Guru Swasta di PPU Demo Bupati, Tuntut Pencairan Honor
PENAJAM, nomorsatukaltim.com - Ratusan guru swasta di Kabupaten Penajam Paser Utara menggelar unjukrasa menuntut pencairan honor. Sudah 10 bulan, honor yang dijanjikan pemerintah setempat tak kunjung diterima. Sebelum bertemu Bupati ppu, Abdul Gafur Mas'ud, para guru sekolah swasta yang didominasi kaum ibu menggeruduk kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) PPU, sekitar pukul 09.00 Wita. Dengan membentangkan puluhan spanduk berisi tuntutan, peserta aksi yang diklaim mencapai 360 orang, berhasil masuk gedung dewan. Dalam pertemuannya dengan sejumlah anggota dewan, peserta aksi menyebut jumlah guru TK dan PAUD yang belum menerima honor mencapai 700 orang. Mereka bernaung pada yayasan pendidikan masing-masing. “Sebelumnya, honor kami dibayarkan melalui dana hibah dari APBD 2021. Tapi sudah akhir tahun, belum ada pembayaran. Kami menuntut kepastian soal dana itu kapan diberikan pada kami," ucap koordinator aksi, Nurlela. Menurut Nurlela, pihak Yayasan belum menerima dana untuk membayar para guru. Ini bukanlah aksi pertama. Nurlela dan kawan-kawannya mendatangi gedung dewan pada Juni 2021. Mereka minta bantuan wakil rakyat untuk memperjuangkan insentif yang belum diterima. Nurlela mengatakan, para guru swasta dijanjikan menerima honor Rp 3,4 juta per bulan. "Dalam setahun, kami cuma menerima 2 bulan saja. Itu juga baru di November kemarin," sambung dia. Dana hibah yang mereka perjuangkan itu mekanismenya disalurkan melalui Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) PPU kepada yayasan yang menaungi para guru itu mengajar. Dana hibah diberikan kepada yayasan untuk biaya operasional termasuk didalamnya gaji atau insentif guru. Ketua DPRD PPU Jhon Kenedi menjelaskan persoalan honor para guru swasta sudah berlangsung sejak 2020 lalu. Semenjak adanya pembahasan pengalokasian anggaran untuk para tenaga harian lepas (THL) di PPU. Sesuai keinginan Pemkab PPU yang menaikkan hingga setara upah minimum kabupaten (UMK), Rp 3,4 juta. Saat itu disepakati alokasi anggaran Rp 145 miliar. "Sebenarnya, pembahasan anggaran 2021 di 2020, pemerintah minta kenaikan gaji THL. Dan akhirnya disetujui. Dalam prosesnya, ternyata gaji guru belum termasuk di sana," jelasnya. Oleh karena itu, pemerintah yang berkeinginan meningkatkan kesejahteraan guru swasta, perlu mengubah regulasi. "Jadi aturan diubah lagi. Setelah itu, mereka diakomodir. Tapi pemerintah belum bisa memberikan dana itu. Jadi yang bisa jawab, ya pemerintah," lanjutnya. Satu sisi, Jhon Kenedi mengaku prihatin karena persoalan ini sudah berlangsung cukup lama. "Tapi hanya pemerintah yang bisa menjawab kenapa itu tidak terbayar," tukas Jhon. Persoalan keuangan di PPU memang cukup berat. Sebelumnya para ASN juga menuntut pembayaran tunjangan penghasilan pegawai (TPP) yang menunggak 6 bulan. Juga pembayaran insentif nakes yang menangani COVID-19 selama 2021 sempat tersendat. Belum lahi honor tenaga harian lepas (THL) yang menunggak 2 bulan.
MASA DATANGI BUPATI
Lantaran tak puas dengan jawaban DPRD, massa kemudian beralih ke kantor Bupati PPU yang berada tak jauh dari kantor parlemen. Aksi mereka disambut Bupati Abdul Gafur Mas’ud ditemani Plt Sekkab PPU Muliadi, Kepala Disdikpora PPU Alimuddin dan Plt Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) PPU Muhajir. Tampak mendampingi, Ketua Komisi II DPRD PPU Wakidi dan wakilnya di komisi, Sujiati."Jika memang pemerintah tidak mampu, kami juga tidak ada masalah jika digaji seperti di awal, Rp 1,1 juta. Yang penting lancar. Jangan naik, tapi tidak lancar," Marsina.Selain soal kepastian hibah itu diterima, mereka juga meminta kejelasan soal pemberian hibah untuk tahun 2022. Tanya jawab terjadi di ruang lantai kantor bupati itu. Semua aspirasi didengarkan dan dijawab satu persatu oleh AGM. Yang pada poinnya, Pemkab PPU sedang dalam situasi keuangan yang tidak baik-baik saja. Hal itu yang diminta untuk dimengerti para guru.
"Pemkab akan mengkaji ulang, ada Sekda dan saya akan memimpin langsung. Supaya ini tidak terjadi lagi," AGMNamun, AGM memastikan hibah itu akan segera dicairkan. Agar honor itu bisa segera diterima. Dipertegas pula besaran honor yang diterima itu sama, Rp 3,4 juta. Tak berkurang. "Karena 2019 itu sudah kita naikkan dari Rp 500 ribu menjadi Rp 1,1 juta. Alhamdulillah berjalan sampai 2020. Di 2021 memang kurang bagus. Karena ada refocusing di Februari lalu. Tapi kami akan tetap jalan Rp 3,4 juta. Sesuai keputusan kami," tegasnya. Pun ditanya soal kemampuan keuangan daerah, AGM memastikan akan melakukan berbagai cara untuk dapat memenuhi itu. "Tetap harus dibayarkan. Kalau kami lihat (kemampuan APBD), bisa saja. Secepatnya, insyaallah," katanya. Kepala Disdikpora PPU, Alimuddin menjelaskan sebagai dinas teknis, akan mengikuti kebijakan kepala daerah yang disampaikan tadi. Bahwa akan mencoba memenuhi apa yang menjadi keputusan. "Sudah semua diperintahkan ke sekda. Kami di dinas pendidikan hanya teknis. Dan sudah kami usulkan. Di DPA itu sudah untuk pencairan selama 12 bulan," ungkapnya. Jadi tinggal menunggu arahan dari BKAD saja untuk kepastian penyaluran hibah itu. Soal pengalokasian hibah itu, jumlahnya beragam tiap yayasan. Jika dihitung, total kebutuhannya sekira Rp 2,3 miliar sebulan. Dana hibah itu diberikan ke yayasan sebagai bentuk pertanggungjawaban ke lembaga pendidikan swasta. Karena anak-anak yang bersekolah di sana juga harus dibiayai pemerintah. Baik langsung ataupun tidak langsung. "Dalam prosesnya, kami juga sampai 3 kali melakukan revisi aturan agar prosesnya bisa dilakukan. Dan terakhir pada Juni kemarin, perbup baru rampung," jelasnya.
TUNGGU JANJI BUPATI
Mendengar janji itu, Nurlela yang juga Ketua Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (Himpaudi) PPU itu menerima dengan apa yang dijanjikan. Tanpa ada hitam di atas putih. "Bupati cuma bilang secepatnya. Kalau bisa sebelum akhir tahun. Itu juga kalau ada uangnya. Ya kami terima. Kan sudah dijanjikan seperti itu," ucap dia. Ditutup dengan ucapan janji itu, massa kemudian berangsur membubarkan diri. Namun dengan niatan terus mengawal janji itu. "Kami tadi juga diinformasikan seperti itu. Kalau tidak, ya paling lambat awal 2022," sambung dia. Begitupun Ketua Komisi II DPRD PPU, Wakidi. Memegang apa yang diutarakan AGM. Katanya, sebagai penguasa anggaran, semua pihak harus bersedia menunggu saja hasil seperti apa. "Pasti kami akan tetap mengawal. Saya juga khawatir. Ya semoga akhir tahun ada yang cair. Kita masih optimistis menunggu hingga akhir tahun," ucap Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu. Meski di dewan, ia tidak tahu secara persis situasi kas daerah. Namun baginya jika memperhatikan mana yang prioritas, seharusnya yang menjadi hajat orang banyak, itu yang perlu didahulukan. "Prinsipnya seperti itu. Ya bisa saja menjadi hutang 2022. Melihat secara aturan, masih diperbolehkan," sebutnya.BELUM MASUK PEMBAHASAN APBD 2022
Masih ada kemungkinan pencairan dana hibah itu dilakukan pada akhir 2021. Namun secara umum, tutup buku kas negara tinggal menghitung hari. Sangat masuk akal jika pemberian dana itu berpindah tahun ke 2022. Namun Anggota Komisi III DPRD PPU Zainal Arifin memastikan hingga kini belum ada alokasi anggaran itu. Untuk sisa 10 bulan itu.“Andaikan APBD PPU 2022 disahkan pun tidak ada slotnya juga yang untuk 10 bulan itu. Karena kami di Banggar juga belum melihatnya,” Zainal ArifinBegitupun Thohiron, anggota Komisi III yang juga Anggota Banggar DPRD PPU. Ia menjelaskan selama pembahasan hingga saat ini memang ada alokasi untuk sektor pendidikan senilai sekira Rp 15 miliar. Tapi belum ada kepastian peruntukannya bagi guru-guru PAUD dan TK. “Tapi, ini masih kita kawal. Doakan semoga semuanya lancar,” tutupnya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: