Kolaborasi Usaha Besar-UMKM Catatkan Nilai Kerja Sama Rp 2,73 Triliun

Kolaborasi Usaha Besar-UMKM Catatkan Nilai Kerja Sama Rp 2,73 Triliun

Balikpapan, nomorsatukaltim.com - Dunia usaha menghadapi pandemi COVID-19 dengan kolaborasi. Pemerintah pun memfasilitasi kerja sama investor dengan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).  Sepanjang tahun ini sudah tercatat nilai kontrak kerja sama sebesar Rp 2,73 triliun. Menteri Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, program kolaborasi tersebut merupakan arahan langsung Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). Langkah ini dilakukan dalam rangka menciptakan dunia usaha baru di daerah-daerah, dan meningkatkan kualitas serta daya saing UMKM. Kementerian yang dipimpin Bahlil sudah mengawinkan banyak investor dengan pelaku UMKM di Tanah Air. Yakni dalam bingkai Penandatanganan Komitmen Kerja Sama dalam Program Kolaborasi Penanaman Modal Asing (PMA)/Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dengan UMKM. Baru-baru ini, penandatanganan komitmen tersebut dilakukan perwakilan 15 usaha besar (UB) dan 25 UMKM yang disaksikan langsung Bahlil Lahadalia di Bali, 18 Desember lalu. Kementerian Investasi sendiri telah berhasil memfasilitasi 89 PMA/PMDN dan 383 UMKM dari seluruh wilayah Indonesia yang berpartisipasi pada program kemitraan antara UB dan UMKM, sepanjang tahun ini. Komitmen tersebut mencatat nilai kontrak kerja sama sebesar Rp 2,73 triliun. Pencapaian ini naik 82 persen dibandingkan tahun lalu sebesar Rp 1,5 triliun. "UMKM harus didorong melakukan kolaborasi. Kalau tidak diberikan kesempatan, susah untuk naik kelas. Jangan berpikir kualitas mereka tidak mampu. Kewajiban kita lah untuk membina mereka. Target kita tahun 2022, minimal Rp 5 triliun," katanya, saat seremoni penandatanganan yang disiarkan di saluran YouTube BKPM TV, mengutip harian Disway Kaltim. Pemerintah, lanjut Bahlil, telah membuka kesempatan dalam rangka menciptakan pelaku usaha baru di daerah. Yaitu melalui kemudahan perizinan investasi dengan adanya sistem Online Single Submission (OSS) Berbasis Risiko dan akses kolaborasi UMKM dengan investor besar baik PMA maupun PMDN. Lebih lanjut, Bahlil menyampaikan bahwa kolaborasi yang terjalin harus berdampak positif dan menguntungkan kedua belah pihak. "Kepada teman-teman UMKM, kerjanya harus profesional. Ini kesempatan membangun akses pasar internasional. Dulu saya di Papua, susah dapat akses pasar Jakarta. Sekarang kalian sudah dapat akses kolaborasi. Harus dimanfaatkan," jelas Bahlil. Berdasarkan catatan Kementerian Investasi/BKPM, jika dibandingkan dengan data 2020 lalu, jumlah PMA/PMDN naik sebesar 59 persen dari yang sebelumnya hanya 56 menjadi 89 usaha besar PMA/PMDN. Sedangkan untuk total UMKM meningkat 99 persen, yaitu dari 196 menjadi 383 UMKM yang melakukan komitmen kerja sama dengan usaha besar PMA/PMDN. Namun Bahlil juga mengungkap satu persoalan. Yaitu adanya keengganan pengusaha besar menggandeng pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Bahkan ada cara-cara licik yang digunakan untuk mengindari kerja sama dengan UMKM. "Tidak ada dalam sebuah negara di dunia manapun yang maju itu tidak dilalui dengan kolaborasi. Di Korea, di Jepang, di China itu kolaborasi semua," katanya. "Memang ciri pengusaha itu hatinya untuk berbagi itu ya nafsi-nafsi karena saya kan pernah jadi pengusaha besar juga. Kadang-kadang kita dibohongin juga “oh ini sudah kolaborasi dengan UMKM” padahal UMKM itu usahanya punya dia juga, cuma pakai nama ABCD seolah-olah bahwa ini sudah UMKM," tuturnya. Menurutnya pengusaha tidak bisa lagi bermain-main seperti itu. Bahlil mengakui banyak yang meminta kepada dirinya untuk membiarkan para pengusaha memilih sendiri. "Saya bilang kalau begini modelnya bukan pemerintah yang mengatur pengusaha, tapi pengusaha yang mengatur pemerintah. Ini tidak bisa, yang benar itu adalah pemerintah mengatur pengusaha tapi pemerintah tidak boleh sewenang-wenang kepada pengusaha. Harus berdiri sama tinggi duduk sama rendah untuk kemajuan rakyat bangsa dan negara. Ini yang harus dilakukan," tambahnya. Alasan Penting Kolaborasi Bahlil Lahadalia juga blak-blakan tentang akses ekonomi di Indonesia dikuasai kelompok yang jumlahnya tidak lebih dari 1 persen. Karena itulah dia menekankan pentingnya kolaborasi antara pengusaha besar dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). "Kenapa pentingnya kolaborasi? data kita 131 juta lapangan pekerjaan di Indonesia itu kontribusi terbesarnya itu UMKM, sebesar 120 juta. Dari total unit usaha kita 99,7 persen itu UMKM yang jumlahnya 64 juta menurut data BPS (Badan Pusat Statistik)," katanya. Indonesia, lanjut dia mencita-citakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Namun pertumbuhan ekonomi tersebut harus berkualitas. Sementara akses ekonomi masih dikuasai sekelompok kecil pihak. "Tapi tahu tidak akses ekonomi? Akses ekonomi ini dikuasai oleh kelompok yang tidak lebih dari 1 persen. Maka saya katakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu adalah menjadi cita-cita kita semua tapi harus pertumbuhan ekonomi yang berkualitas," jelasnya. Syarat mencapai pertumbuhan ekonomi negara yang berkualitas, lanjut Bahlil, harus menciptakan pemerataan pertumbuhan, termasuk UMKM di dalam harus mendapatkan dukungan. Oleh karena itu dia menekankan pentingnya kolaborasi. "Saya ingin menceritakan sedikit, saya kebetulan juga besar dari dunia usaha yang saya memulai dari UMKM. Omzet saya pernah Rp 60 juta. UMKM ini kalau tidak ditolong, kalau tidak dilakukan kolaborasi dengan pengusaha besar susah untuk naik kelas, kalau tidak diberikan kesempatan. Jangan kita mulai berpikir karena kualitas mereka belum mampu. Kewajiban kita untuk membina mereka," tambah Bahlil. Beri Kesempatan Pengusaha Daerah Soal investasi, Bahlil Lahadalia juga menegaskan investasi yang masuk ke daerah jangan membawa pengusaha dari Jakarta. Dia meminta agar yang dilibatkan adalah pengusaha asli daerah. Bahlil menjelaskan pemerintah sudah membuka akses agar pengusaha di daerah, dalam hal ini usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dapat bermitra dengan pengusaha besar atau investor termasuk dari luar negeri. "Ini sebuah kesempatan dan UMKM, saya minta kepada Pak Imam (Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal) waktu itu agar setiap investasi yang masuk ke daerah harus melibatkan pengusaha daerah, jangan lagi pengusaha Jakarta yang masuk ke daerah," katanya dalam saluran YouTube BKPM TV, Sabtu (18/12). Tapi Bahlil juga tidak mau pengusaha daerah yang dilibatkan adalah yang beroperasi di Jakarta. Dia ingin pengusaha kecil yang dilibatkan adalah yang melaksanakan kegiatan usaha di daerahnya. "Biarkanlah orang daerah untuk menjadi tuan di negeri sendiri. Kita harus menjadikan (pengusaha) daerah menjadi tuan di negeri sendiri. Kalau ada investor yang masuk ke Bali jangan bawa pengusaha Bali yang ada di Jakarta tapi pakai lah pengusaha Bali yang ada di Bali," tegasnya. Dengan demikian, pusat pertumbuhan ekonomi tidak hanya berpusat di Jakarta tapi bisa merata ke daerah lain, termasuk di luar Pulau Jawa. "Ini hakekatnya agar pusat pertumbuhan ekonomi itu tidak hanya dikuasai di daerah Jakarta. Ini sebenarnya hakekatnya," tambah Bahlil. BEN/ENY    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: