QRIS; Gaya Hidup dan Kebutuhan, di Kaltim Pengguna Masih Didominasi Generasi Muda 

QRIS; Gaya Hidup dan Kebutuhan, di Kaltim Pengguna Masih Didominasi Generasi Muda 

QRIS adalah penyatuan berbagai macam QR dari berbagai Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) menggunakan QR Code. Samarinda, nomorsatukaltim.com - Semakin berkembangnya zaman, transaksi pembayaran beralih ke digital. Bank Indonesia (BI) mengeluarkan sistem pembayaran cashless melalui Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS). QRIS adalah penyatuan berbagai macam QR dari berbagai Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) menggunakan QR Code. Pengembangan QRIS memang digunakan agar proses transaksi lebih mudah, cepat, dan terjaga keamanannya. Penggunaan QRIS sudah banyak menjamur hingga ke pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).  Disway Kaltim mencoba memahami seberapa besar manfaat dan populernya QRIS di pelaku usaha maupun pembeli. QRIS semakin populer ketika pandemi COVID-19 masuk ke Indonesia. Masyarakat terus beradaptasi dengan melakukan sistem pembayaran cashless. Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Kaltim Tutuk SH Cahyono menjelaskan beberapa keuntungan yang akan didapatkan pelaku usaha dan pembeli. Dari sisi pembeli, masyarakat memiliki gaya hidup baru. Lebih sehat, lebih fleksibel, dan lebih mudah. Bermodalkan smartphone saja, masyarakat sudah bisa membayar apapun menggunakan QRIS. “Contohnya, aplikasi yang ada fasilitas food-nya, saya dari rumah bisa pesan nasi goreng, bayarnya juga dari handphone sambil tiduran. Gaya hidup yang lebih digital atau digital life,” jelas Tutuk, mengutip harian Disway Kaltim. Penjual pun mendapatkan kemudahan luar biasa dari QRIS. Tutuk mengatakan, seluruh transaksi keuangan akan tercatat di perbankan. Dana juga langsung masuk ke rekening pelaku UMKM. Sehingga aman dan mencegah adanya peredaran uang palsu. Ini juga bermanfaat ketika pelaku UMKM hendak mengajukan kredit di perbankan. Bank pun bisa langsung tahu riwayat transaksi keuangannya. Selain itu, pelaku UMKM juga bisa melakukan transaksi bisnis melalui QRIS ini. Sistem ini memiliki kekhawatiran tersendiri. Di mana, QRIS bisa menyingkirkan sistem cashless lainnya. Yaitu, kartu debit dan kartu kredit. Tutuk merasa, QRIS menjadi salah satu fasilitas pembayaran yang dibuat oleh BI sesuai kebutuhan masyarakat Indonesia yang berkembang di zaman era digital ini. Tiga sistem pembayaran cashless ini tetap bisa digunakan sesuai kebutuhan masing-masing individu. “Saya masih punya debit, kartu kredit, dan internet banking. Kalau mau gratis (biaya admin) pake QRIS, bayarnya kan gratis. Saya transfer tidak bayar. Tapi QRIS memang jumlahnya tidak besar per transaksi.” “Per transaksi Rp 5 juta. Jadi kalau pembayaran Rp 10 juta, menggunakan dua kali transaksi. Kalau mau lebih dari itu dan langsung membayar penuh bisa pakai kartu kredit. Penggunaannya ini sesuai kebutuhan,” lanjut Tutuk. Pelaku usaha yang mendaftar, diakui Tutuk, sangat banyak sekali. Kota Samarinda terbanyak di seluruh Kaltim, dan Kaltim terbanyak di seluruh Kalimantan. Ini membuktikan bahwa seluruh masyarakat sangat gemar ber-QRIS ria. Pengenalan ke masyarakat bisa dikatakan berhasil.  Ada tantangan sendiri yang perlu dicapai oleh BI. Salah satunya, peningkatan transaksi dan gaya hidup. “Tahun depan kami akan fokus untuk banyak meningkatkan transaksinya. Kita kasih insentif atau mungkin bikin acara-acara sehingga nanti masyarakat senang menggunakan QRIS. Nah, ke depannya, kita harus mendorong juga bahwa ini bukan lagi kewajiban, tapi kebutuhan,” tegas Tutuk. UMKM yang baru-baru saja menggunakan sistem QRIS ialah pedagang di Tepian Mahakam. Dalam pembukaan kembali Tepian Mahakam beberapa waktu lalu, memang Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda bekerjasama dengan Bank Kaltimtara melalui Corporate Social Responsibility (CSR) memberikan fasilitas pembayaran QRIS ke tiap pedagang Tepian Mahakam. Salah satu pedagang, Lya, merasa QRIS sangat memudahkannya dalam berjualan. Contohnya, ketika pembeli dagangannya tidak membawa uang tunai, ataupun ketika ia tidak memiliki uang kembalian. “Customer saya ada yang menggunakan QRIS, dia tinggal klik dan saya periksa datanya, dan sudah masuk. Transaksinya juga tidak lama, tinggal diperiksa saja. Dengan memasukkan kodenya, langsung muncul data kalau kita sudah terima uangnya,” ungkap Lya. Ia pun merasa aman jika pulang ke rumah. Sering kali, setelah berjualan ia terus waspada membawa uang tunai hasil jualannya. Takut-takut dijambret. Karena ada QRIS, kewaspadaannya lumayan berkurang. Karena uang sudah masuk ke dalam rekeningnya. “Menurut saya lebih gampang penggunaannya. Kalau saya sih enak, praktis,” ujar Lya. Hal ini juga disampaikan pula oleh salah satu coffee shop di Samarinda, Hayyuu Coffee and Bakery. Barista Hayyuu, Wais, menganggap sistem pembayaran ini lebih efisien untuk pembeli. Karena tinggal scan barcode. Sedangkan penggunaan mesin EDC untuk kartu debit, Wais perlu memasukkan kartu debitnya, nomor kartu debit-nya perlu dicatat, lalu kertas bukti pembayaran pun keluar. “Jadi customer juga enggak ngantre dan tunggu-tungguan. Karena penggunaan QRIS ini flow-nya jadi cepat,” kata Wais. Memang, dalam hal klaim uang, Wais merasa dua sistem ini mudah. Karena transaksi langsung tercatat dan dananya masuk ke dalam rekening. Wais menyebut generasi muda lebih suka menggunakan QRIS ketika melakukan transaksi. Sedangkan, kelompok dewasa berusia 40 tahun ke atas masih menggunakan kartu debit. Apa Kata Mereka Pegawai swasta, Nevri (40), merasa dirinya masih belum membutuhkan QRIS. Karena, ia tidak melihat keharusan menggunakan itu dalam transaksi keuangannya. Alasan pertama, smartphone-nya masih dikhususkan untuk pekerjaan. Kedua, dia merasa QRIS dan kartu debit sama saja. “Saya masih belum memerlukan sih. Kalau masih ada kantor bank, ada teller, ya sama saja. Mending yang sudah ada saja (kartu debit). Penggunaannya mudah saja kok sampai sekarang,” terang Nevri. Tanggapan berbeda datang dari Anggraini, mahasiswi Universitas Mulawarman (Unmul). Ia merasa QRIS sangat memudahkan. Tidak perlu ribet mengeluarkan dompet dari tasnya. Tidak perlu menunggu lama untuk mendapatkan uang kembalian. “Saya cuma perlu handphone saja. Malas sih, ribet kalau buka tas lagi untuk ambil dompet. Belum lagi, kalau aku bawa uang Rp 100 ribu, terus yang jualan enggak ada kembalian. Menunggu lagi buat penjualnya cari kembalian. Ya terbantu banget,” ucapnya. Sebenarnya, sistem pembayaran cashless yang disediakan BI ini memiliki segmen penggunanya masing-masing. Bagi yang belum memiliki pemahaman penuh atas digitalisasi transaksi, pasti lebih nyaman menggunakan kartu debit atau internet banking. Namun bagi anak muda, yang hampir 24 jam menggunakan smartphone, lebih menyukai QRIS. Apapun itu, transaksi cashless sudah digemari hampir seluruh usia. DSH/ENY

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: