Andi Harun Tak Akan Biarkan Tambang Batu Bara Ilegal

Andi Harun Tak Akan Biarkan Tambang Batu Bara Ilegal

SAMARINDA, nomorsatukaltim.com - Wali Kota Samarinda, Andi Harun menyatakan komitmennya tak akan membiarkan tambang ilegal beroperasi di wilayahnya. Pernyataan ini disampaikan menjawab keraguan berbagai pihak yang menghadiri diskusi "Problematika Penegakan Hukum Terhadap Tambang Ilegal yang Kian Menjamur".  Diskusi itu diinisiasi Lembaga Dakwah (LD) Al-Mizan Fakultas Hukum (FH) Universitas Mulawarman (Unmul), akhir pekan lalu.    Diskusi seputar kebijakan pemerintah daerah yang tak mampu menangani penambangan batu bara ilegal didasari sejumlah pernyataan Gubernur Kalimantan Timur, Isran Noor. Dalam beberapa kesempatan, ia menyatakan tak bisa menindak tambang-tambang ilegal lantaran keterbatasan wewenang. Pernyataannya bisa ditemukan bertebaran di media-media daring lokal dan nasional. Soal kewenangan daerah, juga diakui Andi Harun yang menjadi pembicara dalam diskusi itu. Andi Harun menyebut kewenangan daerah telah digergaji oleh sejumlah undang-undang. “Problematika illegal minning dan kerusakan lingkungan memang cukup sulit untuk ditangani. Bahkan oleh pemerintah pusat,” kilah Andi Harun. Ia menyitir data yang disampaikan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI,  yang menyebut ada 8.713.167 hektare area pertambangan tersebar di Indonesia. "Pak Sunindyo, Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara, Ditjen Minerba juga mengaku kewalahan. Bukan hanya daerah," kata Ketua DPW Gerindra Kaltim itu dalam dialog yang diselenggarakan Lembaga Dakwah (LD) Al-Mizan Fakultas Hukum (FH) Universitas Mulawarman. Ia menambahkan, pada awalnya payung hukum kegiatan pertambangan ialah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba). Pada aturan ini, kabupaten/kota memiliki kewenangan mengeluarkan perizinan. Tapi belakangan, aturan ini direvisi menjadi UU Nomor 3 Tahun 2020, yang mempereteli seluruh kewenangan daerah. “Semua perizinan ditarik ke pemerintah pusat. Terkecuali Pasal 35 ayat (4) yang menyatakan pemerintah provinsi memiliki tugas dalam pengawasan pertambangan dan tidak ada unsur pemerintahan kabupaten/kota,” jelasnya. Kepala daerah berlatar belakang hukum ini mengakui jika penegak hukum juga kesulitan dalam menentukan payung hukum untuk menindak tambang ilegal. “Apakah bisa dengan instrumen KUHP atas UU Lingkungan Hidup atas Pencemaran (lingkungan)? Ini tidak semudah yang dibayangkan dalam konstruksi hukum," ujar Andi Harun. Mantan Wakil Ketua DPRD Kaltim itu menambahkan, posisi hukum UU Lingkungan Hidup berbeda dengan UU Minerba. “Kalau UU Lingkungan hidup bersifat lex Generalis. Sementara Minerba saat ini Lex Spesialis," tambah dia. Menurut Andi Harun, ada beberapa hal yang menjadi temuannya atas polemik tambang ilegal.  Yakni tambang yang tidak memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP), pertambangan memiliki IUP tetapi melakukan pertambangan tidak sesuai aturan, pertambangan tidak punya IUP tetapi diizinkan menambang oleh pemilik lahan, dan penambang legal yang merayu masyarakat supaya ikut menambang. “Persoalan inilah yang menjadi PR kita,” jelas Andi Harun. Pernyataan Andi Harun soal ketiadaan kewenangan daerah, dibantah akademisi Haris Retno Susmiyati. Menurut pengajar Fakultas Hukum Universitas Mulawarman itu, payung hukum telah jelas mengatur bahwa segala kegiatan yang berbentuk ilegal harus ditindak. “Saya tak menemukan kendala hukum. Kendala memaksimalkan tindakan hukum di beberapa hal memang terjadi. Di mana negara lebih melindungi para pemberi izin tambang daripada nyawa yang tenggelam di kolam eks tambang,” kritiknya. UU yang menyatakan kewenangan ditarik ke pusat, tidak bisa menjadi dalil pemerintah daerah untuk tidak melindungi masyarakatnya. Retno melihat, selama ini masyarakat dibiarkan sendiri. Ketika masyarakat bergerak untuk menolak tambang ilegal, malah diintimidasi dari banyak pihak. Retno mempertanyakan ketidakhadiran aparat penegak hukum. Ia bingung, padahal terpampang jelas kegiatan tambang ilegal di sepanjang mata memandang. Tetapi malah yang dikejar-kejar hanya teroris yang tidak kelihatan. “Apakah aparat hukum berdamai dengan perampok dan pencuri kekayaan alam kita?” tegasnya. Aparat penegak hukum, lanjut Retno, seharusnya bisa melakukan tindakan hukum kepada penambang ilegal ini. Karena sudah jelas di UU Nomor 3 Tahun 2020 Pasal 158, yang menyebutkan tiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin  dipidana penjara 5 tahun dan denda paling banyak  Rp 100 juta. Ditambahkan pula dengan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 109. Yaitu, setiap orang yang melakukan usaha tanpa izin lingkungan dipidana 1-3 tahun penjara dan denda sekitar Rp 1 miliar hingga Rp 3 miliar. Retno lalu menyinggung soal banjir yang selalu terjadi di Kota Tepian ini. Ia bersama akademisi FH lainnya mengklaim bahwa banjir Samarinda disebabkan banyaknya pengupasan lahan karena aktivitas penambangan ilegal. Diskusi pun berlanjut dengan tanggapan langsung dari wali kota. Andi Harun meminta agar jangan disimpulkan bahwa tambang menyebabkan banjir Samarinda. Karena, menurut kajian Pemkot Samarinda dan Institut Teknik Bandung (ITB), banjir di Samarinda karena kiriman air dari Badak Mekar Kutai Kertanegara, perubahan iklim yang membuat gelombang air laut naik, dan topografi Samarinda yang berbentuk mangkuk. Politisi Partai Gerindra itu juga meminta untuk tidak menuduh aparat hukum mempunyai andil atas maraknya tambang ilegal. ”Entah apapun latar belakangnya, kita tidak boleh menuduh. Kalau sudah ada penelitian dan (ada keterlibatan) oknum, laporkan,” ucap Andi. Andi memastikan dirinya tidak setuju dengan tambang ilegal. Ia mengaku tak akan membiarkan tambang ilegal tumbuh di Samarinda. Dan untuk itu, pemkot dikatakannya sedang meramu beberapa formula. Untuk meminimalisir dampak tambang ilegal. Yang itu, kata Andi, tidak bisa langsung dirasakan dampaknya dalam sekejap. “Andaikan saya punya kewenangan sedikit, saya tidak akan biarkan tambang ilegal di Samarinda. Jadi izinkan dalam waktu ke depan, saya akan pelan-pelan dan koordinasi untuk bisa meminimalisir dampaknya,” pungkasnya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: