artis. "Meskipun KUHP tidak mengatur hal demikian, akan tetapi di dalam Rancangan KUHP Pasal 483 ayat (1) huruf e tersebut telah disusun konstruksi hukum yang mengenakan pidana terhadap orang yang melakukan perzinahan, walaupun tidak dalam perkawinan," demikian mantan hakim MK HAS Natabaya. Hal itu disampaikan saat menjadi ahli judicial review KUHP di MK pada 2016. Duduk sebagai pemohon adalah Robby Abbas. Di mana Robby dihukum 16 bulan penjara di kasus muncikari artis dengan dikenai Pasal 296 KUHP pada 2015. Robby tidak mau masuk penjara sendirian. Ia juga berharap konsumen yang menikmati artis yang ia jajakan juga masuk penjara. Namun, Robby terbentur Pasal 296 KUHP dan Pasal 506 yang hanya memidanakan muncikari, sedangkan penikmatnya tidak bisa dipenjara. Dalam draf RKUHP itu, pasal zina akan diluaskan terhadap siapa pun yang hidup bersama sebagai suami-istri di luar perkawinan. Atau lazimnya disebut dengan istilah 'kumpul kebo'. Berikut bunyi Pasal 418 ayat 1 itu: Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II. Denda kategori II adalah maksimal Rp 10 juta. Namun, tidak semua 'kumpul kebo' bisa dikenai delik. Ada syaratnya, yaitu harus ada aduan dari suami, istri, orang tua, atau anaknya. Selain itu, kepala desa (kades) bisa mengadu ke polisi apabila di wilayahnya ada yang melakukan 'kumpul kebo'. Namun, aduan kades atas persetujuan keluarga pelaku. Lalu bagaimana nasib RKUHP kini? Pada 2019, DPR sudah mengesahkan di tahap I. Namun saat hendak masuk tahap II, ribuan mahasiswa menolaknya. Akhirnya RKUHP itu kini terkatung-katung lagi di DPR. (NOS)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: